"Lo yakin ini rumahnya?"
Hilman memecahkan keheningan yang sempat terjadi. Di depan sebuah rumah yang tampak tidak berpenghuni, anggota KKN Desa Weringin berdiri sembari menatap tidak yakin pada rumah tersebut. Rumahnya terlihat terawat, hanya saja terdapat aura yang membuat mereka merasa enggan untuk mengontrak di tempat itu.
"Dari yang dibilang sama Pak Suman sih kayaknya emang bener ini," Jendra mengangguk tidak yakin.
"Guys, apa sebaiknya kita cari dulu kontrakan yang lain? Masa sih udah pada penuh semua? Pak Suman cuma ngira doang kali yang tadi," Yesmin berani bersumpah demi apapun, kalau ia merasa tidak suka jika semuanya setuju dengan kontrakan Bu Ayu.
"Bener katanya Yesmin, gue nggak mau kita nyesel waktu tau ada kontrakan yang lebih bagus dari ini," Sella menyetujui ucapan Yesmin. Sella merasa mereka layak untuk tinggal di tempat yang lebih bagus. Apalagi kegiatan ini berlangsung selama satu bulan.
"Tapi kalau kita nyari yang lebih bagus, pasti harganya juga mahal. Yang ada kita bakal ngeluarin uang yang makin besar. Emang kalian mau kalau harus ngeluarin duit lagi? Duit yang iuran tadi udah cukup besar kan? Masa mau nambah lagi?"
Untuk saat-saat yang seperti ini, jiwa-jiwa perhitungannya Talia entah kenapa terpancar dengan jelas. Talia bukannya tidak mau tinggal di tempat yang lebih bagus dan nyaman, hanya saja mereka harus berhemat. Lumayan kan kalau sisa uangnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari selama KKN.
"Depannya sih masih bagus. Tapi kayaknya dalamnya udah pada reot. Apa nggak kelihatan yaa," celetuk Ajeng santai.
Sementara di tempatnya, Jev justru tengah memotret kondisi wajah mereka yang menurutnya sangat lucu--takut bercampur ngeri. Kalau kata Jev, wajah seperti ini sangat cocok digunakan untuk sticker WhatsApp. Ingat kan kalau Jev selalu membawa kamera ke mana-mana? Jev juga ingin membuat buku diary 30 hari selama mereka berada di Desa Weringin. Istilahnya seperti buku kenang-kenangan, karena momen seperti ini yang nantinya paling dirindukan.
"Ntar kalau ada jurig gimana?" ucapan dari Yusuf sontak membuat Shasha yang berada di sebelahnya memukul keras lengan laki-laki itu. Sementara yang menerima pukulan hanya bisa mengaduh sakit sembari memegangi lengannya yang terasa panas.
"SAKIT, ANJIR."
"HABISNYA KALAU NGOMONG NGGAK DIFILTER DULU. KALAU BENERAN ADA JURIG, LO YANG GUE TUMBALIN!"
"YA MANA MAU JURIG SAMA GUE!"
"Jelas nggak mau. Soalnya kalian sespecies," ucap Renan sembari bertos ria dengan Shasha. Sementara yang lainnya hanya bisa tertawa.
"Udah jangan berantem, nggak enak kalau dilihatin sama warga," ternyata hanya Karin yang masih waras.
Seno yang sedari tadi hanya menyimak dan sesekali tertawa karena ulah yang lain, kini ia memiliki inisiatif untuk menanyakan kontrakan kepada warga yang tengah lewat. Benar saja, salah satu warga sedang menuju ke arah mereka. Daripada harus mengelilingi desa lagi dan membuang waktu. Lebih baik Seno lakukan saja hal seperti ini.
"Permisi, Pak."
"Iya, ada apa ya, Mas?"
"Saya mau nanyak, kalau kontrakan yang masih kosong disini selain milik kontrakannya Bu Ayu di mana ya?"
"Selain kontrakannya Bu Ayu? Ada sih, Mas. Tapi di ujung jalan sana. Namanya Bu Jamilah. Selain itu nggak ada lagi. Tapi kontrakannya Bu Jamilah udah ditempatin sama keponakannya yang baru aja nikah. Jadi tinggal punyanya Bu Ayu ini yang masih kosong."
Seno hanya mengangguk sebagai balasan, namun sebelum itu Seno mengucapkan terimakasih lebih dulu. Lalu kembali berjalan ke tempat semula--dimana teman-teman KKN-nya berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, KKN
General FictionKisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selama 30 hari. Tawa, suka, duka dan ketakutan akan menghampiri mereka setiap harinya. Mereka dituntut untuk bisa menyatukan banyak kepala menjad...