Chapter 9

533 49 7
                                    


Nasib kita ada dalam diri kita,
Kita hanya perlu cukup berani untuk menghadapinya.






Seorang lelaki berjalan cepat di koridor rumah sakit, Dengan berderai air mata
Sejujurnya dirinya sangat takut bahkan sangat berat untuk melangkah, tetapi dirinya memaksakan untuk melangkah cepat karena keadaan nya yang darurat.

" Faris "

Yaps, dia adalah Faris, Faris menoleh kearah sumber suara, terlihat seroang laki laki paruh baya berbadan tinggi tengah terduduk di bangku depan ICU, dia adalah om Fahri, kerabat kerja ayahnya.

" Ayah Dimana om "
tanya Faris sambil menangis.

" Sabar ya nak, ayah kamu lagi di tangani "
jawab om Fahri mencoba menenangkan Faris.

" Hiks... Faris mau liat ayah om... "
" Hiksss..."

Faris beranjak menuju pintu ICU di depan nya, berkali kali mendorong, dan mencoba membuka nya, tetapi nihil, pintu itu terkunci.

" Ayahh..."
Tangis Faris sambil mencoba mendorong pintu besi itu.

" Ayah Faris mau masuk..."

Usahanya sia sia, pintu itu terlalu sulit dibuka karena terkunci dari dalam.

Faris berdiri lemas di depan pintu metalik itu sambil menangis pedih.

" Ayah...hiks..."

Om Fahri berdiri menghampiri Faris yang berdiri menyender di pintu ICU.

" Nak, udah, ayah kamu sedang di tangani dokter, kita hanya bisa bantu doain yang terbaik, yuk duduk aja "
seru om Fahri sambil memapah tubuh Faris yang lemah dan kuyu.

Faris terduduk sambil menatap kosong kearah depan, dirinya terlalu lemas, tak sanggup lagi untuk bicara, yang Faris bisa lakukan hanyalah menangis dan mendoakan ayahnya dalam hati
Berharap ayahnya dikasih keselamatan dan semua nya akan baik baik saja.

" Jangan ambil ayah Faris tuhan "



              

                             ______







Seorang pria berompi putih keluar dari ruang ICU.

" Dok, gimana keadaan ayah Faris? "

Dokter itu tersenyum
" Kamu bisa lihat sendiri di dalam nak "

Faris menguatkan hatinya dan langsung bergegas masuk kedalam ruangan serba putih dan di penuhi alat itu.

Terlihat dua suster berseragam tengah berdiri disamping brangkar ayahnya tanpa melakukan apapun.

" Sus, kok ayah Faris di selimutin? "
Kedua suster tadi hanya tersenyum tulus.

" Ayah kedinginan ya? "

" Tapi kan bisa di selimutin setengah badan aja, gaperlu sampe kepala "
seru Faris dengan lemah.

Faris berjalan perlahan dan berdiri di samping brangkar tempat ayahnya berbaring.

Faris menatap ayahnya yang berselimut putih seluruh badan, hatinya tak kuat untuk membukanya.

" Maaf nak kami sudah melakukan yang kami bisa, tetapi tuhan berkehendak lain, ayah kamu sudah...."

" Cukup dok, faris ga sanggup denger nya "
Sarkas Faris dengan air mata yang mengalir menerobos pelupuk matanya.

Dirinya sudah tau sejak pertama melihat ayahnya diselimuti kain putih tetapi hati nya mencoba menolak kenyataan pahit itu.

RETAK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang