BAB 10

21.7K 856 12
                                    

Hari ini tanggal 21 Oktober dimana para pengurus pesantren tengah sibuk mempersiapkan untuk memyambut acara hari santri di pesantren. Malam nanti pun, acara pengajian memperingati hari santri akan digelar. Maka dari itu, baik Gus Ibra maupun Kyai Abdullah tengah sibuk membantu para abdi ndalem dan pengurus pesantren.

Sedangkan santri-santri diasrama tengah disibukkan dengan perisapan pentas seni yang akan digelar setelah Apel Hari Santri. Seperti santriwati yang berada dikamar Khadijah, kamar yang berisikan dua belas orang itu tampak ramai dengan suara-suara bising yang berasal dari Syaqira dan Marisa. Keduanya sibuk meributkan ide yang sudah ditetapkan.

Sebenarnya, sejak kemarin pun Zahwa sudah membahas ini dan mereka menyetujui ide Zahwa jika kamar Khadijah akan menampilkan drama, hanya saja hari ini Marisa menolak dan mengusulkan untuk menampilkan dance. Tentu saja ditolak oleh teman-temannya karena tidak masuk diunsur tema.

"Aku bilang drama aja! Itu udah paling bener kalau sesuai tema. Dari pada dance-dance mu itu!" Sungut Syaqira.

"Udah ngga top! Yang trend sekarang itu dance-dance begitu, pasti semua orang suka liatnya." Semprot Marisa.

"Ngga masuk di temanya Risaaaaa! Orang temannya tentang santri gimana sih." Ucap Syaqira lelah dengan Marisa.

"Iya lho tapi, kalau sesuai tema ya drama aja tentang keseharian di pesantren." Ucap Zahwa.

"Tau! Si Marisa mah mana tau begituan, dia taunya goyang dombret doang." Balas Syaqira.

"Norak kalian semua, sekarang itu jamanya udah beda!" Ucap Marisa.

"Lagian ya, kalau mau tampil drama itu mepet kita cuma punya waktu hari ini doang buat latihan." Ucap Marisa lagi.

"Ck! Kamu ngga tau apa-apa Marisa. Liat, kami sudah buat dialognya. Ambil aja poin-poin nya, waktu dipanggung nanti ngga harus sama seperti yang kita tulis." Ucap Lisa.

"Makanya habis ini latihan, ngga usah sibuk bahas dance kamu itu." Ucap Atika menatap sebal Marisa. Marisa yang kalah telak pun memilih diam dan mengikuti apa yang sudah difiks kan. Disini ia tidak memiliki sekutu untuk membalas Syaqira dan teman-teman nya.

Tiba saat pembagian pemeran, mereka memilih Marisa untuk menjadi pemeran antagonis. Melihat Itu Marisa melotot tak terima.

"Ngga mau!" Tolaknya.

"Suruh aja Syaqira, dia cocok kalau jadi tokoh antagonis." Ucap Marisa.

"Apa kamu bilang?!! Kamu tuh yang udah dari sananya antagonis, kenapa nunjuk-nunjuk aku?!" Balas Syaqira tidak terima.

"Cantik lemah lembut gemulay gini disuruh jadi tokoh antagonis, ngga epic sekali." Ucap Syaqira.

"Udah deh Marisa, kamu saja! toh kamu emang seperti anak nakal, pasti nanti kelihatan natural." Ceplos Aqila.

"Maksud mu Qil?!!" Pelotot Marisa.

"Hehe, maaf-maaf." Cengir Aqila sembari mengangkat kedua tangannya merasa takut dengan Marisa yang seolah siap menerkamnya.

Syaqira yang mendengarnya sudah tertawa terbahak sedari tadi. Memang ya, Aqila paling top kalau bicara jujur.

"Aku ngga mau! Males, kalian aja sana yang tampil." Ucap Marisa memilih pergi meninggalkan kamar.

"Wuuuuuu gitu aja marah! Cepet tua kamu Risaa!" Seru Syaqira merasa kesal dengan Marisa yang tidak mau ikut andil dalam drama ini.

"Yaudah, Marisa ngga usah diajak. Anaknya nyebelin." Ucap Aqila.

"Udah, gampang. Nanti biar aku yang bilang sama Marisa. Mungkin dia ngga mau karena baru marah." Ucap Zahwa.

"Dia mah suka marah-marah. Padahal kalau hobi marah-marah itu bisa cepat tua seperti neneknya Cahaya." Ucap Syaqira sembari melirik Cahaya yang sedari tadi memakan kue namun tidak habis-habis.

IBRA [Sudah Pernah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang