DA NANG, VIETNAM
2 0 2 3—
"Where's my money?"
Minh, cowok berbadan bongsor yang sudah setengah sadar itu, menarik sebundel uang dari saku jinsnya, lalu melemparnya pada cowok ber-hoodie yang sengaja tidak menyentuh minumannya sama sekali.
"Just count them yourself," Minh berteriak di antara dentuman bass drum yang merambat di dinding-dinding kelab, lalu mengisi gelasnya lagi dengan sebotol Fireball.
Mengedik, cowok ber-hoodie itu menghitung uang yang pasti sudah ditukar Minh di money changer. Semuanya sepuluh juta. Pas. Jaime, nama cowok dengan hoodie itu, sengaja meminta uang dalam rupiah karena dia akan langsung terbang ke Indonesia besok paginya. Urusannya di Vietnam sudah selesai. Turnamen universitas itu sudah dia menangkan untuk tim yang menyewa jasa jokinya. Jaime sendiri tidak peduli kalau reputasi tim yang dia bela anjlok setelah wajah cowok itu tidak bisa ditemukan di daftar anggota. Jaime cuma butuh uangnya.
Cowok itu memang pengangguran setelah lulus SMA dan menolak untuk ikut ujian masuk universitas, tapi dia pergi dari Paris juga dengan satu tujuan: membuktikan kepada Maman-nya kalau dia bisa berhasil meskipun kerjaannya main basket terus.
"Merci," kata Minh kemudian, dengan bahasa Prancis yang kedengarannya... well, siapa, sih, yang nggak bisa bilang merci? Apalagi Jaime baru saja memenangkan timnya. Cowok itu tidak akan heran jika Minh menggunakan seribu satu bahasa untuk mengekspresikan rasa terima kasihnya pada Jaime. Penampilan Jaime malam ini, bahkan menurut Jaime sendiri, tidak mengecewakan. "Great to work with you," kata Minh lagi.
"De rien," balas Jaime. "I gotta go, mate. My flight is in three hours."
"Good luck, boy." Sambil sempoyongan, Minh berdiri dan memberikan pelukan dan tepukan kecil pada punggung Jaime, lalu berbisik ke dalam telinga cowok itu, "One day, Jaime, one day, you're gonna be a star. A really big one."
Lalu, kedua cowok itu berjabat tangan, dan Minh memberikan Jaime seringaian lebar.
"See you when I see you, Guichard."
➖
KAMU SEDANG MEMBACA
Scream & Shout
RomanceSetelah kelulusannya, Jaime memutuskan untuk pergi dari Paris dan tidak kuliah. Cowok itu telah memilih jalan hidup sebagai joki turnamen basket jalanan yang nomaden di Asia, meskipun diam-diam dia masih ingin main di EuroLeague. Tapi perjalanan Jai...