break the rules
•
Riana turun dari taksi, mengangkat sedikit ujung dressnya. Memandang ke arah lobi yang ramai, penuh dengan orang yang berlalu-lalang. Sebagian besar mengenakan setelan rapi atau baju pesta, jelas bukan untuk check in di meja resepsionis. Tempat yang dituju adalah ballroom, di mana sebuah pesta pernikahan sedang digelar.
Tahun ini usia Riana menginjak angka dua puluh tujuh. Sudah cukup dewasa, sehingga ini bukan pertama kalinya ia menghadiri sebuah pesta pernikahan. Biasanya Riana menganggap pesta pernikahan sebagai ajang reuni dengan teman-teman lamanya, keep up with everything. Tertawa, berceloteh, berbagi pengalaman, bahkan menjalin koneksi.
Sejujurnya, perempuan itu tak pernah menganggap pernikahan sebagai sesuatu sakral. Sebab ia tak menyukai konsep pernikahan. Membiarkan orang asing masuk ke dalam hidupnya, lalu menjalani segalanya bersama-sama hingga menua. It's a bullshit.
Seumur hidupnya, Riana lebih sering melihat pasangan yang pernikahannya berantakan ketimbang pasangan yang harmonis dan bahagia. Orang tuanya bercerai, salah satu teman sekolahnya ada yang menjadi janda di usia dua puluh satu tahun, salah satu rekan kerjanya diselingkuhi dan akhirnya pusing mempermasalahkan hak asuh anak.
Oleh sebab itu, ketika tiga bulan yang lalu Mada mengajak Riana untuk menikah, tanpa ragu sedikit pun perempuan itu menolak mentah-mentah. Untuk apa menikah? Riana sangat menyukai hidupnya yang sekarang. Less drama. Hanya perlu bekerja untuk dirinya sendiri, bersenang-senang, menikmati masa mudanya.
Ketika Mada memilih untuk mundur, Riana mempersilakannya.
Sialnya, saat undangan sampai ke atas meja kerjanya, hati Riana terasa nyeri luar biasa. Tiga bulan yang lalu, Mada masih berada di sisi Riana. Hampir setiap hari mengantarnya ke tempat kerja, sesekali mengirim makanan saat jam makan siang, berkencan saat akhir pekan. Lalu, tahu-tahu Mada menjadi milik perempuan lain.
Riana melangkahkan kakinya, memasuki ballroom yang telah disulap menjadi tempat resepsi pernikahan. Dunia seolah bergerak dalam slow motion ketika Riana melihat sosok laki-laki dalam setelan jas hitamnya. Terlihat menawan, seperti biasanya selalu ramah tersenyum pada semua orang.
"Riana!"
Bahkan ketika Giska memanggil, Riana tak mendengarnya. Suara di sekelilingnya seketika samar, seolah ada jarak antara tempat kedua kakinya berdiri dengan semua orang yang hadir di dalam wedding venue.
Giska menaruh gelas minumannya di atas meja, lalu berlari kecil menghampiri Riana yang masih berdiri di dekat pintu masuk.
"Riana!" panggil Giska sekali lagi.
Lamunan Riana seketika buyar.
"Oh, you're here," kata Riana, agak terkejut saat Giska tiba-tiba muncul di hadapannya. "sendirian? Nggak bawa plus one?"
"Tadi sama Bita juga, tapi nggak tahu deh itu bocah keluyuran ke mana," sahut Giska, lalu terkekeh pelan. "By the way, aku pikir kamu nggak mau dateng, makanya dari kemarin-kemarin aku nggak ngajak kamu kondangan bareng."
Riana tertawa. Suara tawanya terdengar renyah seperti biasa, tak akan ada yang menyadari kalau sebenarnya perempuan itu merasa kosong dan hampa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Break the Rules
FanfictionSebuah pesta pernikahan mengantarkan Riana Sekar Natadirja berjumpa dengan Jiwangga Kama Hadinata. Kehadiran Jiwa layaknya sebuah penawar untuk Riana yang kesepian dan selalu haus akan afeksi.