[⚠️]
—
Aku tidak tahu kenapa orang-orang selalu membuat deal di bar, tapi begitulah yang terjadi.
Begitu terbangun, aku langsung menyetir ke By the Beach dan semacam membantai semua orang di sana. Orang yang pertama kali bergerak untuk merekrutku adalah Calvin, kapten tim fakultas Hukum. Awalnya, Calvin berada di opposite team, tapi karena sebentar lagi ada turnamen di By the Beach, cowok itu buru-buru menanyakan apakah aku available bermain untuk timnya, Gasher.
Kubilang, "Mau-mau aja," lalu, "but not for free."
Calvin mahasiswa semester akhir di Basalt, dan, sama seperti Minh, membutuhkan "bribe" untuk mempercepat kelulusannya. Gasher sendiri tim aktif yang sudah lahir sebelum aku, tapi belum mendapatkan satu pun piala sejak empat tahun terakhir. Calvin tertarik dengan tawaranku—uang dibayarkan per game menang, dan semakin mahal semakin sempit bracket. Akhirnya, kami membuat deal di tempat ini, dan Calvin mentraktirku minum untuk merayakan hari pertamaku di Basalt.
Semua yang kubeli malam ini gratis, on the house. Aku sudah minum lumayan banyak, dan akhirnya memutuskan untuk berhenti karena aku harus menyetir pulang sendiri. Calvin? Gee, jangan tanya aku. Kalau bukan karena aku sedang menatap cewek freak di seberang konter itu, mungkin aku sudah izin pulang dengan alasan harus mengembalikan mobil Daniel.
Yeah, ada yang menarik di Dooms-Day malam ini. Sejak kedatangannya, cewek itu hanya memesan segelas Alabama slammer, memasang buds, lalu menatap ponsel dengan serius. Ada interval tiga menit setiap dia melepas buds dan mengambil seteguk Alabama slammer-nya. Belum pernah aku melihat seseorang seperti itu di bar, apalagi Dooms-Day bukan bar untuk minum-minum. Jesus, tempat ini bahkan tidak bisa dibilang bar. Ini kelab malam. Kelab malam yang super-berisik.
Dan cewek itu datang hanya untuk menyumpal kedua telinganya dengan buds.
Oke, nggak bohong, itu agak menarik perhatianku. Untuk beberapa alasan, aku bahkan mulai berpikir cewek itu keren. Paling tidak sampai Calvin menyikut lenganku dan terbahak-bahak. "Is that your type?" tanyanya.
Jawaban untuk pertanyaan Calvin bisa menunggu karena pertanyaan itu datang saat waktunya cewek itu melepas buds. Cuma butuh tiga puluh menit sampai aku hafal cewek itu akan menjilat bibirnya yang merah setelah Alabama slammer itu melewati tenggorokannya. Lalu, cewek itu akan membuat ekspresi mengernyit yang menggemaskan. Lehernya yang pucat bergerak pelan mengikuti cairan yang turun, tapi aku mungkin hanya tertarik pada betapa jenjangnya leher cewek itu, dan bagaimana rasanya jika aku menempelkan bibirku di sana.
Makanya aku selalu menatap cewek itu saat dia melepas buds-nya. Ada yang salah dari game ini. She makes me hard, yeah, tapi ada yang salah. Biasanya semua ini selalu terjadi secara dua arah. Ada cewek yang menatapku, menunjukkan kalau dia bergairah, dan kemudian aku juga akan merasa bergairah. Aku tidak pernah menjadi yang pertama, dan itu membuat kepalaku menjadi agak berisik.
Aku benci dibuat penasaran.
"Don't make that face, Guichard," Calvin tertawa berat. "Prove me you're not going to fail."
Enak saja. Over my dead body.
"I won't," kataku tanpa melihat ke arah Calvin.
"She's leaving," kata Calvin.
He's right. Cewek itu menjatuhkan buds-nya ke dalam genggaman, mencangklong tas, lalu pergi. Menyisakan gelas dan stool-nya yang kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scream & Shout
RomanceSetelah kelulusannya, Jaime memutuskan untuk pergi dari Paris dan tidak kuliah. Cowok itu telah memilih jalan hidup sebagai joki turnamen basket jalanan yang nomaden di Asia, meskipun diam-diam dia masih ingin main di EuroLeague. Tapi perjalanan Jai...