Shasha berdiri menghadap mading yang sebelumnya telah Karin buat. Netranya memandang jadwal kegiatan yang akan datang. Setelah acara syukuran yang diadakan kemarin malam, terdapat acara penyuluhan bank sampah yang telah menanti untuk segera dilaksanakan.
Menurut yang Shasha tangkap dari beberapa penjelasan teman-temannya, penyuluhan ini nanti akan digelar di balai desa dan mengundang warga Desa Weringin. Mungkin nanti akan ada beberapa pemaparan yang disampaikan oleh salah satu anggota. Tapi Shasha tidak mau jika sampai ia yang jadi perwakilan.
Mending ia jadi sie konsumsi saja bersama Sella dan Hilman-pilihan yang aman, bukan?
"Sha, bantuin gue nyapu dong. Gue bagian depan, lo bagian belakang."
Perhatian Shasha kini teralihkan ke arah Talia yang tengah memegang sapu lantai. Perempuan itu segera mengacungkan jempolnya tanda kalau ia setuju atas apa yang baru saja Talia perintahkan.
"Eh, Li. Bentar lagi penyuluhan yaa?"
"Kalau di jadwal sih iya. Kenapa?"
"Gapapa, sih. Cuma kok tumben banget nggak ada pengumuman apa-apa dari Renan sama Jendra."
"Mungkin nanti sore baru dirapatin. Lagian kita baru kemaren aja, kan, ngadain syukuran. Rehat dulu bentar. Tadi gue lihat si Karin lagi ngerjain surat-surat peminjaman gitu."
"Lo nggak ngerjain juga?"
"Ngerjain apaan?" ucap Talia bingung.
"Apa kek."
"Oh iya, ada. LO BELOM BAYAR DUIT IURAN BUAT TAMBAHAN BELI TUMPENG YA, SHA. MANA?"
Shasha menepuk keningnya, bisa-bisanya ia menggali lubang kuburannya sendiri. Niatnya, kan, ingin menghindari Talia sementara agar uangnya tetap aman di dompet. Lumayan kalau ditabung buat beli skincare. Memang harinya saja yang lagi apes.
"Iya-iya, ntar gue bayar. Sabar donggg."
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Shasha segera kabur menuju dapur untuk melaksanakan tugasnya. Daripada harus mendengar ocehan Ibu Talia sang bendahara terhormat. Lebih baik ia mengorbankan diri untuk menjadi Upik Abu sementara di dapur bersama beberapa temannya yang lain.
Hilman yang baru saja muncul dengan muka bantal lantas segera menyahut, "Apa, sih, pagi-pagi dah teriak-teriak?"
"Tuh si Shasha belum bayar duit iuran malah kabur!"
Mendengar kata iuran yang disebut-sebut, pelan-pelan Hilman melipir menjauhi Talia. Sebab ia sendiri juga belum bayar lunas.
"Gue baru inget, LO JUGA BELUM BAYAR YA HILMAN PAMBUDI. MANA SINI DUIT LO!!"
"IYA, TAL. NANTI. DUIT GUE DIMAKAN RAYAP."
• • •
"Udah pada kenyang semua, kan?"
Begitulah sapaan pembukaan dari Renan untuk mengawali rapat pagi menjelang siang kali ini. Setelah menyelesaikan semua pekerjaan posko, Renan mengumpulkan semua anggota KKN untuk membicarakan tentang penyuluhan bank sampah yang akan mereka laksanakan keesokan harinya.
"Sebenernya sih belom, Ren. Cuma ya karena gue baik hati dan nggak serakah mau nggak mau gue harus berbagi makanan sama kalian semua."
"Nggak nyambung, Hil. Astaga." Sella memutar bola matanya malas saat menanggapi perkataan Hilman. Laki-laki itu kalau tidak melontarkan kalimat yang tidak jelas, mungkin hidupnya tidak akan tenang.
"Hahaha, yaudah nanti kita makan lagi. Makan siang maksudnya."
Karin dengan laptop yang setia berada di pangkuannya hanya tersenyum simpul. Saat ini ia tengah sibuk mengedit surat peminjaman yang nantinya akan diserahkan ke kelurahan untuk meminjam tempat serta beberapa peralatan seperti sound system, mic, kursi, meja, LCD dan berbagai alat lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, KKN
Fiction généraleKisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selama 30 hari. Tawa, suka, duka dan ketakutan akan menghampiri mereka setiap harinya. Mereka dituntut untuk bisa menyatukan banyak kepala menjad...