your hottest ex

1K 176 13
                                    

break the rules

Jiwa memegang stylus pen, menggerakkannya di atas wacom tablet. Tatapan laki-laki itu tertuju ke arah layar komputer yang menunjukkan hasil ilustrasi yang sedang dikerjakan. Sesekali menggunakan jemarinya untuk memperbesar gambar, menciptakan detail-detail kecil yang membuat ilustrasi semakin nyata.

Yang sedang Jiwa kerjakan adalah storyboard untuk keperluan iklan sebuah produk kecantikan. Bukan pekerjaan yang mudah, sebab Jiwa harus memperhatikan beberapa faktor penting agar iklan yang dihasilkan dapat memberikan keuntungan besar untuk perusahaan. Pertama, harus pandai membaca keinginan pasar. Kedua, harus selalu mengikuti trend terbaru. Ketiga, harus berpegang teguh pada moto perusahaan.

Untuk membuat storyboard yang lengkap, perlu waktu hampir seminggu untuk mengerjakannya.

Kadang-kadang mata Jiwa terasa pegal karena terlalu lama menatap layar, jemarinya juga nyeri karena terus-terusan memegang stylus pen. But, he really loves his job. Waktu kerjanya cukup fleksibel, gaji yang didapatkan juga lumayan.

"Sial. Bentuk kemasannya nggak kayak gini," gumam Jiwa saat menyadari kesalahan pada kemasan produk.

Terpaksa harus menghapus, lalu memulai kembali dari awal.

Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Kondisi studio cukup sunyi, hanya suara kucing yang terdengar dari arah luar. Barangkali si cokelat mengeong di depan pintu, meminta makan atau mengajak bermain.

Sayangnya, Jiwa belum punya waktu untuk bermain dengan kucing.

Di tengah keheningan yang menyelimuti studio, tiba-tiba ponsel Jiwa bergetar. Ada nama Mada yang tertera di atas layarnya.

Tanpa ragu sedikit pun, Jiwa langsung mengangkatnya.

"Gimana honeymoonnya?" tanya Jiwa begitu mengangkat telepon dari Mada. Loud speaker dinyalakan, ponsel diletakkan di atas meja.

"Tadi sore baru sampai rumah," jawab Mada di seberang sana. "Yashinta tepar, jadi belum sempat ke rumah Mama buat ngasih oleh-oleh."

"Keseringan nge-sex, jadi pas sampai rumah langsung tepar."

"I'm not that crazy."

Jiwa terkekeh pelan, kemudian melepas kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya. Laki-laki itu lantas berdiri, membuka kulkas untuk mengambil sebotol air dingin. Kerongkongannya terasa kering.

"Udah punya workspace baru?" tanya Mada beberapa saat kemudian. "Di daerah mana? Besok gue sekalian mampir ke sana."

Jiwa terdiam selama beberapa saat, menatap ke arah jendela. Menimbang-nimbang apakah ia harus bercerita soal si pemilik gedung yang tak lain adalah mantan pacar Mada.

"Di gedungnya Riana," kata Jiwa. Toh, pada akhirnya Mada akan tetap tahu ketika datang berkunjung.

Sekarang giliran Mada yang terdiam. Tak pernah menduga kalau nama Riana akan terlontar dari mulut Jiwa.

"Apa maksudnya?" tanya Mada setelah hening yang cukup panjang.

"Gue sekarang tinggal satu gedung sama Riana," jawab Jiwa, sudut bibirnya sedikit terangkat membentuk senyum tipis. "Gila, kan? Ruangan yang gue sewa ternyata punya Riana. Dunia sesempit itu."

Informasi yang baru saja Jiwa sampaikan sulit diterima oleh Mada.

"Riana Sekar Natadirja?" gumam Mada, seolah ingin memastikan sekali lagi.

Break the RulesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang