'Ibrahim untuk Syaqira'
______•••_____
Tiga hari berlalu, kabar keberadaan Gus Ibra pun belum juga ditemukan. Kyai Abdullah dan Umi Hafsah berkali-kali ke kantor polisi bahkan langsung datang ketempat kejadian dan ikut mencari-cari keberadaan putranya. Namun hasilnya nihil, selama tiga hari ini mereka belum menemukan Gus Ibra.
Begitupun Syaqira. Sudah tiga hari ini Syaqira menjadi anak yang pendiam dan sering melamun. Tubuhnya terlihat lebih kurus dari sebelumnya, bahkan saat pengambilan jatah makan pun Syaqira tidak mengambil nya. Dindalem pun tidak mau makan, Umi Hafsah sampai khawatir pada menantunya itu.
Tidak ada yang mengganggu Syaqira. Biasanya santriwati yang sering berjulid pada Syaqira pun berubah peduli padanya, sesekali mereka menawari makanan namun hanya dibalas gelengan oleh Syaqira. Marisa dan Fahira memilih diam, mereka yang sering mencari ribut dengan Syaqira saja memilih mengalah dan tidak mau mengganggu Syaqira.
Syaqira yang duduk didepan asrama itu sedikit terkejut mendengar suara Atika dan Lisa yang memanggil namanya. Syaqira menolehkan kepalanya menatap kedua temannya yang berjalan kearahnya.
"Syaqira, jajan yuk! Aku udah dapat uang kiriman loh. Aku kan udah janji mau gantian traktir kamu. Yuk! Kita beli bakso didepan." Ucap Lisa menghampiri Syaqira.
"Iya Qir, kamu mau jasuke kan? Aku yang traktir deh. Aku dapat komisi dari Lisa karena bantuin dia kerjain tugas." Balas Atika seraya menunjukkan uang yang berasa ditangannya.
"Aku belum lapar." Jawab Syaqira yang membuat kedua temannya menurunkan bahu seketika.
"Yahh, kamu dari kemarin jawabannya itu terus. Kamu belum makan Ira, aku tau! Mba Jannah yang bilang kalau sedari kemarin kamu ngga ambil jatah makan. Kamu ini memang nyiksa diri kok." Ucap Lisa.
"Pokoknya harus ikut!" Seru Lisa menarik lengan Syaqira.
"Aku ngga nafsu, Lis." Ucap Syaqira berusaha menolak ajakan keduanya. Tangannya bergerak melepaskan cekalan Lisa dari lengannya.
"Qir, nafsu ngga nafsu harus dipaksa. Kamu mau nanti sakit?" Ucap Lisa menatap Syaqira serius.
"Udah angkut aja ini anak, kebanyakan ngeyelnya." Ucap Atika mendorong tubuh Syaqira agar mau melangkah. Mereka berdua memaksa Syaqira agar ikut makan dengan nya, tentu saja Atika dan Lisa khawatir. Sudah hampir tiga Hari Syaqira tidak mengisi perutnya dengan kenyang. Bisa-bisa anak itu akan ngedrop kalau tidak makan.
Mereka keluar dari pesantren dengan mudah. Entah apa yang dilakukan oleh Fahira dan Atika hingga diperbolehkan keluar di jam ini. Ketinganya melangkah menuju warung bakso yang letaknya tidak terlalu jauh dari area pesantren.
"Nahh, Ira. Ini bakso spesial kesukaan kamu to?." Ucap Lisa menyerahkan satu satu mangkuk bakso untuk Syaqira.
"Terimakasih." Jawab Syaqira mengulas senyum tipis nya.
"Iya. dimakan ya, biar balik berisi lagi." Ucap Lisa terkekeh pelan. Tangannya bergerak menarik sambal didepannya.
"Aku kalau keluar pondok begini jadi keinget Gus Ibra." Celetuk Syaqira yang membuat kegiatan kedua temannya itu terhenti. Mereka kompak saling pandang lalu menatap Syaqira sendu.
"Qir, kami minta maaf. Kami ngga maksud bikin kamu keinget Gus Ibra." Ucap Atika.
"Ngga apa-apa, Tika. Kalian ngga salah." Jawab Syaqira terkekeh pelan.
Kedua mata bulat itu rasanya semakin berat akibat sering ia gunakan untuk menangis. Syaqira menatap kedua temannya dengan senyum tipisnya.
"Terimakasih udah selalu ada buat aku. Kalau ngga ada kalian, mungkin aku masih ngga bisa seperti ini. Ditinggal sama Gus Ibra ngga mudah buat aku, apa lagi Gus Ibra ngga akan kembali lagi kesini. Aku ngga tau seberantakan apa nantinya." Ucap Syaqira.
KAMU SEDANG MEMBACA
IBRA [Sudah Pernah Terbit]
General FictionIni kisah Syaqira yang harus menerima kenyataan jika dirinya akan menikah dengan gus nya sendiri, juga Gus Ibra yang harus membimbing santri Abinya yang kini berubah status menjadi istrinya. Sifat keduanya sungguh berbanding berbalik, Gus Ibra yang...