'Ibrahim untuk Syaqira'
______•••______
Suasana malam begitu sunyi, sebab hampir semua santri dan pengurus sudah beristirahat. Berbeda dengan Syaqira yang berlari tergesa dengan keringat yang bercucuran. Kaki kecilnya berlari hingga suara lantai dan tapak kakinya terdengar nyaring. Tujuannya saat ini adalah menuju asrama pengurus.
"Assalamu'alaikum, mba Jannah...mba ini Ira." Salam Syaqira diasrama pengurus. Syaqira berniat meminta tolong pada Mba Jannah untuk menghubungi kedua orang tuanya.
Lama Syaqira menunggu, namun para pengurus pondok tidak ada yang keluar menemui dirinya. Tanpa babibu, Syaqira berlari menuju ndalem. Tujuannya adalah meminta bantuan pada Gus Ibra. Semoga saja lelaki itu belum tidur, sehingga dapat membantu dirinya.
"Assalamu'alaikum, Gus Ibra. Umiii...ini Ira." Ucap Syaqira mengetuk pintu rumah kyai Abdullah.
"Abi, Umi...tolong buka pintunya." Pinta Syaqira terus mengetuk pintu rumah itu. Bahkan air matanya tak berhenti keluar membasahi kedua pipi tembamnya.
Tak lama, pintu rumah itu terbuka menampilkan lelaki berperawakan tinggi dengan sarung dan kaos hitam yang melekat ditubuhnya. Lelaki yang sepertinya terbangun gara-gara Syaqira itu menatap Syaqira dengan kedua alis yang bertaut.
Melihat air mata yang mengalir dipipinya membuat Gus Ibra khawatir pada Syaqira, lelaki itu menatap keadaan dibelakang Syaqira, sepi. Sepertinya Syaqira datang ke ndalem sendirian.
"Ada apa, Ira?" Tanya Gus Ibra.
"Gus....Bunda." Adu Syaqira.
"Ayo, masuk dulu ya." Ucap Gus Ibra mempersilahkan Syaqira masuk kedalam rumah. Syaqira berjalan dibelakang gus Ibra dengan nafas yang memburu, bahunya naik turun akibat isak tangisnya.
"Sana, kekamar dulu! Saya mau ambil air minum." Titah Gus Ibra yang diangguki oleh Syaqira. Buru-buru Syaqira memasuki kamar Gus Ibra lalu mendudukkan dirinya diranjang Gus Ibra.
Tak lama kemudian Gus Ibra datang membawakan segelas air minum untuk Syaqira, lalu memberikan pada gadis itu yang malah menggelengkan kepalanya dengan tangis yang kian terdengar.
"Minum dulu, Ira! kamu habis nangis, pasti sakit tenggorokan kamu." Ucap Gus Ibra seraya mengusap air mata Syaqira. Syaqira menuruti perkataan Gus Ibra, ia mengambil segelas air itu lalu dengan tergesa meneguk air itu.
"Kenapa kok malam-malam nangis begini, hm?" Tanya Gus Ibra mendudukkan dirinya disamping Syaqira.
"Gus Ibra, tolong telfonkan Bunda." Pinta Syaqira.
"Malam-malam begini? Bunda pasti sedang istirahat, Ira. Kenapa harus telfon bunda? Ayo sini cerita sama saya." Ucap Gus Ibra seraya mengusap-usap punggung kecil Syaqira.
"Ira mimpi gus, Bunda ngga mau sama Ira lagi karena Ira sering nakal dipesantren. Bunda sama Ayah pergi sama Kak Syafira, katanya ngga mau sama anak nakal seperti Ira gus, hiks tolong gus." Ucap Syaqira menangis sesenggukan, dirinya duduk bersila diatas kasur Gus Ibra dengan kedua pipi yang basah akibat air mata yang terus mengalir.
Gus Ibra tersenyum mendengarnya, mengusap kepala Syaqira dengan lembut seraya terus menenangkan Syaqira yang belum meredakan tangisnya.
"Tapi ini sudah malam, ning. Besok pagi saja ya." Ucap Gus Ibra merasa tidak enak jika harus menghubungi mertuanya malam-malam begini.
"Ngga mau gus, Ira mau minta maaf sama Bunda,....Bunda pasti bangun kok kalau telfonnya bunyi." Isak Syaqira.
"Yaudah, saya telfon dulu. Tapi kalau tidak diangkat besok pagi lagi ya telfon nya?" Ucap Gus Ibra yang diangguki oleh Syaqira.
KAMU SEDANG MEMBACA
IBRA [Sudah Pernah Terbit]
Ficção GeralIni kisah Syaqira yang harus menerima kenyataan jika dirinya akan menikah dengan gus nya sendiri, juga Gus Ibra yang harus membimbing santri Abinya yang kini berubah status menjadi istrinya. Sifat keduanya sungguh berbanding berbalik, Gus Ibra yang...