Ungkapan Jev tadi siang mampu membuatnya malu setengah mampus. Masalahnya Jev mengungkapkan secara gamblang tentang niatnya yang akan mendekati salah satu anggota perempuan di sana. Hal tersebut juga sukses mengundang banyak pertanyaan dari semua anggota. Salah satunya Hilman yang sangat getol sekali menguak fakta yang tersembunyi.
"Ecieee, siapa nih? Baru juga belum sehari lo udah mau ngegebet salah satu dari mereka."
"Perasaan selama ini lo diem-diem aja. Ternyata udah nyiapin target."
"Berarti entar ada yang cinlok dong!"
"Tapi dilihat dari ekspresi cewek-cewek yang lempeng-lempeng aja, kayaknya lo belum mulai deketin."
"Saran gue sih, mending lo cari tau dulu kira-kira anaknya udah ada pawang atau belom. Kalau udah, tinggal ngajak genjatan senjata."
Kira-kira seperti itulah cercaan yang siang tadi Jev terima. Jev tidak banyak bicara. Ia hanya diam dengan pipi yang memerah seperti tomat. Hancur sudah rencana yang telah Jev susun.
Bangun di pagi hari sebelum ayam berkokok sudah menjadi kebiasaan Jendra. Semalam Jendra memang tidur lebih awal karena merasa lelah, padahal ia tidak ngapa-ngapain. Diperhatikannya ruang kamar yang tidak lebih besar dari kamarnya yang ada di kota. Suasana sangat gelap karena Yusuf mengaku tidak bisa tidur kalau dalam keadaan lampu menyala.
Hari ini jadwalnya masih kosong. Sebab selama tiga hari ke depan mereka diberi kesempatan untuk mempersiapkan semuanya dan kegiatan KKN akan aktif pada hari senin selanjutnya. Kalau dari perkataan Renan selama rapat kemarin, rencananya besok mereka mau mengadakan syukuran kecil-kecilan yang dihadiri beberapa warga sekitar serta Pak Lurah sebagai tamu kehormatan.
Sebelum Jendra memutuskan untuk beranjak, Renan bangun lebih dulu. Ia mengucek matanya sembari mencari letak dimana ponselnya berada. Mungkin ingin melihat jam.
"Lo udah bangun?" tanya Renan sembari menguap. Ini kalau di rumah mana mau ia bangun jam segini. Pasti Renan lebih memilih bergelendung di bawah selimut kesayangannya.
"Udah barusan. Sekarang jam berapa?"
"Jam empat kurang lima belas menit. Lo subuhan nggak? Kalau iya, ayok ke mushola depan sekalian sama bangunin yang lain."
"Iya. Gue mandi dulu deh yaa biar cepet."
"Jangan lama-lama. Gue juga mau mandi soalnya."
Jendra hanya mengacungkan jempolnya sebagai bentuk persetujuan. Ia segera meraih handuk yang tersampir di pintu kamar. Dan betapa terkejutnya Jendra saat memasuki area dapur, ia melihat perempuan dengan rambut tergerai dan wajah putih--hanya menyisakan mata yang menatapnya sayu.
"Hihihihihi..."
Hampir saja Jendra berteriak histeris kalau saja perempuan itu tidak segera mengeluarkan suaranya. "Gue Yesmin. Lo kenapa panik banget gitu mukanya?" tanya Yesmin yang masih setengah terkikik.
"Harusnya gue yang nanya. Kenapa lo berdiri di situ? Mana pake masker lagi."
"Oh ini..." Yesmin merabah wajahnya, "ini sisa masker kemarin malem. Gue lagi bikin air anget. Mau cuci muka, tapi airnya dingin banget kayak air es. Lo sendiri kenapa udah bangun jam segini? Mana bawa handuk lagi. Mau mandi? Yakin mandi jam segini? Dingin banget loh."
Alih-alih menuju kamar mandi seperti niat awalnya, Jendra justru menghampiri Yesmin. Mengambil sebuah panci lalu mengisinya dengan air dari wastafel. Benar apa yang Yesmin bilang, daripada ia membeku karena air yang dingin lebih baik ia menyiapkan air hangat untuk mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, KKN
General FictionKisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selama 30 hari. Tawa, suka, duka dan ketakutan akan menghampiri mereka setiap harinya. Mereka dituntut untuk bisa menyatukan banyak kepala menjad...