Makan siang.
Juhyun bergabung dengan rekan junior dan Seokhoon yang akhirnya bekerja bersama lagi. Belakangan memang jadwal kerja mereka agak dibuat berbeda, Seokhoon yang meminta hari berbeda dari Juhyun untuk mempermudah fokusnya mendaftarkan beasiswa. Katanya sih sudah lolos seleksi dan menunggu panggilan wawancara saja.
Mereka memutuskan makan jjajangmyeon di kantin kantor agar waktu makan siang mereka tidak terpotong karena terjebak macet di jalanan siang ini. Apalagi di beberapa ruas jalan dekat kantor mereka ada perbaikan jalan, jadi debu juga macet bersatu. Lebih baik makan di kantin kantor.
"Selamat makan!"
Juhyun berdoa sebentar dan mulai mengaduk jjajangmyeonnya.
"Omong-omong, Hoon, kapan tanggal interview mu?" tanya Juhyun tanpa menatap pria itu.
Seokhoon mendongak, mengingat-ingat. "Kalau tidak salah sepertinya sekitar tanggal 20-an."
"Kau jadi mengambil beasiswa di luar negeri?" Juhyun bertanya sebelum akhirnya menyuap satu suapan pertama, melirik Seokhoon.
Pria itu mengangguk, ikut menikmati makan siangnya. "Iya, aku pilih Singapura."
"Jauh."
"6 jam penerbangan."
"Iya itu jauh."
"Ya lalu?"
"Katamu kau mau ke Jepang, kenapa jadi Asia Tenggara?"
Seokhoon menghela. Baru teringat kalau dia pernah berbicara omong kosong pada Juhyun. Alasan dia memilih Jepang dulu karena Juhyun menyukai Jepang, dan Juhyun katakan jika dia ingin sekali tinggal di Jepang saja. Dan otak gilanya yang merumuskan semua hal dari mulai biaya hidup per-bulan di sana, hingga keuntungan kalau mereka jadi pindah ke Jepang. Nyatanya semua gagal setelah Juhyun menolak perasaanya.
"Tidak jadi."
Juhyun mengangguk-angguk. "Yah, kita akan jarang bertemu."
"Aku hanya 6 jam dari Seoul, Juhyun. Kita bisa bertemu saat aku libur kuliah."
"Kau jadi ambil akuntansi lagi?"
Seokhoon mengangguk.
"Aku akan sedih kalau kau jadi pindah ke sana."
Seokhoon berdecak. "Kau punya Kyuhyun, ajak saja dia menikah."
Juhyun mencibir, Seokhoon tahu persis apa impiannya sejak lama. Menikah sebelum usianya genap 30 tahun, membuat roti kering dan menjualnya, lalu hidup bahagia sembari bercocok tanam di desa. Sejak dulu jalan hidup Juhyun tidak pernah muluk-muluk. Sebelum kenyataan dia tidak memiliki rahim, bahkan Juhyun sudah bertekad akan menikah di usia 25 tahun usai dia lulus kuliah.
"Kenapa diam? Kyuhyunmu tidak mau diajak menikah?"
"Jangan bahas itu!" Juhyun cemberut.
Bukan sekali dia mencoba membuat Kyuhyun mengerti kodenya soal pernikahan, tapi dia pikir lagi mungkin Kyuhyun masih merasa kalau hubungan mereka baru sebentar. Juhyun akan berusaha lebih menikmati tanpa menuntut Kyuhyun lagi, sebab pria itu hanya akan mengusap keningnya, lalu tersenyum saja. Tidak ada kelanjutan bicara.
Seokhoon tertawa. "Coba saja kau jadian denganku, kita akan menikah dan kau akan ikut aku ke Singapura."
Juhyun memukul punggung Seokhoon keras. "Berhenti melantur!"
Seokhoon terbatuk-batuk. "Iya, iya, bercanda."
Juhyun paham Seokhoon sudah lama melupakannya, hanya saja pria itu terlampau jahil untuk menggodanya sekarang. Dia mencibir. Mereka masih asyik makan dengan sesekali junior mereka yang sejak tadi diam mulai ikut menimbrung obrolan. Sebelum seseorang mendekati meja mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amin Paling Serius [END]
Fanfiction[Romance Sad, 13+] 《《Based on song 'Amin Paling Serius' by Sal Priadi & Nadin Amizah》》 Kyuhyun merasa hidupnya seperti badai yang marah, keras, dan terlalu berbahaya. Kyuhyun tidak pernah bersantai selama dia hidup karena keluarga dan harus membesar...