'Ibrahim untuk Syaqira'
______•••______
Setelah Syaqira menyelesaikan hukumannya, kini ia beralih ke ndalem karena panggilan dari Gus Ibra. Syaqira duduk dipinggir kasur sembari menunduk takut pada Gus Ibra yang sedari tadi menatapnya tajam.
Gus Ibra menghela nafasnya panjang. Memijat pangkal hidung nya merasa pening dengan sikap nakal Syaqira yang sulit dihilangkan. Gus Ibra beralih kesamping Syaqira, duduk disana sembari menatap Syaqira yang terus saja terdiam.
"Kenapa pukul Zahwa?" Tanya Gus Ibra setelah sekian lama diam.
"IRA NGGA MUKUL ZAHWA!" Sentak Syaqira yang membuat Gus Ibra tersentak kaget.
"Ira mau mukul Marisa tapi Zahwa nya malah berdiri didepan Marisa." Seru Syaqira berapi-api.
"Iya, kenapa harus mukul teman kamu? Kalau kamu tidak berniat memukul Marisa juga ini tidak akan terjadi. Pak Guntur juga tidak akan marah-marah didepan ndalem sampai dilihat santri yang berada di ndalem." Ucap Gus Ibra.
"Kamu mau nyalahin aku sama seperti Ustadzah sama Papanya Zahwa?" Tanya Syaqira.
"Gus Ibra ngga tau jadi Ira, Gus Ibra ngga rasain jadi Ira. Makanya cuma bisa komen aja, bisanya nyalahin doang. Coba sekali-kali kalian liat dari sudut pandang aku! Jangan cuma bisa nyalahin aja." Ucap Syaqira.
"Tapi perbuatan kamu juga salah, Ira." Ucap Gus Ibra.
"Gus Ibra lebih belain Zahwa sama Marisa dari pada Istrinya?" Sungut Syaqira.
"Aku ngga belain siapapun, tapi aku juga ngga membenarkan perbuatan kamu. Sudah berapa kali aku bilang, hm? Jangan berkelahi. Kenapa masih berkelahi? Sesusah itu memangnya menahan emosi?" Ucap Gus Ibra lembut.
"Marisa bilang Syaqira caper, Syaqira ngga beradab. Marisa juga bilang Ayah sama Bunda ngga mendidik Ira. Ira ngga terima, makanya Ira pukul Marisa. Salah? Ira kan belain diri Ira sendiri."
"Mereka bilang Ira malu-maluin keluarga ndalem. Coba Gus Ibra yang dibilang begitu, pasti marah juga kan?" Ucap Syaqira.
"Iya, sayang. Aku tau. Tapi tidak harus pakai kekerasan kan? Coba, sudah berapa kali aku bilang begitu, hm? Berapa kali aku bilang supaya kamu menjaga sikap? Berapa kali aku bilang supaya kamu lebih sabar? Berapa kali aku bilang supaya kamu bisa lebih menahan amarah? Kenapa masih aja berkelahi? Kamu pikir bagus? Engga, Ira." Ucap Gus Ibra.
"Mereka yang mancing duluan Ibra!! Berapa kali aku harus bilang? Kalau mereka ngga cari gara-gara duluan aku ngga akan begini. Aku ngga suka sama orang yang ngatain aku seenaknya. Aku cuma mau nuntut hak aku. Aku punya hak buat protes." Ucap Syaqira.
"Kan bisa dibicarakan baik-baik. Kamu bisa tegur mereka dengan cara yang lebih baik bukan berkelahi seperti itu. Apa lagi sampai mukul Marisa sama Zahwa pakai ember." Ucap Gus Ibra seraya mengusap-usap punggung Syaqira. Mencoba meredakan emosi istrinya.
"Kenapa sih, Gus Ibra belain Zahwa terus? Suka? Gus Ibra ngga ada belain Ira. Gus Ibra marahin Ira terus." Ucap Syaqira dengan berderai air mata.
"Aku ngga bela siapapun, sayang." Ucap Gus Ibra.
"Ngga belain tapi dari tadi mojokin Ira to? Gus Ibra emang udah ngga sayang sama Ira, mau nikah lagi kan? Itu Papanya Zahwa kesini pasti bahas pernikahan kalian kan? Gus Ibra jahat!" Ucap Syaqira ngelantur.
"Tidak ada yang bahas pernikahan!" Tekan Gus Ibra.
"Terus ngapain? Ngapain kesini lagi kalau ngga bahas soal Papa nya Zahwa melamarkan Gus Ibra untuk Zahwa?" Sentak Syaqira.
KAMU SEDANG MEMBACA
IBRA [Sudah Pernah Terbit]
General FictionIni kisah Syaqira yang harus menerima kenyataan jika dirinya akan menikah dengan gus nya sendiri, juga Gus Ibra yang harus membimbing santri Abinya yang kini berubah status menjadi istrinya. Sifat keduanya sungguh berbanding berbalik, Gus Ibra yang...