'Ibrahim untuk Syaqira'
______•••_____
Hari ini hari keberangkatan Gus Ibra ke pesantren At-Taqwa. Kedua orang tua Gus Ibra dan juga Syaqira sedari tadi sibuk berpamit-pamitan. Syaqira dengan raut cerianya memandang Gus Ibra yang tengah menyalimi kedua orang tuanya.
Syaqira membayangkan betapa nikmatnya nanti ketika Gus Ibra pulang ke pesantren Al-Hakim. Sudah ia pastikan, hari-harinya akan damai karena pemberian Gus Ibra.
"Kenapa senyum-senyum?" Tanya Gus Ibra ketika dirinya sudah berdiri tepat didepan Syaqira.
"Jangan lupa susu strawberry satu dus nya." Ucap Syaqira yang mengundang tawa.
"Iya, pasti aku bawain. Kamu dirumah baik-baik ya, jangan ngeyel. Nurut sama Abi sama Umi, jangan bikin ulah lagi, jangan manjat-manjat pohon lagi, jangan suka bolos. Yang terpenting, jangan lupa sholat lima waktunya." Ucap Gus Ibra.
"Jangan berantem lagi, jangan suka melawan Ustadzah sama Ustadz disini. Jangan suka membohongi kakang pondok yang jaga didepan. Pokoknya ini banyak jangan-nya. Harus jadi yang baik, sebentar lagi lulus kan? Belajar yang rajin, soal hafalan, nanti biar dijaga Umi sama Abi langsung ya. Maaf tidak menemani kamu hafalan." Ucap Gus Ibra.
"Ngga apa-apa kok. Ira janji, waktu Gus Ibra pulang kesini, Ira udah selesai tiga puluh juz." Ucap Syaqira.
"Saya pegang lho janjinya." Ucap Gus Ibra.
"Iyaaaaa!" Jawab Syaqira.
Gus Ibra tersenyum mendengarnya, dirinya mengulurkan tangannya yang disambut oleh Syaqira. Gadis itu mencium punggung tangan serta telapak tangan Gus Ibra. Gus Ibra beralih mengusap pucuk kepala Syaqira dengan sayang. Tangan kekarnya kini menangkup kedua pipi Syaqira, mengecup kening Syaqira lama sembari mendoakan istrinya.
"Aaaaa, Gus Ibra jangan begini, Ira jadi ngga mau jauh-jauh dari Gus Ibra." Ucap Syaqira seraya menghentakkan kedua kaki kecilnya ketanah.
"Sini peluk dulu, nanti kalau kangen ngga bisa peluk lagi lho." Ucap Gus Ibra menarik Syaqira kedalam pelukannya. Syaqira melingkarkan tangannya pada punggung Gus Ibra, memeluk lelaki itu dengan erat.
"Aku pergi dulu ya? Kamu kalau kangen langsung ke ndalem, ambil hp nya dikamar aku, lalu telfon aku. Tapi ingat, hp nya ngga boleh dibawa ke asrama. Dindalem jangan keseringan main hp, ingat ngaji." Ucap Gus Ibra.
"Iya, nanti Ira ke ndalem empat kali sehari. Pagi kesini, siang kesini lagi, lalu sorenya kesini, malamnya juga kesini. Ira telefon Gus Ibra sampai pulsa gus Ibra habis." Ujar Syaqira.
"Ngga apa-apa. Aku rela isi pulsa setiap hari asal bisa telefonan sama kamu terus." Ucap Gus Ibra sembari terkekeh pelan.
"Bucin sekali, anak Abi ini." Celetuk Kyai Abdullah yang membuat Gus Ibra menyengir menatap beliau.
"Yasudah, Ibra berangkat ya Abi, Umi." Ucap Gus Ibra kembali menyalami dan memeluk kedua orangtuanya.
"Hati-hati yo, Le. Kalau sudah sampai, nanti kabari kami. Kalau ada apa-apa bilang biar langsung kami susul kesana." Ucap Abi.
"Abi ini, Ibra sudah besar. Sudah bisa jaga diri sendiri." Ucap Gus Ibra terkekeh kecil.
"Mas Ibra, jangan lupa makan. Walaupun sibuk disempatkan makan, biar ada tenaga dan ngga gampang sakit." Ucap Umi Hafsah.
"Siap Umi," Jawab Gus Ibra seraya memeluk dan mencium pipi Ibunya.
Gus Ibra beralih memeluk Syaqira. Kini lebih erat dari pada sebelumnya, bahkan rasanya Gus Ibra ingin memeluk Syaqira lebih lama karena setelah ini mereka tidak akan bertemu. Gus Ibra merasa hari-hari disana akan terasa hampa nantinya ketika tidak bersama sang istri tercinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
IBRA [Sudah Pernah Terbit]
Ficção GeralIni kisah Syaqira yang harus menerima kenyataan jika dirinya akan menikah dengan gus nya sendiri, juga Gus Ibra yang harus membimbing santri Abinya yang kini berubah status menjadi istrinya. Sifat keduanya sungguh berbanding berbalik, Gus Ibra yang...