'Ibrahim untuk Syaqira'
______•••_____
Didalam kamar Khadijah. Mereka terdiam kala melihat Zahwa yang terlihat murung. Tentu saja mereka tau apa penyebabnya. Berbeda dengan Syaqira dan kedua temannya yang baru saja masuk kedalam kamar, dirinya bingung sekaligus penasaran kenapa semua diam dan hanya menatap iba ke arah Zahwa.
"Itu, Zahwa kenapa?" Tanya Syaqira pada Siska.
"Zahwa ngga mau ikut pulang Papanya." Ujar Siska.
"Kenapa ngga mau? Pasti kalau pulang seru deh, jarang juga kan dapat izin dari pondok." Celetuk Lisa.
"Ish! Kalian kan ngga tau, Papanya Zahwa itu galak, nyeremin deh. Kalau kalian ketemu sama Papanya Zahwa palingan bulu kuduk kalian berdiri. Berasa liat hantu." Imbuh Anita.
"Masa begitu sih? Zahwa aja keliatan lemah lembut masa Papanya begitu." Ujar Syaqira.
"Lah, ayah bundamu juga lemah lembut, Qir. Tapi kamu buandelnya minta ampun." Seru Atika.
"Dih sembarangan! Lemah gemulai begini dibilang bandel." Jawab Syaqira menatap kepergian Zahwa. Kompak mereka saling pandang, namun akhirnya menggeleng pelan seraya menaikkan bahunya.
"Kasihan, jadi Zahwa pasti berat banget." Ujar Anita.
Syaqira tidak menjawab ucapan Anita. Dirinya melangkah pergi mengikuti Zahwa yang sudah jauh didepan sana. Langkahnya terhenti ketika Zahwa duduk di kebun pesantren. Terduduk lesu dibawah pohon jambu sembari menyembunyikan wajahnya.
Dapat Syaqira lihat jika bahu Zahwa bergetar, menandakan gadis itu tengah menangis. Syaqira ikutan melow dibuatnya, ia melangkah menghampiri Zahwa lalu mengusap bahu gadis itu dengan lembut.
"Zahwa ngga apa-apa nangis dulu, tapi nanti cerita sama aku, oke? Bagi-bagi biar kamu ngga pusing mikirnya sendirian." Ucap Syaqira.
Ada lah, kira-kira sepuluh menit Zahwa menangis, dan kini tangis nya sudah mereda meninggalkan mata memerahnya. Gadis itu menatap Syaqira dengan sendu.
"Kata temen-temen, kamu ngga mau ya ikut Papa kamu pulang?" Zahwa mengangguk sebagai jawaban.
"Kalau boleh tau, memang kenapa kamu ngga mau ikut?" Tanya Syaqira.
"Kalau dirumah aku ngga bisa bebas. jangankan bebas, keluar kamar aja aku ngga mau. Dirumah rasanya beda, semenjak Papa sama Mama pisah, rumah papa aku udah ngga seperti rumah pada umumnya." Jawab Zahwa.
"Aku ngga betah di rumah, makanya aku minta biar dipondokin. Aku maksa biar Papa mau masukin aku ke pesantren ini. Dengan begitu aku bisa merasa bebas walaupun dipesantren banyak peraturannya. Tapi seenggaknya aku bisa ngerasa punya rumah yang sesungguhnya, Syaqir." Jelas Zahwa.
"Makanya kalau liburan aku kadang milih ngga pulang, karena emang senyaman itu disini."
"Zahwa, tapi ya. Kamu ngga boleh seperti ini, mau bagaimana pun kan dia tetap Papa kamu to? Apa lagi kamu anak tunggal, pasti papa kamu merasa kesepian deh." Ucap Syaqira.
"Kamu ngga tau Qir gimana Papa aku, kalau kamu diposisi aku pun pasti ngelakuin hal yang sama kayak aku." Ujar Zahwa.
"Tapi seburuk apapun itu, dia tetap Papa kamu." Ucap Syaqira.
"Kita tau kan, kalau kamu mau lihat Allah tersenyum sama kamu? Maka yang harus di lakukan itu (birrul walidain) memuliakan kedua orang tua."
"Iya kan? Berbuat baik kepada orang tua, melakukan hal yang bisa bikin orang tua kita gembira, kita juga harus menaati perintah orang tua kecuali dalam maksiat. Aku ngga tau Papa kamu bagaimana, tapi seburuk apapun Papa kamu, itu tetap orang tua kamu yang wajib dihormati, Zahwa. Kalau kamu bisa begitu, aku yakin balasan buat kamu pasti pahala yang guedeeeee bangetttt!" Ujar Syaqira.
KAMU SEDANG MEMBACA
IBRA [Sudah Pernah Terbit]
Ficción GeneralIni kisah Syaqira yang harus menerima kenyataan jika dirinya akan menikah dengan gus nya sendiri, juga Gus Ibra yang harus membimbing santri Abinya yang kini berubah status menjadi istrinya. Sifat keduanya sungguh berbanding berbalik, Gus Ibra yang...