11. gerimis itu pernah terluka

72 15 2
                                    

Juhyun memang bersahabat dengan Suji sewaktu SMA. Iya, dari sekian banyak siswa di sekolahnya, hanya Suji—si ceriwis yang mau berteman dan bahkan mengajaknya bicara lebih dulu. Juhyun bukan orang pendiam sebenarnya, dia berisik, dan mudah tertawa. Tapi masa SMA mungkin adalah momen terkelam yang tidak akan mau Juhyun ulang walau diberi kesempatan.

Namun Suji merangkulnya lebih dulu untuk bisa diajak berkawan. Dahulu, orang memanggil mereka dua sekawan. Si berisik dan si pendiam. Juhyun menyukai Suji. Dia perempuan yang baik dan begitu mudah bergaul, bahkan Suji yang usianya lebih muda dari Juhyun mampu berkenalan dengan kakak kelas dibanding dia. Suji memang terlalu aktif.

Juhyun dan kelam kehidupannya berpikir bahwa dia tidak akan bisa menjalani masa SMA dengan baik, nyatanya Tuhan pertemukan dengan Suji. Yang mengajarkan Juhyun banyak hal.

Mengetahui bahwa sebenarnya Juhyun tertarik dengan dunia akting—bawaan dari lahir karena Jingook seorang sutradara, Suji yang mengantarkan Juhyun untuk ikut casting syuting iklan. Perempuan itu akan menunggu di luar gedung selagi Juhyun berusaha untuk memenangkan castingnya. Tetapi selalu berakhir dengan kegagalan.

"Mungkin aku hanya suka tidak berbakat," sahut Juhyun saban sore pada Suji.

Perempuan itu jujur saja tidak suka dengan rasa tidak percaya diri Juhyun yang terlampau besar. Suji tidak suka kegagalan.

"Jangan menyerah, lakukan saja lagi besok. Atau kalau kau mau, kau bisa bergabung di klub teater. Mereka akan membimbingmu, Juhyun."

Begitu mudah Suji membangkitkan ulang rasa semangatnya. Perempuan itu di mata Juhyun seperti cahaya matahari yang terlalu kuat untuk bersinar, sinarnya besar, yang mampu memberikan sinar itu kembali pada Juhyun. Si bulan yang kesepian.

Juhyun akhirnya bergabung pada klub teater yang perlahan mengasah kemampuan aktingnya juga kemampuan bersosialisasinya. Meski dia mulai mendapatkan lebih banyak teman—hasil dikenalkan Suji—namun Juhyun nyatanya masih hidup di dalam bayang-bayang ketakutan. Dia takut sewaktu-waktu dia membuka mulut, semua orang akhirnya tahu siapa dia sebenarnya.

Tapi sekali lagi, Juhyun terus bersembunyi. Membiarkan waktu yang membuka saja. Toh, memang begitu jalan seharusnya.

Juhyun dan Suji terus dikenal dua kembar yang bahkan tidak jarang selalu memakai pakaian yang sama. Tentu saja Suji yang mencetuskan. Memakai ikat rambut sama. Kaus kaki yang sama. Sepatu yang sama. Suji melakukan itu karena dia menyukai Juhyun. Iya, dia menyukai anak pendiam itu yang selalu mau mendengarkannya.

Celoteh omong kosong yang kalau dulu Suji ceritakan pada orang lain, mereka akan menggunjing Suji sebagai anak yang cerewet. Tapi pada Juhyun tidak. Juhyun akan setia mendengarkan walau tidak terlalu ekspresif. Namun Suji bisa lihat belakangan ini Juhyun mulai terbuka padanya.

Suji hanya tidak mengerti mengapa Juhyun yang cantik dan menurutnya tidak dingin, harus hidup sendirian. Juhyun tidak terbuka tapi juga tidak tertutup. Juhyun di mata Suji hanya perlu disentuh.

Dan hasil persahabatan mereka membawa Juhyun pada sebuah kontrak iklan selama 3 bulan saja. Suji bahagia. Tentu saja. Suji adalah sahabat Juhyun, dan melihat perempuan itu bahagia, dia turut merasakannya.

Kemajuan demi kemajuan terasa, masa SMA yang Juhyun bayangkan akan suram nyatanya tidak pernah terjadi. Kini dia di dalam cerita yang berisik dan berwarna, bersama Suji. Lantas, di antara seluruh warna itu, Juhyun rasa tidak mengapa menitikan sedikit warna hitam.

Juhyun cerita pada Suji tentang siapa dirinya. Perempuan itu terkejut. Siapa pun yang mendengar akan sama terkejutnya. Tetapi Suji hanya memeluk Juhyun dengan tangisan. Perempuan itu berkata bahwa Juhyun hebat dan orang yang sempurna.

Amin Paling Serius [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang