26. menjemput bahagia

82 13 1
                                    

Beberapa jam lalu..

Ja Sung menghentikan laju mobilnya di sebuah jalanan sepi, maklum saja cuaca makin dingin di musim begini, dan sudah tengah malam. Di tengahnya sepinya jalan hanya ada satu kendaraan di sana, menunggunya. Ja Sung baru menghentikan mobilnya ketika orang suruhannya itu mengetuk kaca mobilnya.

"Ada kabar terbaru?"

"Saya dapatkan rekaman CCTV terakhirnya."

Ja Sung menerima amplop cokelat yang diberikan suruhannya. Membukanya, menemukan sebuah ipad di sana. Ja Sung menatap cukup lama, menyaksikan apa yang terekam di sana.

"Kanta dan Juan terlihat turun di pertengahan  bus ke arah jalan pulang."

"Mereka tidak perlu naik bus untuk ke rumah," gumam Ja Sung.

Bawahan Ja Sung menarik napas. "Mereka terlihat dengan 4 orang, mereka lebih tua dari Kanta dan Juan. Keempatnya berada di kelas yang sama, dan mereka masih satu desa dengan anak panti yang lain."

"Ke mana bus itu?"

"Mereka berhenti di tengah jalan dan CCTV tidak menyorot yang lain."

"Jadi, kita hanya tahu sampai di sana?"

Bawahan Ja Sung menatapnya dengan tatapan tak terbaca. Ja Sung meremas amplopnya. Belum sempat Ja Sung mengatakan isi pikirannya akan pertanyaan itu, suara teleponnya berdering. Nomor tidak dikenal.

Ja Sung mengangkatnya.

"Halo?"

"Apa benar ini dengan Go Ja Sung? Pemilik Panti Kasih?"

"Iya. Ada apa?"

"Kami dari rumah sakit, kami mengabarkan kalau dua anak panti Anda berada di rumah sakit. Salah satu dari mereka mengalami gegar otak cukup parah dan tulang rusuk patah, serta yang satunya mengalami patah tulang tangan dan kaki."

Jantung Ja Sung mencelos saat itu juga.

"Kami meminta-"

"Lakukan. Kalau harus di operasi, maka lakukan. Saya akan ke sana sekarang juga."

Sambungan terputus setelah pihak tersebut menyebutkan alamat rumah sakitnya. Ja Sung meremas stir mobilnya kuat.

"Saya akan temukan 4 anak itu segera."

"Kau boleh pergi. Aku harus menghubungi Mi Do."

Orang itu keluar dari mobil dan membungkuk sebelum mobil Ja Sung meninggalkan lokasi sepi tersebut. Pikirannya carut marut, bagaimana bisa anak sekecil itu mengalami luka amat parah? Kekerasan? Dia akan jamin siapa pun yang melakukannya pada dua anak manis itu akan menerima akibatnya.

Ja Sung mencoba menghubungi Mi Do. Tapi sambungannya tidak terjawab. Dia mengernyit. Apa Mi Do men-silent ponselnya hingga panggilannya tidak terdengar? Setahunya Mi Do bukan yang membisukan panggilan. Ja Sung mencoba menghubungi Maria, sama saja.

Dia meminggirkan mobilnya. Dadanya berdebar kencang. Dua orang itu tidak bisa dihubungi bersamaan. Tangannya mendadak dingin.

Mi Do!

Tapi yang harus terjadi, maka terjadi. Entah apa kesalahan anak-anak tidak berdosa itu hingga harus mengalami rasa seperti ini? Dalam gelap semua hanya abu-abu. Mereka terjebak. Saat api mulai membakar rumah mereka semakin besar.

Mi Do terbangun tepat ketika dadanya mulai sesak tidak bisa bernapas, dan pandangannya pertama kali adalah api yang mulai membakar setengah panti. Tanpa pikir panjang, dia mulai menggendong Yui dalam peluknya selagi menjerit sekuat yang dia bisa, membangun sisa anak-anak yang sekiranya mampu berlari keluar panti sebelum tempat ini semakin hangus.

Amin Paling Serius [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang