13. saat hancur dunia impiannya

76 14 1
                                    

Dari dulu Juhyun sudah susah payah menyusun skenario di dalam otaknya dia akan menikah dan memiliki banyak anak. Juhyun sangat terobsesi pada pernikahan sejak melihat betapa cinta dan sayangnya Jingook pada Ibunya.

Kang Suhyun. Seorang penjaga toko klontong di kampungnya, di Mokpo sewaktu Jingook datang untuk meriset bakal film terbarunya. Mereka saling curi-curi pandang dan Jingook rasa Suhyun memiliki sebagian dari dirinya.

Juhyun ingat betul bagaimana Jingook tidak pernah absen menyisir rambut Suhyun setiap pagi sebelum perempuan itu turun dan membuatkan sarapan. Juhyun mengintip dari pintu kamar yang tidak tertutup rapat. Saat Ayah dan Ibunya sama-sama saling kecup sebagai bukti sayang, Juhyun pastikan kehidupan percintaanya akan sebahagia Ayah dan Ibunya.

Juhyun kecil orang sebut seperti mochi berjalan. Tubuhnya mungil dengan kulit yang seputih salju, rambutnya tidak pernah lebih panjang dari bahu, dan pipinya agak memerah kalau terlalu dingin juga panas. Jingook kata Juhyun adalah perwujudan dari arti kata Snow White sesungguhnya. Tapi Juhyun tidak mau menjadi Snow White yang harus merasakan sakit sebelum bertemu cinta sejatinya.

Sejak kecil pria idamannya harus lah seperti Jingook yang tidak lupa berkata sayang setiap hari walau masih jauh turun dari mobil. Sekilas orang menyebut keluarga mereka aneh. Tapi untuk Juhyun itu adalah bentuk keharmonisan yang dia impikan.

Kang Suhyun menurunkan keluguan dan tubuh mungilnya pada sang putri, sedangkan Jingook menurunkan bawelnya pada Juhyun. Perpaduan yang sempurna. Untuk seorang anak tunggal seperti Juhyun, dia bisa mengisi kehidupan Jingook dan Suhyun.

Mereka hanya bertiga.

Iya, hidup mereka tidak pernah bertambah orang karena Suhyun tidak bisa hamil lagi oleh karena kista tumbuh di rahimnya. Juhyun kecil tidak mengerti apa itu kista. Yang Juhyun ingat di usianya masih 7 tahun, Ibunya terkapar di atas ranjang rumah sakit dan dokter berkata Ibunya sakit. Sesederhana itu.

Tapi di hari yang bahkan kata orang menyeramkan, Jingook setia di sisi istrinya, mengecup tangan kanannya dengan senyuman dan cerita konyolnya mengenai apa yang sering terjadi di lokasi syuting. Sekali lagi, Juhyun akan buat kisah cintanya seperti kedua orang tuanya.

Bahkan jauh sebelum bertemu Suji, Juhyun sudah sempat berpikir dia ingin menjadi sutradara seperti Ayahnya. Kerap bertemu kalau Jingook sedang briefing jauh sebelum film dibuat, Juhyun banyak belajar bahwa merajut film tidak semudah itu. Mengatur dan mimpin sebuah produksi agaknya butuh keahlian khusus. Dan Juhyun sempat bermimpi untuk berada di sana.

Iya, sampai hari yang tidak pernah dia bayangkan terjadi.

[{}]

"Rasanya sakit sekali."

Juhyun dengar semua keluhan itu dengan baik, tetap menyimak tanpa suara.

"Kau sedang datang bulan?"

"Iya, hari pertama."

"Wah hari pertama itu seperti mau mati saja rasanya."

"Benar, perutku kram sekarang." Temannya itu mengeluh seraya mengurut perat perutnya dengan tangan sendiri.

Juhyun masih menyimak dengan kedua matanya.

"Aku kalau mau haid pasti bawaanya mau mengamuk. Kau tahu, Hui? Adikku yang paling kecil, aku bahkan bisa berteriak padanya karena mau haid."

"Aku juga! Ah! Satu rumah memusuhiku karena aku menangis tidak suka kalau makananku diberikan pada Mong padahal biasanya tidak masalah."

Amin Paling Serius [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang