Pagi ini anggota KKN Desa Weringin berhasil digemparkan dengan kedatangan dosen pembimbing yang tak lain dan tak bukan adalah Bapak Jarot tercinta. Renan memang sudah mendengar tentang kedatangan beliau dari teman KKN yang dosen pembimbingnya sama. Tapi ia tak mengira bahwa Pak Jarot akan datang sepagi ini. Itulah sebabnya semua jadi kalang kabut. Ditambah lagi keadaan posko yang masih berantakan. Banyak barang-barang yang tak tertata rapi.
Namun ada yang patut untuk diuntungkan, Jendra dan Yesmin sudah lebih dulu sampai di posko kemarin.
“Bagaimana kalian selama tinggal di sini? Udah jalan 2 mingguan, kan. Nyaman nggak?” Terdengar basa-basi, tapi pertanyaan semacam ini sangat patut untuk ditanyakan.
“Kalau tinggalnya di hotel berbintang, kita nyaman-nyaman aja, Pak,” ucap Hilman dibarengi dengan kekehan teman-temannya yang lain. Begitu pun juga dengan Pak Jarot yang ikutan tertawa mendengar candaan dari anak bimbingannya itu.
“Di depan sana tadi Bapak lihat ada rumah bagus. Kayaknya lagi disewakan. Kenapa nggak ambil yang sana aja?”
“Biaya sewanya mahal, Pak. Kita masih butuh dananya untuk kebutuhan yang lain juga. Rumahnya juga nggak begitu luas, Pak. Kita bakal rugi kalau nyewa 2 rumah.”
Yang dibilang Jendra benar. Jadi daripada menyewa 2 rumah. Mending sewa satu rumah yang lumayan besar dan bisa menampung semua anggota KKN. Meskipun ada jurignya. Tidak masalah, mereka bisa menanggungnya bersama-sama.
“Progres KKN kalian sudah sampai berapa persen? Warganya juga bisa diajak kerjasama, kan?”
“Syukurnya semua warga pada dukung kegiatan kita, Pak. Untuk progresnya mungkin masih 50%. Kebetulan juga besok kita lagi ada acara pilah sampah. Dan kalau dilihat sejauh ini warga sudah paham sama apa yang kita sampaikan waktu penyuluhan kemarin,” papar Renan diselingi dengan satu senyuman simpul.
“Saya senang kalau warga juga korporatif. Kira-kira ada yang mau kalian tanyakan terkait kegiatan KKN ini?”
Renan memperhatikan temannya satu-persatu, mencoba mencari dari wajah-wajah itu yang mungkin ingin menanyakan sesuatu. Tapi semuanya justru hening. Tak ada yang mengeluarkan suaranya kembali. Antara takut untuk bertanya atau memang tidak ada lagi hal yang perlu ditanyakan.
“Sepertinya teman-teman sudah cukup jelas, Pak, selama menjalani progker ini. Tinggal bagaimana kita menyesuaikannya dengan warga sekitar.”
“Bapak senang kalau nggak ada pertanyaan gini. Artinya mahasiswa Bapak sudah paham betul apa yang seharusnya mereka kerjakan. Dan Bapak lihat proposal kalian kemarin sudah sangat baik. Tidak ada banyak revisi juga. Tapi kalau kalian benar-benar ingin menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan progker, jangan sungkan-sungkan. Bapak siap untuk membantu. Asal jangan hubungi Bapak lebih dari jam sepuluh malam, ya.”
Pak Jarot terkenal dengan pembawaan yang sangat tenang. Meskipun begitu, banyak mahasiswa yang segan dengan beliau. Apalagi kalau sudah mengajar, jangan ditanya seserius apa Pak Jarot, mahasiswanya saja bisa dibuat diam seribu bahasa jika tengah menjelaskan. Untungnya beliau tidak begitu pelit soal nilai dan di luar dari urusan mengajar, beliau bisa berinteraksi layaknya seorang teman bagi mahasiswanya.
**********
Pasca percakapan itu terjalin tak lama Pak Jarot pamit untuk undur diri. Jendra sebelumnya juga sempat bertanya tentang bagaimana mendekatkan diri ke warga sekitar. Dan jawaban dari Pak Jarot pun sudah mereka lakukan sebelum ini.
“Mas, warga itu pasti sukanya kumpul bareng. Terus diajakin ngobrol. Coba Masnya sekali-kali ikut kegiatan pos ronda. Pasti mereka pada suka. Yang cewek-cewek juga bisa ikut PKK. Kalau nggak ada PKK, ikut kumpulan Ibu-ibu yang lain.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, KKN
General FictionKisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selama 30 hari. Tawa, suka, duka dan ketakutan akan menghampiri mereka setiap harinya. Mereka dituntut untuk bisa menyatukan banyak kepala menjad...