Berhenti di sebuah warung salah satu rumah warga, Jendra dan kawan-kawan memutuskan untuk membeli beberapa botol minuman untuk melepas dahaga. Mengingat selama perjalanan mereka semua tidak mengistirahatkan diri untuk sekedar melepas penat.
Tadi sewaktu mereka melewati gapura yang bertuliskan 'Selamat Datang Di Desa Weringin' seketika membuat banyak pemikiran muncul di kepala mereka. Mulai dari akses jalan yang masih sempit sehingga hanya sepeda motor saja yang bisa masuk--untungnya Jendra sempat menyarankan untuk tidak membawa mobil. Hingga penerang yang terdapat pada setiap sisi jalan.
Jika pemukiman pada umumnya sudah memiliki lampu sebagai penerangan, berbeda sekali dengan tempat yang saat ini sedang mereka tuju. Di sepanjang sisi jalan justru banyak sekali obor bekas pakai. Kemungkinan besar obor tersebut digunakan sebagai sarana penerangan. Itu artinya desa ini masih jauh tertinggal.
"Permisi, Bu. Kita jadi ambil airnya 11 botol. Harganya berapa?"
"Tiga puluh tiga ribu, nak totalnya."
"Ini, Bu." Jendra menyerahkan satu lembar uang 50.000 dari dalam dompetnya.
"Ini kembalianya tujuh belas ribu yaa. Oh iya, ini kalian asalnya dari mana? Soalnya kalau ibu lihat-lihat kalian bukan berasal dari daerah sekitaran sini."
Saat ini yang bertugas untuk membeli minuman hanya Jendra dan Yesmin, sementara yang lain menunggu di tepian jalan dekat pohon rindang. Katanya biar sekalian istirahat.
"Iya, Bu. Kita memang bukan dari sini. Kita dari kota. Rencananya kita ke desa ini untuk survei lokasi," sahut Yesmin dengan seulas senyum di bibirnya.
"Survei apa ya?"
"Kkn, Bu."
"Oh, mahasiswa dari kota itu? Kemarin-kemarin sempat heboh di sini, katanya bakal ada anak KKN. Ibu pikir itu berita bohongan. Ternyata memang beneran ada. Soalnya bukan apa-apa, Nak. Dulu sempat ada berita anak KKN begini. Tapi ternyata nggak jadi. Jarang-jarang desa ini dijadikan sebagai lokasi KKN."
"Hehe, iya. Kita memang rencananya tidak bertemu lebih dulu dengan Pak Lurah. Niatnya mau nanya-nanya langsung sama warga sekitar."
"Kalau begitu kalian bisa tanya-tanya sama suami ibu dulu..." tawar pemilik warung yang baru diketahui bernama Ibu Mawar.
"...ayo sini masuk, sekalian ajak temen-temennya."
Mendengar penawaran dari Ibu Mawar membuat Yesmin yang berdiri di samping Jendra meminta ijin untuk menghampiri yang lain.
Dengan membawa beberapa botol minuman di tangannya, Yesmin menghampiri mereka dan segera mengatakan kalau saat ini sudah ada warga yang bersedia ditanyai lebih lanjut tentang keadaan Desa Weringin. Mereka semua tentu saja senang, ini seperti sekali dayung dua pulau terlampaui, membeli minum dapat sekalian juga warganya.
Di dalam ruang tamu yang berukuran tidak lebih besar dari 4x6 m telah berkumpul sebelas mahasiswa dan pemilik rumah. Renan selaku ketua KKN berinisiatif untuk membuka perbincangan kali ini.
"Bu, sebelumnya kami ingin meluruskan terlebih dahulu maksud kedatangan kami ke sini yaitu untuk survei lokasi kegiatan wajib kampus, KKN. Sebelum kita menghadap ke Pak Lurah, kita berniat untuk menanyakan sebagian besar tentang keadaan, kekurangan atau sekiranya yang ingin desa ini capai kepada warga sekitar. Dan kebetulan sekali Ibu berkenan untuk kami tanyai lebih lanjut tentang desa ini," jelas Renan. Sementara yang lain menyimak dengan tenang.
"Kebetulan suami ibu di sini itu ketua RT. Jadi lebih enak kalau kalian bicara sama beliau."
"Wahh, kebetulan sekali kalau begitu," Seno berseru senang dan diangguki oleh yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, KKN
Ficción GeneralKisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selama 30 hari. Tawa, suka, duka dan ketakutan akan menghampiri mereka setiap harinya. Mereka dituntut untuk bisa menyatukan banyak kepala menjad...