28. Terancam pingsan

29 13 1
                                    

Sepulang dari sekolah kakak beradik itu pergi dengan menggunakan masker untuk sekedar menghilangkan rasa penat akibat mendengar cibiran serta makian dari teman-teman sekolahnya. Mengenai masalah orang tuanya yang sedang dalam tahap pengintrogasian polisi mereka memilih untuk pergi ke pantai.

Didalam perjalanan Sheina bertanya.

"Kak lo yakin kita nggak pulang dulu?" Tanya Sheina kepada Rafael yang sibuk menyetir di motor sport hitamnya itu.

"Nggak, gue nggak bisa ngeliat papih diseret polisi dek," jelasnya jujur.

"Iyasih gue juga takut, tapi gimana sama mamih?"

"Biarin aja dia juga paling sibuk sama kerjaannya" ucap Rafael cuek.

"Hmm... Yaudah deh terserah kakak aja, Sheina ngikut." Ucapnya pasrah karena bagaimana pun juga mereka satu sekolah tanggung jawab Sheina ada pada Rafael.

Mereka telah sampai ditepi pantai kemudian Sheina turun dari jok motor, saat ini pantai sedang surut hingga makhluk laut pun bisa terlihat dengan mudah. Shenia tersenyum melihat itu.

"Kak kita mancing makhluk laut yuk?" Ajak Sheina excited melihat para benda laut terpampang jelas.

"Ngapain? Nggak,"

"Ish seru juga"

"Ntar kita basah dek,"

"Nggak bakal kalo kita lepas sepatu" ucap Sheina lalu melepaskan sepatunya dan langsung mendekati tepi pantai lalu mengambil benda jenis bintang laut.

"Kak lihat deh, bentuknya lucu ya?" Sheina membolak balik benda itu.

"Hmm... Ada yang lebih lucu"

"Apa?"

"Senyum lo"

Sheina memukul pelan dada Rafael yang sedang memasukkan kedua tangan kedalam saku celana, "Gombal lo kak!" Kemudian kembali melihat bintang laut yang ada ditangannya.

"Hmm dek?" Panggil Rafael pelan.

"Apa?"

"Kalo misalkan papah dipenjara lo kuat buat sekolah?" Tanya Rafael untuk memastikan perasaan gadis itu menghadapi kerasnya pendidikan berbalut kepopuleran lalu Sheina menggelengkan kepala.

"Nggak," jawabnya spontan.

"Kenapa?"

"Gue takut dibully lagi kak, udah cukup gue mimisan." Jelasnya lemah.

"Hmm... Terus mau pindah sekolah lagi?"

"Kalo bisa iya, tapi gue nggak mau pisah sama temen-temen gue, gue bingung." Jelas Sheina seperti apa yang sedang dirasakannya saat ini.

"Yaudah itu berarti lo harus tetep sekolah disitu, meskipun papih sekarang bukan Donatur sekolah lo harus kuat, belajar dan hadapin apa yang kemungkinan terjadi." Tutur Rafael menyemangati.

"Iya kak gue tau, lagian juga lo udah kelas tiga masa mau ikut pindah? Kan nanggung."

"Bener,"

Akhirnya setelah berlama-lama berbincang dipantai sambil memunguti benda laut mereka pun pulang ke rumah dan mendapati suasana rumah yang ramai oleh polisi dan warga yang melihat papih Sheina diborgol. Dikira penanganan sudah selesai ternyata masih saja.

"Saya akan memanggil pengacara! Kalian dengar itu!" Ucap Papih Sheina membela diri.

"Sudah cepat masuk mobil!" Kata polisi memerintah setelah itu mereka pun pergi dengan mobilnya.

"Sheina maafkan papih nak," ucapnya dijendela mobil.

Kini Sheina telah kehilangan orang yang ia sayang, buliran air mata kian membasahi pipi gadis itu. Sementara Rafael mengusap-ngusap pundak Sheina agar bisa lebih kuat menyadari kenyataan pahit ini.

SOPA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang