31. One Step Closer ✨

1K 126 31
                                    

Talia mengusap peluh yang membasahi keningnya. Ia tak begitu suka dengan kondisi di tempat ini. Banyak debu yang berterbangan pasca dibersihkan. Tentu saja membuat wajah cantiknya yang tanpa makeup jadi terasa kotor—bisa menyebabkan timbulnya jerawat. Talia sangat benci wajahnya jerawatan. Apalagi jika sudah berbekas. Benar-benar susah untuk dihilangkan, meskipun tidak akan bisa menghilangkan wajah cantiknya yang sudah tercetak jelas sejak lahir.

"Hah, capek banget gue!!!" seru Talia membuat perhatian orang-orang di sekitarnya teralihkan. "Beli minum dong, gue haus nih."

"Pake duit yang ada di kas ya. Kan buat konsumsi progker ini," usul Hilman yang bisa saja membuat Talia kesal. Laki-laki itu sudah susah membayar kas, sekarang justru menyarankan sesuatu yang membuat uang iuran kas KKN berkurang.

"Ngomong lagi coba sini."

"Sekali-kali lah, Tal. Beli es cekek gapapa aslian." Hilman masih terus berusaha.

"Nggak ada ya, Hilman. Kita tuh harus menghemat. Bahan pokok mahal!"

"Apanya yang mahal, Tal. Kan, kita lagi ada di desa pelosok. Semua bahan pangan murah di sini daripada di kota yang harganya selangit," kini giliran Sella yang menyahuti. Sepertinya perempuan itu juga lagi ingin beli minuman tanpa mengeluarkan uang dari kantong pribadinya.

Mendapati Sella yang memberikan lampu hijau, membuat Hilman mengangkat sebelah tangannya dan mengisyarakatkan agar Sella bertos ria dengannya.

"Gue suka deh kalau lo begini." Hilman tertawa bahagia.

Sella berbisik, "gue haus soalnya tapi ogah ngeluarin duit."

Renan berdiri, karena tidak mau mendengar pertengkaran part kesekian, akhirnya mau tidak mau ia mengambil inisiatif. "Biar gue aja yang beliin."

Kabar baik itu tentu disambut bahagia oleh yang lainnya. Terutama Hilman yang dari tadi mempelopori gerakan beli minum tanpa harus membayar. Laki-laki tengil itu bahkan sampai bersorak dengan mengucapkan, "Hidup Renan. Hidup Renan. Hidup Renan," sebanyak tiga kali.

"Sekalian sama makanannya, ya."

Ucapan tanpa tau malu itu langsung mendapatkan toyoran dari Talia. "Tau diri, Nyet."

"Bilang aja kalau lo juga mau."

"Ya.... kalau dibeliin sih nggak nolak."

Suara sorakan semakin membuat gendang telinga Renan berdenging. Laki-laki itu tidak tahan dengan tingkah hiperaktif teman-temannya. Sabarkan saja, KKN selesai tinggal sebentar lagi. Tahan dulu, batinnya mulai berteriak.

"Rin, ayo," ajak Renan.

Di sinilah sekarang keduanya berada. Renan dan Karin berdiri di depan sebuah warung yang menjual berbagai kebutuhan rumah tangga. Mulai dari makanan ringan, minuman kemasan sampai bahan-bahan makanan seperti sayuran, penyedap rasa, lauk pauk dan lain sebagainya.

"Eh ada Nak Renan sama Nak Karin, ada apa?" sapa Ibu pemilik toko.

"Kita mau beli es teh, 6 ya bu. Dibungkus saja."

Setelah memesan minuman, keduanya duduk di depan warung yang sudah disediakan. Karin seperti mengalami dejavu dan kalau diingat-ingat kembali, ia dan laki-laki itu memang pernah melakukan hal yang sama. Tepat beberapa minggu sebelumnya.

"Capek banget kuping gue, Rin dengerin mereka berantem mulu. Pulang dari sini kayaknya gue perlu ke THT sih buat periksa," canda Renan diselingi dengan kekehan ringan.

"Tapi kalau nggak ada mereka, nggak bakal rame."

"Iya, sih. Kayaknya nanti setelah KKN selesai, gue bakal kangen sama momen-momen ini."

Dear, KKNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang