~BUKU KETIGA DAN CERITA ZERA~

50 8 1
                                    


Keesokan harinya Muara pergi bersama ku dengan diantar papa, mungkin Zayyan mengirim pesan ke papa kalau ia sedang tak enak badan sehingga tidak masuk sekolah.

Aku memasuki kelas setelah mengantar Muara kekelasnya, kulihat meja yang biasa Adi duduki masih kosong, menandakan ia belum masuk.

Aku ke kelasku dan menemukan Moza sedang membaca buku di kursi Zayan. Ia melambaikan tangan pada ku menyapa, Moza terlihat antusias seperti biasanya.

Kulihat dibelakangnya ada Addan yang sedang memainkan ponsel genggamnya, namun kursi yang biasa Satria duduki tak menunjukkan pemiliknya.

“Satria ngantar Zayan makanan, ortunya kan gak ada di rumah. Tadinya kita mau kesana bareng, tapi dilarang Zayan. Suruh sekolah yang bener katanya.” Seakan tau maksud dari pandanganku, Moza menjawab apa yang aku ingin tahu.

“Aku gak tau kamu punya selera buku seperti itu.” Kini ia beralih menatap buku yang ku bawa. Beberapa waktu lalu, aku lupa mengembalikannya. Kuharap penjaga tidak memarahiku karna buku yang tak ku kembalikan tepat waktu.

“Aku lupa mau mengembalikan nya, rencananya setelah ini." Kataku. Moza
mengangguk sambil mengambil buku yang ada ditangan ku. Ia membaca sekilas demi sekilas tulisan yang ada didalamnya.

“ Aku suka yang bagian ini.” Katanya sembari menunjuk tulisan yang ia maksud. Aku mengernyit bingung, Moza udah baca buku ini kah?’ kulihat di sana bertuliskan Rumin, si tokoh utama memaksakan dirinya yang hampir mati sia-sia bangkit meskipun ia harus menerima kekuatan iblis yang mengerikan itu.

Rumin tau kalau itu salah, tetapi pada akhirnya ia menerima kenikmatan dan bisa membalas dendam pada setiap orang yang melecehkannya dulu.

Kukira ketika membacanya diawal, Rumin adalah jodoh yang ditakdirkan. Ternyata tokoh utama yang sebenarnya adalah iblis itu sendiri, Rumin hanya salah satu dari sekian banyak orang yang percaya oleh gaya iblis itu.

Aku harus membacanya tiga kali baru
memahami isi buku karna alurnya yang rumit, namun kulihat Moza sangat hafal dari setiap adegan dan lembar dari buku yang ku baca itu.

Ia masih terus membolak balik dan menunjukkan mana saja adegan yang ia suka padaku, dan aku yang tertarik dengan gaya tulisan dan alur cerita itu membuatku betah mendengar antusiasnya.

“Menurutmu apa yang menarik dari si Rumin, Zer?” aku mendongakkan kepalaku. Addan yang entah sejak kapan sudah ada di tempat duduk Meyra yang entah kemana perginya.

“Entahlah, aku juga marah sama sikap orang ke Rumin. Apa orang-orang harus berfikir setiap kesalahan harus memiliki objek yang disalahkan? Sudah kuduga, orang zaman dulu memang kolot dan menyebalkan." ucapku tertahan. Adzan masih setia menunggu kalimat berikutnya.

"Aku juga manusia biasa, mungkin saja aku akan memilih jalan yang sama dengan Rumin karna sakit dan takut yang kurasakan. Aku gak mungkin bilang ‘harusnya Rumin gak boleh termakan bujukan iblis, karna pasti berakhir menyakitkan’ aku gak munafik karna pada akhirnya manusia punya rasa takut dan lelah, aku juga salah satunya” aku terdiam dan segera menutup bibirku, lalu tertawa ‘heheheh....’ sedangkan Addan dan Moza menatapku beberapa saat dan ikut tertawa.

“iya, aku bersyukur kamu bukan orang yang naif. Tapi gimana kalau Rumin sebenarnya bergabung dengan iblis untuk bermain darah dan bersenang-senang?” Addan menanyaiku
kembali. Kulihat ia menatap Moza dengan ber-smirk ria, seakan mengejek Moza, namun Moza membalasnya dengan hal yang sama pula.

“Aku suka taehyung karna tampan, ganteng, suaranya bagus. Aku sayang Muara karna dia sangat berharga bagiku, bukan hanya teman tetapi juga keluarga. Aku juga menyayangi kalian teman Sekelasku, dan berterimakasih sudah ada di sampingku dan menemaniku. Itu semua adalah aku yang memulainya, bukan karna kalian tapi memang mutlak aku yang mengharapkannya. Sama dengan Rumin, kalau Rumin memang seburuk itu, berarti kesalahannya ada di Rumin yang sejak awal memang buruk, mengapa bawa-bawa iblis.” Kataku panjang lebar.

who is playing tricks? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang