Menjelang siang begini saatnya bagi Seno untuk bermalas-malasan. Bukan karena ia memang malas, melainkan karena ia ingin malas. Sepeninggalan Yusuf untuk membantu Talia menyiapkan makan siang, Seno berbaring di dalam kamar sembari memainkan ponselnya. Ya, meskipun tempat ini tidak ramah signal, setidaknya ia masih bisa melihat video serta foto-foto lucu di galeri selama ia mengabadikan momen-momen lucu di desa KKN-nya mengabdi selama ini.
Jendra datang dengan ekspresi yang tak biasanya. Seno melirik sekilas, tapi ia merasa ada yang aneh dari laki-laki itu. Seperti ada yang berubah, namun Seno masih mencerna, lebih tepatnya apa yang berubah dari sosok Jendra.
"Apa lo lihat-lihat? Ketawa, 'kan lo?" seru Jendra sinis.
"Bentar-bentar." Seno bangkit dari rebahannya dan seketika tertawa kencang saat menyadari perubahan apa yang ia cari sedari tadi. "KOK BISA GINI?!"
"Nggak usah berisik!"
"Siapa yang motong poni lo, anjir? Lo sendiri, ya?"
Jendra meniup poninya. Sedikit menyesal karena ia percayakan poninya ini pada Yesmin.
"Sumpah, apa nggak kurang pendek poni lo?"
"Minggir! Gue mau tidur."
Jendra menarik paksa Seno yang masih menertawakannya. Seno hanya nurut-nurut saja dan tak banyak protes. Kemudian laki-laki itu ikut berbaring di samping Jendra sekaligus mencoba untuk menanyai tentang siapa pelaku yang membuat Jendra sampai bisa begini.
"Siapa, Jen? Muka sangar lo jadi lucu begini."
"Yesmin."
"Ha?"
"Yesmin yang motong. Gue pikir bakal gapapa. Ternyata malah kependekan kek gini."
Seno semakin tak percaya dibuatnya. "Lah emangnya lo nggak nanya dulu dia bisa potong poni apa, nggak?"
Tak terdengar ada jawaban, laki-laki itu malah memejamkan matanya sembari memeluk bantal entah milik siapa. Namun ketika penuturan Seno kembali terdengar, Jendra mendadak duduk dari tempatnya berbaring.
"Lo suka sama sama Yesmin, 'kan? Makanya mau-mau aja dipotongin poni sama dia?"
"NGGAK USAH NGARANG!!"
"Halah, Jen. Semua orang juga tau gelagat lo kali. Lo kelihatan kecintaan banget sama dia."
"Sok tau."
Tiba-tiba ide kejahilan Seno meningkat. Dengan gerakan tak terduga ia berlari keluar dari dalam kamar menuju dimana Yesmin berada. Melihat kejadian barusan membuat Jendra juga tak kalah cepat untuk mencegah Seno. Laki-laki itu tahu otak jahil yang Seno pikirkan. Mau ditaruh dimana harga dirinya jika Yesmin tahu bahwa selama ini ia memendam rasa.
"YESMIIINNNN, JENDRA SU—"
Bukan Jendra yang memberhentikan ucapan Seno, melainkan ia sendiri yang sedikit terkejut karena sepertinya...... "Jen, keknya cinta lo bertepuk sebelah tangan, deh."
Pemandangan di depan mereka saat ini terlihat cukup menarik. Apalagi Jendra—iya menarik untuk dirasakan sakit hatinya. Bagaimana tidak saat Yesmin menatap Renan dengan penuh kebinaran pada kedua netranya. Perempuan itu seperti melihat harta karun, sangat sayang untuk dilewatkan.
"Di mata dia kayaknya cuma ada Renan. Lo hanya dianggap butiran upil. Sabar ya, Jen. Gue tau ini berat."
Sumpah demi apapun. Dalam hati Jendra ingin menelan Seno bulat-bulat. Sudah hatinya patah ditambah lagi ucapan hiperbola Seno yang semakin menyayat hatinya. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.
ㅤ—
ㅤTalia dan Jev sudah berada di perpustakaan lebih dulu daripada yang lain. Keduanya saat ini tengah sibuk menata buku-buku yang baru saja dibawa dari posko. Target mereka hari ini harus sudah bisa selesai sehingga di kemudian hari mereka hanya akan berfokus dengan program kerja yang lain. Setidaknya satu program kerja sudah selesai dilaksanakan. Belum lagi mengenai gebyar KKN. Mereka harus menyusun kembali dana hingga daftar acara—yang tentu saja akan sangat menyita waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, KKN
General FictionKisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selama 30 hari. Tawa, suka, duka dan ketakutan akan menghampiri mereka setiap harinya. Mereka dituntut untuk bisa menyatukan banyak kepala menjad...