'Ibrahim untuk Syaqira'
______•••______
Hari ini dilangsungkannya acara pernikahan Syaqira dengan Gus Ibra. Rumah Syaqira sudah ramai oleh kerabat dan beberapa tetangga yang sedari malam memasak dirumahnya. Sedari tadi pula, Syaqira tidak dapat tersenyum. Wajahnya terus saja ditekuk hingga beberapa kali Annisa menegur nya.
"Senyum Ira. Kamu ini, manten kok mrengut." Ucap nya.
"Bunda mah! Mana tau rasanya jadi Ira." Ucap Syaqira sembari menatap wajahnya di cermin. Wajahnya telah selesai dirias. Bahkan gaun pengantin nya pun sudah terpasang lengkap ditubuhnya.
"Ira ngga mau nikah bundaaaaa!" Seru Syaqira untuk kesekian kalinya.
"Memang nya bunda ngga kasihan sama Ira? Ira masih bocah piyik gini masa disuruh ngurus suami." Ucap nya.
"Belajar ya," Ucap Annisa seraya tersenyum manis.
"Ish! Bunda mahhh, Ira tertekan lho bund." Ucap Syaqira lesu.
"Apasih kamu, ngga boleh begitu. Katanya sudah ikhlas menerima gus nya." Ujar Bunda Annisa.
"Ya Bunda bayangin aja dehhh." Ujar Syaqira sembari menyandarkan kepalanya pada bahu Annisa.
"Kamu kan sudah mau jadi istri orang ya? Harus nurut apa kata suami, jangan galak-galak sama suaminya. Apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan sama suami kamu harus kamu turutin. Ridho kamu pindah ke Gus Ibra nantinya." Ucap Annisa.
"Bundaaaa!" Rengek Syaqira merasa melow ketika Annisa mengatakan hal tersebut.
"Ya ampun, Ra. Kenapa nangis segala?" Tanya Syafira.
"Kakak ngga ngerti sih jadi Ira! Mana Eira?" Ucapnya menanyakan keberadaan keponakannya.
"Sama abahnya." Balas Syafira ikut bergabung dengan ibu dan adiknya.
"Kenapa pada mewek?" Tanya Syafira yang duduk disamping Annisa, menjadikkan nya perempuan berumur 47 tahun itu duduk ditengah-tengah kedua putrinya.
"Ya sedih kak, kan adek nya mau menikah. Sebentar lagi pun sudah tidak tinggal disini lagi." Ucap Annisa mengulas senyum nya.
"Huahhhh, Bundaaaa! Ngga mau menikah ah! Mau disini saja sama Bunda sama Ayah." Ujar Syaqira melingkarkan kedua tangannya pada tubuh Bundanya.
"Hus kamu ini! Ngga boleh begitu." Tegur Annisa.
"Tuh dek, udah mau ijab kobul lho." Ucap Syafira memberitahu ketika suara penghulu dan Gus Ibra mulai terdengar.
"Ngga bisa dibatalin kah ini?" Tanya Syaqira menatap keduanya memelas.
"Ya ngga bisa lah! Udah deh, ngga usah aneh-aneh kamu." Ucap Syafira.
"Kakkkkk!" Rengek Syaqira.
"Qir, Kakak tau, menikah diusia muda itu ngga gampang, tapi kakak percaya kamu bisa, toh suami kamu sendiri orang yang paham agama. Insyaallah semuanya akan baik-baik aja." Ucap Syafira.
"Apa yang kamu takutkan? Gus Ibra itu baik, apa lagi didikan Kyai Abdullah ngga pernah gagal. Kakak tau betul Gus Ibra gimana." Ucap Syafira yang memang alumni pondok pesantren Al-Hakim.
"Tapi gusnya itu galak, kak." Seru Syaqira.
"Galak kalau didepan santri. Kalau didepan keluarganya memang kamu tau beliau bagaimana?" Tanya Syafira.
"Memangnya kakak juga tau gimana gus Ibra kalau sama keluarganya? Engga kan?" Balas Syaqira.
"Hehh, sudah. Kok malah berdebat lho kalian ini." Lerai sang Bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
IBRA [Sudah Pernah Terbit]
General FictionIni kisah Syaqira yang harus menerima kenyataan jika dirinya akan menikah dengan gus nya sendiri, juga Gus Ibra yang harus membimbing santri Abinya yang kini berubah status menjadi istrinya. Sifat keduanya sungguh berbanding berbalik, Gus Ibra yang...