“Persiapannya kurang 60 persen lagi. Palingan setelah pengerjaan minggu depan, perpustakaan desanya udah jadi,” Renan duduk mengemper sembari mengipasi wajahnya menggunakan kertas kardus yang sebelumnya telah digunakan sebagai wadah buku-buku.
“Iya, bener. Bentar lagi KKN kita udah selesai, hehehe,” sahut Shasha dengan antusias. Rupanya perempuan itu sudah tidak sabar untuk mengakhiri semua penderitaan selama di posko.
Memang betul kalau Shasha menganggap semuanya adalah penderitaan, karena baginya yang membuat ia bahagia hanyalah rebahan.
“Masih lama nggak, sih? Kurang 2 mingguan lagi, kan?”
Saat ini anggota kelompok KKN Desa Weringin tengah duduk santai sembari menikmati panasnya terik matahari yang entah kenapa terasa sedikit menyengat dari biasanya. Harusnya siang-siang begini para perempuan memilih untuk pergi tidur atau sekedar nonton drama korea yang sedang happening. Tapi kali ini semuanya disibukkan dengan tugas wajib yang telah lama menanti untuk segera dikerjakan.
“Minum es seger juga nih kayaknya,” ucap Hilman sembari menyentuh lehernya yang rupanya cukup kering karena tak menenggak minuman.
“Beli dong. Gue nitip. Pake duit lo dulu, ya.”
“Aelah, duit gue mulu. Sinilah kumpulin dulu-duit lo semua. Baru deh gue beliin.”
“Kan, diganti, Man.”
“Sama aja, Sel. Gue sayang duit, hahahah.”
“Lo jomblo nggak, Man?” kini giliran Jev yang bertanya.
“Jomblo. Mang napa?”
“Oh pantes nggak ada yang mau. Lo pelit, sih.”
Sontak semua tertawa mendengar opini tak berdasar yang diucapkan oleh Jev barusan. “Makanya, Man, jangan perhitungan. Yang ada cewek-cewek pada kabur.”
“Eh jangan salah. Gini-gini gue idaman cewek-cewek. Coba aja tanya sama cewek-cewek yang ada di sini, pasti pada mau sama gue,” ucap Hilman percaya diri dengan menaikkan kedua alisnya naik-turun.
Jev pun menanggapi kalimat tersebut sambil melihat satu persatu perempuan yang ada di sana. Seolah menanyakan kepada mereka apakah mau dengan sosok Hilman yang tengah rebahan tak jauh darinya.
Namun sepertinya ucapan Hilman tersebuh salah besar. Perempuan di sana justru menggelengkan kepalanya sebagai tanda ketidaksetujuan jika harus dipasangkan dengan sosok Hilman—yang tentu saja berhasil membuat semua penghuni posko tertawa mengejek.
Sungguh Hilman yang malang.
“Lo pada emang suka banget lihat gue teraniaya,” seru Hilman yang memasang wajah seperti paling tersakiti sedunia.
*****
“Lo mau es, nggak?”
Yusuf dan Sella memutuskan untuk balik ke posko lebih dulu di bandingkan yang lain. Alasannya karena Sella ingin buang air besar. Jadi ia meminta Yusuf untuk menemaninya selama di perjalanan agar tidak terlihat seperti orang hilang.
Memang kadang Sella alasannya sungguh di luar nalar.
“Gue belet beol, anjir. Lo malah ngajak jajan es. Lo nggak lihat nih keringet di jidat gue udah kayak apa,” keluh Sella.
“Aturannya lo beol dulu sebelum berangkat tadi.”
“Mana tahu gue kalau kebelet beolnya sekarang. INI KENAPA JADI BAHAS BEOLNYA GUE SIH? LO IKHLAS KAGA NGANTERIN GUE BALIK? KALAU NGGAK, MENDING PUTER LAGI KE ANAK-ANAK.”
Karena kesal, Sella menghentakkan kakinya dengan bibir yang maju setengah senti. Entah kenapa akhir-akhir ini Yusuf terlihat sangat menyebalkan baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, KKN
General FictionKisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selama 30 hari. Tawa, suka, duka dan ketakutan akan menghampiri mereka setiap harinya. Mereka dituntut untuk bisa menyatukan banyak kepala menjad...