blue shark

893 168 4
                                    

break the rules

Riana mengerjapkan mata saat rasakan sesuatu yang lembut dan halus menyentuh tangannya. Seperti karpet bulu, tapi terasa lebih hangat. Lalu, benda berbulu itu tiba-tiba bergerak, membuat Riana sedikit tersentak.

Saat kedua matanya benar-benar terbuka, barulah Riana menyadari kehadiran Brown di sampingnya. Kucing berbulu cokelat itu mengeong, kemudian melompat naik ke atas ranjang.

Kenapa tiba-tiba ada Brown? Bagaimana caranya Brown masuk ke dalam kamar? Menaiki tangga saja kucing cokelat itu sering kepayahan.

"Gosh," gumam Riana sambil mengedarkan pandangan. Menyadari bahwa dirinya sedang berada di studio milik Jiwa. "Okay, you're stupid, Riana. Bisa-bisanya tidur di sini?"

Riana meraba tubuhnya sendiri, memastikan pakaiannya masih menempel dengan benar. Jantungnya berdebar-debar, rasa cemas menyelimuti rongga dadanya.

"Hei, baru bangun?" tanya Jiwa yang baru saja keluar dari kamar mandi. Hanya memakai sleeveless shirt berwarna hitam dan celana pendek, rambutnya masih setengah basah.

"Oh, I'm sorry," gumam Riana sambil buru-buru berdiri. "Tadi malam aku pasti ketiduran di sini, kan?"

"It's okay. Kamu kelihatannya capek banget, sampai ketiduran waktu aku tinggal ke mini market sebentar buat beli rokok."

"Kita nggak melakukan apa-apa, kan?"

Pertanyaan Riana sontak membuat Jiwa tertawa.

"Aku bukan laki-laki yang bisa sembarang nyentuh badan perempuan tanpa consent," ucap Jiwa sambil meraih sebungkus dry food dari lemarinya. "Don't worry. Aku cuma gendong kamu sampai ke kasur."

Jiwa lantas membungkukkan badan, menuangkan dry food ke dalam mangkuk kecil. Khusus untuk Brown yang sering mondar-mandir, walaupun Jiwa tak dapat menyentuhnya terlalu lama karena alergi.

Riana termenung di tempatnya, memperhatikan Jiwa yang sedang memberi makan Brown. Masih terasa dengan jelas bagaimana lembutnya usapan yang diberikan oleh Jiwa tadi malam.

Apakah Jiwa memang selalu penuh dengan afeksi? Suka memberi perhatian lebih pada semua orang, termasuk pada kucing jalanan? Apakah Riana hanya dipandang sebagai kucing jalanan yang haus perhatian, sehingga perlu diusap-usap agar tenang?

Pertanyaan-pertanyaan itu bermunculan di dalam kepala Riana.

"Udah jam setengah tujuh, Riana. Kamu nggak kerja?" tanya Jiwa beberapa saat kemudian, seketika membuyarkan lamunan Riana.

Shit. Gara-gara usapan sialan tadi malam, Riana jadi kesiangan.

Riana berlari meninggalkan studio, dengan cepat menaiki tangga menuju tempat tinggalnya. Ia membuka pintu dengan tergesa-gesa, kemudian langsung melesat ke dalam kamar untuk mengambil pakaian dan pouch makeup.

"Sebentar lagi masuk jam absen," gumam Riana sambil menjejalkan pakaiannya ke dalam tas punggung berwarna hitam.

Tak ada waktu untuk mandi, apalagi berdandan. Masih dengan penampilan yang agak berantakan, Riana harus segera berangkat ke kantor.

"Jiwa! Help me!" teriak Riana sambil menuruni tangga.

Jiwa yang sedang berdiri di depan studio langsung menoleh, menatap Riana yang terlihat panik. Bahkan sampai lupa memakai alas kaki.

"Bisa anterin aku ke kantor? Bakal terlambat kalau harus lari ke halte buat naik bus," kata Riana.

"Sure. Tunggu di sini sebentar, aku ambil kunci mobil dulu," jawab Jiwa tanpa ragu.

Break the RulesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang