Hanya Aksara.

51 5 0
                                    

Suara hujan terdengar riuh tak henti, petir menyambar. Aksara duduk dalam gua bersama arum sembari menunggu hujan reda.

"Siapa nama kisanak?" Tanya arum

"Saya? Aksara."

"Hanya aksara? Saya tidak pernah melihat kisanak sebelum nya, apa.."

"Saya berasal dari kerajaan yang cukup jauh dari sini, saya kesini untuk berlatih ilmu pedang dengan seseorang."

"Pengelana rupanya. Terimakasih sudah menolong saya."

"Sudah seharusnya sebagai mahluk hidup saling menolong bukan?"

"Seharusnya demikan." Arum memeluk kaki nya kedinginan.

"Tersirat dari mata putri ada keraguan."

"Bagaimana kamu tau aku seorang putri?"

"Bagaimana saya harus mengatakannya, kita bandingkan saja penampilan putri dengan saya, apakah ada orang istana yang lusuh seperti saya? Tentu tidak, hanya rakya jelata yang berpenampilan seperti saya."

Arum menatap aksara lekad, arum terpana dengan pembawaan aksara yang tenang.

"Lalu dari kerajaan mana kisanak berasal?"

"Arum." Seseorang langsung menghamburkan pelukan pada arum. "Kau baik-baik saja?" Terlihat beberapa luka di tubuh arum. Wanita itu kini melirik aksara. "Kau melukai nya?" Tuduhnya.

"Apakah pantas orang sepertiku melukai tuan putri?" Aksara bahkan menjaga jarak dengan arum.

"Hmm." Acuhnya wanita itu. "Apa kamu bisa berjalan?" Arum menggelengkan kepalanya.

"Ijinkan saya membopong putri." Pinta aksara.

"Tak perlu.." larang wanita itu.

Namun arum langsung mengalungkan tangan nya di leher aksara, aksara tersenyum senang pada wanita itu.

.

.

.

Sepanjang perjalanan arum terus memandangi wajah aksara.

"Apa ada kotoran yang melekat di wajah saya?" Aksara sadar jika sejak tadi arum memperhatikan nya.

"Tidak." Arum menyembunyikan wajah nya di caruk leher aksara.

Arum melihat kebelakang dimana wanita tadi ikut berjalan dengan mereka.

"Nagini.." bisik arum pelan.

.

.

.

Mereka bertiga sampai di istana, aksara masih betah mengendong arum.

Beberapa prajurit mendekati mereka, empat orang tengah mengacungkan tombak kearah aksara.

"Turunkan tombak kalian." Titah nagini.

Mereka pun menurunkan tombak mereka lalu membungkuk menghormati nagini.

Nagini berjalan di depan memimpin aksara untuk mengikutinya, sampai mereka di depan pintu nagini membukakan.

"Baringkan saja." Titah nagini.

Aksara membaringkan arum di ranjang. Aksara mundur beberapa langkah.

"Jangan terlalu seram begitu putri nagini." Aksara berjalan menyentil kening nagini. "Selamat tinggal." Aksara pun menghilang.

.

.

.

Keysa duduk lemas di sebelah nadin, dengan janu, ocie dan jesya di sebrang nya sedangkan di sisi kanan ada bunda duduk arum dan ghea yang sendang berdiri.

"Jelaskan." Ucap arum.

Nadin meliriknya sinis, sedangkan janu tak tahu ini dia sedang ada dimana.

"Apa maksud mu dari aksara menghilangkan ingatan kami?" Tanya arum melipat tangan nya di dada.

Nadin menghena nafas. "Dia." Nadin menunjuk janu. "Dia reinkarnasi dari seseorang yang setia pada tuan nya tapi berkhianat demi melindungi aksara." Janu menunjuk dirinya sendiri heran. "Dia." Nadin menunjuk ocie. "Baru hidup di dunia ini begitu juga dengan yang berada disebelahnya, mereka bertemu karna karma orang terdahulu."

"Tak.."

