"Rasanya nggak diganggu itu tenang banget."~ Jingga Senjana ~
Melangkah satu persatu anak tangga, menuju ruang kelas, ia melangkah sembari memikirkan sesuatu yang mengganggu di dalam otaknya. Namun, ia berusaha menepisnya, dengan fokus menatap apa yang ada di hadapannya yaitu jalan, menuju kelas.
Tidak lama kemudian, dirinya tiba di ruangan kelas. Ia segera menempati bangku yang biasanya didudukinya.
Senjana meletakkan tasnya di kursi, lalu membuka tasnya, mengeluarkan bukunya.
Senjana menatap tulisan demi tulisan yang tertera di dalam kertas buram tersebut, membacanya di dalam hati.
Namun, hatinya sangat gelisah. Ia tidak menatap bukunya lagi, melainkan menenggelamkan wajahnya di atas meja. "Ah, gue kenapa kayak gini, sih?" gerutunya.
"Fajar terus!"
"Kenapa bayangan Fajar terus menghantui pikiran gue? Gue harus ngapain sekarang?" gumam Senjana. Ia melihat dalam pikirannya, ada bayangan Fajar yang selalu mengganggu kesehariannya.
"Gue harus cari cara, gimana biar Fajar nggak ganggu gue lagi. Pokoknya gue harus cari cara!" Tekadnya begitu kuat untuk membuat Fajar berhenti mengganggunya, tetapi ia belum menemukan, bagaimana caranya itu?
Ternyata yang ada di dalam pikirannya, tiba-tiba sosok itu sudah tiba di kelas. Memang Senjana dan Fajar sering kali datang paling awal di kelas mereka. Senjana memang bukan anak yang suka menunda-nunda waktu, ia suka datang lebih pagi, terlebih ayahnya yang bekerja di Jakarta, mengharuskan Senjana ikut berangkat pagi bersama ayahnya.
Sementara Fajar memang ibunya memaksanya untuk datang lebih pagi.
Senjana mendengkus kesal, saat melihat kedatangan Fajar di kelas. Senjana kembali menatap bukunya, berpura-pura mengabaikan kehadiran Fajar di kelas.
Fajar menatap Senjana, tersenyum miring, lalu menghampiri meja yang ditempati gadis itu. Fajar tersenyum, lalu menarik buku yang ada di hadapan Senjana. "Woy!" panggilnya, membuat Senjana terbelalak, lalu memukul lengannya.
"Apaan, sih, ganggu aja! Balikin! Gue mau baca!" sahut Senjana dengan ketus sembari melotot ke arah Fajar dengan tatapan yang tajam dan menusuk.
"Pagi-pagi udah marah-marah aja, sih. Nanti cepet tua, loh!"
"Lo kali yang tua," cibir Senjana.
"Dih, enak aja!"
"Mau ngapain lagi, sih? Males tahu gue lo gangguin gue terus. Stop, deh, dari sekarang!"
Fajar menggeleng. "Kalau gue nolak gimana?"
Senjana menggebrak meja. "Kurang ajar! Lo itu kenapa, sih? Hobi banget ganggu gue? Kenapa ganggu terus? Lo suka ya, sama gue?"
Fajar mencebik. "Enak aja! Siapa juga yang suka sama lo. Jangan halu!"
Senjana mendengkus kesal. "Siapa juga yang ngarep lo suka sama gue? Enggak banget, deh! Ogah gue lo naksir gue. Naksir sama pohon sana!" ejeknya, lalu tertawa.
"Sembarangan lagi! Jangan-jangan lo yang naksir sama gue, ya?" tuding Fajar dan menatap Senjana begitu serius.
Senjana memutar bola matanya dengan malas. Ia menyilangkan kedua tangannya di dada. "Eh, situ jangan kegeeran, ya! Siapa yang mau naksir sama cowok kayak lo? Enggak banget, ya, gue naksir sama cowok gila macam lo!" sahutnya dengan ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Campur Gengsi [SELESAI]
Teen Fiction(Fiksi Remaja - Romance - Humor) "Apa sih, alasan lo ganggu gue terus, hah? Gue bosen tahu lo ganggu terus!" gerutu Senjana "Suka-suka gue, lah!" sahut Fajar dengan ketus. "Ih, kok, nyebelin banget, sih! Lo suka ya, sama gue?" tanya Senjana. "Janga...