⚠️Warning
Disarankan untuk membaca di pagi atau siang hari.-----
Entah ada yang salah dengan dirinya, Karin tidak tahu. Setelah percakapan singkatnya bersama dengan Renan di warung makan, ia menjadi lebih banyak tersenyum. Awalnya Karin tidak menyadari hal itu, sampai celetukan yang diberikan oleh Ajeng membuatnya kembali berpikir.
"Lo lagi seneng yaa? Kok gue perhatiin senyum-senyum sendiri dari tadi?"
Mungkin Karin bisa menjawabnya dengan mudah. Tapi ternyata Karin memilih untuk tidak menjawabnya dan hanya menggelengkan kepalanya pelan.
Beberapa tahun silam saat kejadian tak mengenakan tersebut terjadi, Karin dan Renan memang tidak pernah terlibat suatu urusan. Hal itu diperkuat dengan adanya fakta kalau mereka tidak pernah terlihat bersama. Itulah salah satu alasan yang membuat keduanya kembali menjadi orang asing.
Sampai akhirnya kedua orang itu dipertemukan dalam program kampus, yaitu KKN—Kuliah Kerja Nyata. Walaupun rasa canggung itu masih Karin rasakan hingga sekarang. Setidaknya satu hal yang selalu mengganjal pikiran Karin akhir-akhir ini menemui kata usai.
Malam hari tidak ada yang istimewa, anggota KKN hanya berbincang-bincang ringan dan sesekali ada yang melempar guyonan. Tidak semuanya ikut berkumpul, karena sebagian dari mereka memilih untuk merebahkan diri—mungkin terlalu malas atau lebih tepatnya ingin menyimpan banyak-banyak energi untuk pekerjaan esok hari.
Suasana semakin larut, satu persatu anggota KKN bersiap untuk tidur. Tapi tidak dengan beberapa anggota laki-laki—Jendra, Hilman, Renan, dan Seno. Mereka berlima masih enggan beranjak meninggalkan tempatnya.
"Mau kopi nggak?" tanya Seno yang terlihat akan pergi ke dapur.
"Boleh. Lo yang bikin?" sahut Hilman.
"Gampang, btw pada ngopi semuanya, kan?" Semuanya tampak mengangguk. "Ada yang sesuai pesenan nggak?"
"Punya gue, gulanya banyakin."
"Diabet lo, Jen," ejekan Seno tersebut hanya ditanggapi kekehan ringaan oleh Jendra. Laki-laki itu tidak merasa terganggu sama sekali.
Sembari menunggu Seno yang menyeduh kopi. Keempat orang tersebut kembali terlibat dalam sebuah perbincangan kecil. Hingga Shasha keluar dari dalam kamar, lalu menghampiri mereka dengan muka bantalnya. "Ada yang mau ke belakang nggak? Sekalian anterin gue pipis."
"Di belakang ada Seno."
Mengingat fakta bahwa posko yang mereka tinggali kosong selama waktu 3 tahun, membuat setengah dari penghuni posko merasa takut. Apalagi kalau tengah malam harus melawan rasa buang air kecilnya. Hal tersebut sudah seperti momok yang harus semuanya hindari. Jadi mau tidak mau, anggota laki-laki harus bersedia dimintai tolong untuk sekedar mengantarkan ke kamar mandi.
Sedikit banyak tentang kamar mandi yang berada di samping dapur. Kamar mandi tersebut cukup luas jika dibandingkan kamar mandi pada umumnya. Bak besar berlapis porselen yang berisi air mengalir dari selang terlihat sangat bersih. Bagian bawah kamar mandi hanya beralaskan semen tanpa ubin.
Satu ruang kamar mandi dibagi menjadi dua bagian—untuk mandi dan buang air besar—terdapat tembok di tengah-tengah yang menjadi pembatas. Sedangkan pintunya terbagi menjadi dua.
Pintu pertama menghubungkannya dengan dapur—yang terlihat sangat reot, itulah alasan mengapa anggota KKN sedikit merasa was-was jika sedang mandi. Takut kalau tiba-tiba saja roboh. Kemudian yang kedua, pintu penghubung antara kamar mandi dengan dunia luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, KKN
Ficción GeneralKisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selama 30 hari. Tawa, suka, duka dan ketakutan akan menghampiri mereka setiap harinya. Mereka dituntut untuk bisa menyatukan banyak kepala menjad...