"Adik ku dan aku hidup lama seperti kamu.." nadin menunjuk arum. "Kamu.." menunjuk ghea. "Dan anda.." menunjuk bunda.

"Saya?" Bunda tak habis pikir, mungkin karna ia yang lebih tua disini.

"Anda manusia yang dapat hidup lama berkat perkawinan anda dengan mahluk seperti ku." Lontar nadin. "Jika anda berpikir usia anda dan dia sama.." nadin menunjuk bunda dan ghea bersamaan. "Itu salah. Usia anda sudah lebih dari ratusan tahun dan dia berusia di bawah anda sedikit, aku rasa puluhan tahun."

Janu dan ocie ternganga mendengar penuturan itu.

"Anda kawin dan menikah dengan salah seorang mahluk seperti ku lalu lahirlah 3 orang anak salah satunya aksara raga."

"Tiga? Aku memiliki tiga orang anak?" Bunda mencodongkan tubuhnya kedepan memperjelas apa yang ingin ia tahu.

"Betul, dan aksara raga adalah kekasih ku." Nadin melirik arum.

"Aksara raga? Anak ku saat ini hanya aksara sukma bukan aksara raga. Jika aku memiliki tiga orang anak maka siapa saja mereka?"

"Aku tak bisa memberitahu anda, jika anda mengetahui semua maka semua akan terbuka, maka apa yang raga lakukan selama ini akan sia-sia."

"Kamu bahkan sudah memberitahu latar belakang kak candra kenapa.."

"Kamu dulu menyebutnya bunda sebab kamu anak yang dibuang oleh kedua orang tua mu lantaran keegoisan manusia." Nadin melirik sinis kearah ocie (si manusia) "dan aksara lah yang menemukan mu dan membawa mu bersama nya."

"Aku?" Ghea tak menyangka.

"Aku rasa percuma menjelaskan nya, karna kalian tak akan ingat."

"Lalu kenapa hanya kamu yang dapat mengingat nya?" Tanya jesya penasaran.

"Karna.." nadin menerawang.

Brak

Pintu rumah di buka kasar, seorang pria masuk dengan gegabah.

"Selamat datang kakanda aditya." Ucap arum menyapa.

"Kamu menghubungi orang yang tepat." Ucap nadin sinis.

"Ku pikir aku hanya salah menduga ternyata memang anak ini mirip dengan mu, adinda nadin." Sapa aditya pada nadin.

Nadin tersenyum. "Karna aku bertanggung jawab atas penderitaan kalian, bersama kakanda aditya." Terang nya tak perduli dengan pernyataan aditya

"Apa maksud mu?" Tanya arum.

"Kira-kira pertunangan yang begitu lama terjadi kenapa tiba-tiba sang mempelai pria melarikan diri? Kalian bahkan hanya perlu menikah." Ujar nadin.

"Karna tak ada cinta di antara kita, ini hanya perjodohan diplomatis."

"Bagi mu begitu? Bagi kakanda aditya tidak. Itu karna rasa bersalah nya terus menghantui."

"Cerita masalalu yang tak perlu kamu ketahui." Potong aditya.

"Sudah selesai bercerita?" Ucap aksara di ambang pintu.

"Aksara/raga." Ucap arum dan nadin bersamaan.

"Cukup dengan dongeng tak jelas mu itu kak nagini."

"Raga.."

"Entah apa yang terjadi aku tak perduli, aku ini manusia, bunda ku juga manusia, aku anak  satu-satunya bunda, aunty ghea adalah aunty ku tak perduli ia setengah siluman dia tetap aunty ku. Paham?"

"Aku hanya.."

"Dan nama ku aksara sukma, bukan aksara raga. Sekali lagi aku anak satu-satunya yang bunda miliki." Aksara menunjuk aditya. "Kamu.." aksara menghela nafas berat. "Belajarlah untuk bertanggung jawab, usia sudah ratusan tahun tapi kelakuan masih saja seperti bocah."

"Apa-apaan kamu anak kecil." Protes aditya tak terima cara aksara berbicara.

"EHM." Semua orang berdeham menatap tajam aditya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ikatan JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang