Chapter 11

542 47 2
                                    

Dengan air mata yang masih mengalir, Faris berjalan menyusuri koridor yang sepi, karena Bell masuk telah berbunyi beberapa menit lalu, amarah nya pada Vano membuat nya tak perduli dengan panggilan Bell untuk masuk kedalam kelas.

Sesekali Faris menyeka air matanya,
Dari lawan arah, terlihat seorang laki-laki yang Faris kenal, tengah berjalan kearah nya.

" hai "

Faris tetap berjalan dan tak memperdulikan orang tersebut.

Tetapi, orang tersebut berjalan, menyamai langkah kali Faris dari samping.

" lo kenapa? "

" kalo lo minta gue kerjain pr lo, maaf gue gabisa"
ujar Faris mencoba mengabaikan orang tersebut.

" bukan itu, lo kenapa sih? "
lelaki bername tag Arkan Alexandra itu, mencekal tangan Faris.

" gue gak papa "

Arkan terdiam sejenak
" Vano bully lo lagi "

" Lepas..."
Sarkas Faris mencoba melepaskan genggaman Arkan di pergelangan nya.

"Jawab dulu "

Faris terdiam sejenak, dan langsung membalikan badan menghadap Arkan

" kalau engga kenapa?, kalau iya kenapa? Hah? "
" perduli apa lo sama gue "

" lo ke kenapa sih, gue ga ngerti "
heran Arkan sambil mengernyit kan dahi.

Faris tertawa kecil.
" wajarlah lo ga ngerti, karena orang kaya ga ngalamin apa yang orang miskin alami "

Tanpa takut, Faris mulai mendekat dan menatap tajam sorot mata Arkan
" selalu di abaikan, dan di perlakuan seperti sampah, apakah gue gapunya hak untuk marah?"
" Jawab?, apakah gue gapunya hak untuk marah? "

" L Lo kenapa sih "
heran Arkan

" gue punya kuasa untuk marah "
" tapi gue memilih bungkam "
" karena gue tau, sekalipun gue ngomong gaakan ada yang dengar "
" gaakan ada satu orang pun yang mau mendengar kan orang miskin "

Air mata Faris lagi lagi keluar, mengalir deras membasahi pipi mulus nya

" dan lo, sok sok perduli setelah semua yang lo lakuin ke gue "
" lo bertingkah seolah ga terjadi apapun "
" setelah lo ejek gue miskin di depan banyak orang, setelah lo mempermalukan gue, dan nyuruh gue kerjain semua PR lo "
"  sekarang lo bersikap, seolah menjadi yang paling perduli "
" gue ga bodoh kak "
" gue tau semua perlakuan dan sikap lo yang berubah secara tiba-tiba hanya untuk menarik simpati gue "
" sikap lo yang sok perduli, atas dasar agar lo bisa dengan mudah nya, suruh gue buat ngerjain semua tugas lo "
" hiks...hiks.."
Faris mulai terisak.

" g gak gitu.... "
cela Arkan dengan cepat.

" perlakuan lo yang sok baik, hanya untuk menjadikan gue babu lo... Hiks... "

" pliss...gue ga gitu Faris "

Faris terisak pedih sambil menopang wajahnya yang basah dengan kedua telapak tangan.

" hiks...hiks..."

" hey...jangan nangis "
ujar Arkan sambil merapihkan rambut Faris yang berantakan.

" sakit, jujur gue sakit banget "
" gue suka heran, kenapa tuhan kasih gue takdir yang gabisa di terima oleh banyak orang "

" kalau boleh milih, gue lebih milih ga di lahirkan kak, daripada hidup dengan hinaan kayak gini, hiks..."
" gaada orang yang mau punya kehidupan kayak gini kak, hiks... "

tak tahan melihat seseorang di hadapannya menangis dengan pedih, Arkan pun langsung menarik pelan tubuh Faris kedalam pelukan nya.

" gue capek....hiks..."
tangis Faris sambil menenggelam kan wajahnya di dada bidang Arkan

RETAK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang