BIMA POV :
Aku sedang duduk di sebuah kursi yang di hiasi dengan kain putih dan bunga.
Di hadapan ku,ada Pak Yahya,ayah Mutia. yang sedari tadi menatapku dengan tatapan yang tidak bisa ku jelaskan.Jantung ku berdegup tak karuan,sedikit sulit untuk ku mengontrol prasaan ini.
Mutia,wanita itu akan menjadi istri ku!
Aku sungguh masih tidak menyangka semua ini terjadi.
Kadang aku berfikir,mengapa aku bisa sangat ceroboh hingga berakhir seperti ini.Entah penyesalah atau apa yang sedikit membuat ku kesal pada diri ku sendiri.
Namun naluri ku tetap berkata aku harus bertanggung jawab atas anak itu.
Itu anak ku.
Darah daging ku.Aku dan beberapa orang di ruangan ini sudah bersiap, kami menunggu kedatangan Mutia di ruangan ini.
Sesekali aku tertunduk dan merenungi apa yang sudah aku perbuat.
Aku menghela nafas panjang sambil memejamkan mataku.
Berharap akan lebih tenang.Aku laki-laki!
Aku tidak boleh menjadi laki-laki bajingan seperti ayahku!
Ucap batinku.Di tengah lamunan ku,tak lama semua orang yang ada di ruangan ini terdengar riuh dan menatap ke satu arah.
Aku ikut mengalihkan pandangan ku, penasaran apa yang sedang mereka lihat dan bicarakan.Ku lihat Mutia berdiri di sana, dengan kakak ipar nya yang berdiri di samping nya.
Aku terpana dengan pemandangan yang ku lihat.Mutia.
Dia sangat cantik dengan gaun pengantin berwarna putih nya.
Tampilan nya sederhana namun tetap membuat nya cantik.
Tak sadar aku menatapnya persekian detik, hingga akhirnya ku memalingkan pandangan ku....
Acara akad nikah berjalan dengan khidmat.
Para tamu yang hadir tidak terlalu banyak, karena ini hanya keluarga dan kerabat dekat dari Mutia.
Dan aku hanya membawa Om Gunawan dan Tante Ros saja.Jantung ku seperti di tusuk duri saat melakukan akad nikah.
Entah apa yang membuat ku merasa sedikit berat melakukan nya.
Acara pernikahan ini tidak berlangsung lama, karena Mutia terlihat sangat kelelahan.Aku Menyuruh nya untuk beristirahat, tidak memaksakan diri untuk pesta ini.
Aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya, dan anakku yang ada di dalam kandungan nya.Wanita itu bersikeras tidak mau ku ajak ke Rumah sakit untuk memeriksa kan diri.
Padahal aku sudah sangat khawatir melihat keadaan nya.
Ingatan ku sesekali seperti melayang jauh ke masa lalu.
Mengingat kejadian itu.
Saat ibu kelelahan dengan kondisi nya yang sedang hamil.
Aku takut sekali hal itu terjadi pada Mutia dan anakku.Aku memejamkan mata cukup kuat untuk tidak terus menurus memikir kan itu.
Sekali lagi,
Dia sangat keras kepala, tidak ingin di bawa ke Rumah Sakit.
Aku tidak bisa memaksa nya.
Dia bilang hanya butuh istirahat dan obat nya masih banyak dari Rumah sakit kemarin.....
Hari ini, Om dan Tante ku pamit untuk pulang.
Mereka harus kembali karena para tukang yang sedang bekerja membangun ruko ku mengeluh belum di beri gaji.Harusnya akupun pulang hari ini, namun batal karna Mutia bersikeras untuk tetap di sini.
Lagi-lagi aku tak bisa memaksa nya, karena di lihat,ia juga baru pulih.
Selama beberapa hari di sini, aku sangat merasa tidak nyaman.
Aku merasa asing, di tambah perlakuan Hamdan kepadaku yang begitu menyebalkan."Aku dengar kau seorang Manager di perusahaan itu? Mengapa hanya memberikan sebuah cincin sebagai mahar untuk adikku?"
Ucapnya dengan lagak yang congkak.
Aku sangat muak melihat tingkah orang itu.
Mengapa dia sama sekali tidak berfikiran bahwa masih untung aku mau menikahi adik nya itu.
Dia berkata seolah aku ini sudah sangat mencintai adiknya dan siap memberikan apapun untuk nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mutia & Bimasena
عاطفيةMutia (Tia) adalah seorang ibu muda berusia 25 tahun yang memiliki satu orang anak. ia selalu di anggap tidak bisa apa-apa dan hanya bergantung pada suaminya. Pada suatu hari Tia harus bercerai dengan suaminya, karena suami nya berselingkuh dengan s...