'Ibrahim untuk Syaqira'
______•••______
Syaqira dilarikan kerumah sakit terdekat. Saat ini ia masih ditangani oleh tim medis. Gus Ibra berdiri didepan pintu UGD dengan cemas. Dirinya tidak tenang. Bayang-bayang Syaqira yang meninggalkan nya membuat Gus Ibra takut. Dia terus berdoa kepada sang illahi agar Syaqira tidak kenapa-kenapa.
Dari ujung lorong, terlihat Umi Hafsah berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Gus Ibra. Beliau begitu khawatir ketika Gus Ibra menelfon nya, memberitahukan jika Syaqira masuk rumah sakit. Beliau syok melihat pakaian Gus Ibra yang sudah dipenuhi darah. Umi Hafsah sampai ngilu melihatnya.
"Bagaimana? Kok bisa begini, Ira dimana?" Tanya Umi Hafsah menangkup kedua pipi putranya.
"Le, menantu ku gimana? Ira ndak apa-apa kan?" Tanya Umi Hafsah mengguncang tubuh Gus Ibra yang menunggu didepan ruang UGD.
"Umi." Gus Ibra menghambur ke pelukan Umi Hafsah. Tangisnya pecah hingga membasahi kerudung yang Umi kenakan. Umi Hafsah mengusap-usap punggung Gus Ibra dengan lembut, hatinya ikut sakit melihatnya.
"Umi, Syaqira."
"Syaqira berdarah-darah. Syaqira lindungin Ibra. Harusnya Ibra yang terluka Umi."
"Innalilahi. Ya Allah, kok Iso?" Tanya Umi Hafsah. Gus Ibra mengurai pelukannya, menceritakan semua kronologi yang baru saja mereka alami. Umi Hafsah menutup mulutnya semakin syok ketika Gus Ibra mengatakan Syaqira rela mengorbankan dirinya.
Umi Hafsah menangis. Ia tidak membayangkan sakitnya menjadi Syaqira. Umi Hafsah tidak pernah terfikirkan jika wali santri itu akan berbuat nekat dengan menyekap dan menyiksa Syaqira. Benar-benar kejam.
"Ibra takut Ira akan pergi, Umi." Ucap Gus Ibra.
"Huss, jangan ngomong begitu. Ndak baik. Sekarang banyakin berdoanya, minta pertolongan sama Allah supaya nduk Ira ndak kenapa-kenapa." Ucap Umi Hafsah menenangkan putranya.
"Ira udah lemas banget Umi. Badannya dingin, pucat. Darahnya keluar banyak. Ibra takut Ira ninggalin Ibra. Ibra ngga bisa tanpa Ira, Umi." Ucap Gus Ibra.
"Istighfar, Le. Berdoa terus. Nduk Ira itu anak yang kuat. Umi yakin, Ira pasti selamat." Ucap Umi Hafsah.
"Luka tusukan nya dalam Umi. Darahnya sampai ngga berhenti-henti."
"Serahkan semua pada Allah. Berdoa sama Allah. Semoga Syaqira diberi kesembuhan, semoga Syaqira ndak kenapa-kenapa." Ucap Umi Hafsah kembali memenangkan putranya.
Tak lama kemudian, seorang Dokter keluar dari ruangan. Gus Ibra bangkit seketika. berjalan menghampiri Dokter itu untuk menanyakan keadaan istrinya.
"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" Tanya Gus Ibra kacau.
"Jantung pasien sempat melemah, pak. Pasien juga kehilangan banyak darah. Untuk saat ini pasien akan kami pindahkan ke ruang ICU karena kondisinya yang belum stabil dan perlu pemantauan secara terus-menerus."
"Saya boleh masuk dok?" Tanya Gus Ibra.
"Silahkan pak. Tapi hanya boleh satu orang saja ya." Ucap Dokter Citra seraya mengulas senyumnya tipis.
Gus Ibra mengangguk mengerti, ia menunggu hingga Syaqira dipindahkan keruang ICU. Umi Hafsah terus menenangkan dirinya, mengusap-usap bahu Gus Ibra dengan lembut agar putranya lebih tenang.
Gus Ibra masuk keruang ICU dengan lemas. Melihat banyaknya alat disana membuat dirinya merinding. Gus Ibra berjalan menuju brankar Syaqira. Terlihat gadis itu tertidur tenang. Gus Ibra menggenggam jemari mungil Syaqira sesekali ia kecup dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
IBRA [Sudah Pernah Terbit]
General FictionIni kisah Syaqira yang harus menerima kenyataan jika dirinya akan menikah dengan gus nya sendiri, juga Gus Ibra yang harus membimbing santri Abinya yang kini berubah status menjadi istrinya. Sifat keduanya sungguh berbanding berbalik, Gus Ibra yang...