“LO SEMUA HARUS TAHU INI.”
Itulah seruan lantang yang Hilman teriakkan selesai dari acara jalan-jalannya dari luar area desa tadi pagi. Bukannya membawa oleh-oleh berupa makanan atau minuman, Hilman justru membawakan sebuah gosip yang sepertinya cukup menarik minat bagi para perempuan posko KKN Desa Weringin.
“Apaan?”
“Di desa sebelah denger-denger ada yang habis gini,” ucap Hilman sembari menyatukan kedua telapak tangan dengan posisi satu menghadap atas dan satu menghadap bagian bawah. “Ketahuan sama warga. Tapi warganya tuh katanya bukan asli warga sini, jadi nggak sampai rame banget gitu.”
“Terus itu lo katanya siapa?”
“Katanya si Ali. Lo tahukan Ali? Itu loh yang rambutnya mirip Ariel Noah,” jeda Hilman sembari mencomot es teh yang ada di depannya—entah itu milik siapa—yang jelas Hilman sudah sangat haus mengingat sedari tadi ia banyak berbicara.
“Oh yang mukanya kayak template fesbuk tahun 2010-an itu, kan?” tanya Sella memastikan.
“Kok berani banget ya main di tempat KKN kayak gini? Apa nggak takut kalau gara-gara perbuatan mereka, temen-temen yang lain kena dampaknya? Sumpah, egois banget anjir. Aturannya harusnya tahan dulu. Jangan asal di-gas. Mentang-mentang jauh dari ortu, masa langsung bebas gini. Gue kasihan sama temen-temennya yang lain kalau ternyata kejadian itu emang bener. Yang lain pasti juga bakal nanggung akibatnya," ucap Talia panjang lembar. Dia merasa miris dengan sikap egois kedua oknum mahasiswa tersebut.
“Iya, sih, bener juga. Terus akhirnya gimana kabar mereka? Ini beneran, kan? Soalnya gue masih belum nerima kabar apa-apa.”
“Beneran. Orang Si Ali yang bilang sendiri.”
“Kapan hari yang lalu pernah kejadian duit ilang, kan? Sekarang kejadian ini. Makin aneh aja nih KKN,” sahut Sella.
Perlu diketahui 4 orang itu—Hilman, Talia, Sella dan juga Ajeng yang sedari tadi hanya mendengarkan saja—tengah berada di teras posko. Awalnya mereka hanya duduk santai sembari mengobrol ringan, tetapi karena kedatangan Hilman yang heboh dan membawa berita besar, perkumpulan itu berubah menjadi perkumpulan geng julid. Tentu saja diketuai oleh Hilman sendiri.
“Hah, serius ada kasus kehilangan duit? Gue baru tau,” tanya Hilman dengan alis yang menekuk. Bisa-bisanya ia tidak tahu dengan gosip seperti itu. Padahal biasanya ia yang paling up to date.
“Udah ada beberapa yang tahu sebenernya. Tapi mereka yang tahu kayak berusaha buat tetap keep di mereka sendiri. Nggak mau bagi-bagi sama yang lain. Takutnya makin lebar urusannya dan bikin nama kampus jadi semakin buruk.”
Tak lama setelah itu, Jendra datang dengan penampakan yang basah setengah kuyup di beberapa bagian. Entah apa yang ia lakukan di pagi-pagi begini. Tapi yang jelas, penampilannya itu sampai membuat orang-orang yang berada di sana jadi mengalihkan perhatiannya.
“Jen, lo habis ngapain?” tanya Talia heran.
“Habis benerin kran. Airnya nggak keluar.”
“Terus ngapain ke sini?”
“Kalian nggak ada yang berniat bantuin gue?”
Mendengar pertanyaan tersebut membuat keempat orang yang sempat memusatkan perhatian kepada Jendra kini kembali mengalihkan fokusnya. Iya, keempat orang itu mengabaikan Jendra seperti tidak terjadi apa-apa. Alias mereka lebih senang bergosip daripada membantu Jendra.
“Ini beneran kaga ada yang mau bantuin gue?” seru Jendra sekali lagi.
“Iya anjir. Kan kalau begitu dari awal mending nggak usah ikut KKN daripada bikin jelek nama kampus. Iya, nggak sih?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, KKN
Ficção GeralKisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selama 30 hari. Tawa, suka, duka dan ketakutan akan menghampiri mereka setiap harinya. Mereka dituntut untuk bisa menyatukan banyak kepala menjad...