BAB29

16.2K 834 21
                                    

Sudah terhitung lima hari Gus Ibra kembali ke pesantren Al-Hakim. Pesantren yang tadinya terlihat berbeda, kini sudah kembali seperti semula. Keceriaan keluarga ndalem sudah kembali, seperti keceriaan Syaqira yang berangsur-angsur sembuh. Tidak ada lagi Syaqira yang murung, adanya hanyalah kebahagiaan yang dirasanya karena belahan jiwanya telah kembali.

Kini, Syaqira dan teman-teman nya tengah menghabiskan waktu senggang dengan berkumpul didepan asrama. Mereka duduk diteras sembari menatap Syaqira, Aqila, Lisa dan Cahaya yang tengah bermain kelereng didepan asrama.

Entah dapat dari mana kelereng itu, mereka tidak tau. Yang jelas, Syaqira datang ke asrama sembari membawa beberapa butir kelereng lalu mengajak mereka untuk bermain kelereng.

"Itu Qir, kamu nyentilnya harus pake tenaga biar kelereng yang pojok bisa keluar." Seru Aqila.

"Aku udah tau, Kamu diem aja! liat keahlian ku main kelereng." Ujar Syaqira berjongkok, memposisikan jemarinya didepan kelerengnya.

"Qir, kalau kelerengnya keluar empat butir aku belikan jasjus!!" Seru Atika.

"Aku pegang omongan kamu ya, kalau sampe berbohong, aku ngga mau temenan sama kamu lagi!" Ucap Syaqira berbalik menatap Atika yang terbahak ditempat nya.

"Satu....dua....hiyahhhh!!" Syaqira menyentil kelereng miliknya hingga mengenai beberapa kelereng yang lain, ada lah sekitar tiga butir kelereng yang keluar dari garis lingkaran.

"Cuma keluar tiga, Aku ngga jadi beliin kamu." Seru Atika dengan gembira.

Sedangkan didalam rumah Kyai Abdullah. Kyai tengah kedatangan tamu, Umi Hafsah yang sempat bergabung pada pembicaraan Kyai Abdullah pun merasa khawatir. Beliau memilih masuk kedalam, duduk bersama kakak iparnya diruang makan.

"Ono opo, Sah? Kok Keliatan  gusar begitu." Tanya Bude Aminah seraya memotong sayuran.

"Ya Allah, mba. Tamunya mas Abdullah itu wali santri disini. Beliau menyampaikan niat nya, melamar Ibra untuk putrinya. Ini ngga bisa dibiarin mba. Aku ndak terima." Ucap Umi Hafsah.

Kebetulan, Gus Ibra yang baru saja turun dari lantai atas mendengar pembicaraan Uminya. Gus Ibra memutuskan untuk menghampiri Umi dan Bude nya.

"Ada apa Umi?" Tanya Gus Ibra mendudukkan dirinya disamping Uminya.

"Le, apa kamu pernah menjanjikan sesuatu pada Zahwa?" Tanya Umi Hafsah begitu khawatir.

"Janji nopo Umi? Ibra ndak pernah buat janji sama Zahwa, sekedar ngobrol saja tidak pernah." Jawab Gus Ibra seraya menggelengkan kepalanya pelan.

"Ya Allah.....tadi papanya Zahwa kesini, melamar kamu untuk dijadikan menantu." Gus Ibra tertegun mendengar nya.

"Bukannya semua warga pesantren sudah tau yo kalau kamu sama nduk Ira iku wes menikah." Ucap Bude Aminah yang kebetulan berada di ndalem.

"Ya itu, mba. Beliau bilang Zahwa siap jadi istri keduanya Ibra. Aku ndak habis fikir sama nak Zahwa. Kok sampe segitunya, padahal Zahwa itu kenal baik sama Ira lho." Ucap Umi Hafsah seraya geleng-geleng kepala.

"Lha terus kepiye? Moso yo nduk Ira mau dimadu. Ora setuju aku." Ujar Bude Aminah menyampaikan pendapat nya.

( Lha terus gimana? Masa ya nak Ira mau dimadu, ngga setuju aku )

"Aku juga ndak mau, Mba. Ngga mau nambah mantu. Abinya Ibra sudah bilang, sudah dijelaskan juga kalau Ibra ini sudah beristri, tidak mungkin menikah lagi. Mas Abdullah malah menawarkan mau mencarikan pasangan untuk Zahwa tadi, tapi ndak tau, gimana tanggapannya." Ucap Umi Hafsah seraya menghela nafasnya panjang.

IBRA [Sudah Pernah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang