~ Makan bareng ~

151 8 0
                                    


Keesokan harinya, hal yang para gadis itu nantikan terjadi. Belum juga aku sampai ke koridor kelas, sudah terdengar suara berisik karena deru mobil yang menuju parkiran, tepat di belakangku.

Tak lama sosok pria remaja, seusiaku mungkin, menghampiriku. Padahal ia memakai pakaian putih abu-abu yang sama dengan kita, disertai dengan jaket berwarna navy yang sudah cukup membuatnya seakan berbeda dari kita.

"Hai, tau kelas IPA 2-2 ?" tanyanya.
Aku yang hampir kehilangan kewarasanku, karna melihat oppa lokal membuatku tersentak, kaget. Aku mengangguk.
"Bareng aja, kelas ku juga di sana. Anak baru kah?" tanya ku balik. la tersenyum, sambil menggelengkan kepalanya.

"Bukan, tahun pertama kemarin kita udah sekolah disini, kita ambil cuti karna urusan. Bukannya kamu yang anak baru? Dan kelihatannya kamu gak kenal kita kan?" jawabnya Panjang lebar, kukira pertanyaan ku gak akan dianggap serius olehnya. Lagipula mau dia cuti atau gak aku pun gak tau.

"Ngapain Dan?" suara itu memecah pembicaraan singkat kita. Ku alihkan arah pandangku pada lelaki yang baru saja datang. Rupanya temannya.

"Tanya kelas, dia sekelas kita." Dan dibalas dengan anggukan.
"buruan masuk, kelas bentar lagi mulai." Kini suara yang berbeda terdengar lagi. Namun, sangat berbeda dengan yang lainnya.

Mata ocean nya yang tajam mengingatkan ku pada sesuatu yang..... entahlah. Mereka mengangguk bersama, bahkan aku pun ikut mengangguk tanpa sadar.

"Aku Zayan Abimayu, kamu bisa panggil aku sesuka mu." Katanya lagi. keheningan terjadi, yang entah apa sebabnya. Aku mengangguk sambil ber 'umm' ria.

Sambil berjalan menuju kelas, kami berkenalan, rupanya anak yang pertama menyapaku bernama Addan David, dia memintaku memanggilnya Addan, karna hanya keluarga dekat yang memanggilnya David. Ia juga menjelaskan kalau bukan berarti ia menjaga jarak, hanya saja itu pada tingkatan yang berbeda.

Lalu lelaki kedua yang menyapa adalah Mozza ayaswa, panggilannya Moza, dan dia keturunan darah campuran. Pantas saja sikap imut dan kekanakannya sangat cocok dengan kulit putih susunya, sangat imut.

Dan yang terakhir, yang hanya diam sambil memandangi gadgetnya adalah Satria pamada, dia dari keluarga Pamada, dan aku tau karna ia salah satu keluarga kolega bisnis ayah.

Namun menurutku, mereka berporos pada satu orang yang memperkenalkan dirinya diawal tadi, Zayan. Menurutku, meskipun ia menyapa sambil tersenyum, itu hanya menutupi kedoknya yang sesungguhnya.

Kenapa ya? Entahlah, hanya saja aku berfikir ia berbahaya. Dan yang lebih aneh, ternyata kita sebangku, aku dan Zayan. Ooh, jadi yang dimaksud Kiara sudah memiliki pemilik adalah Zayan. Batin ku mengatakannya. EHH??? Pantas saja aku merasakan ketidak asing an ini, foto pria yang dibuku kiara adalah, ZAYAN dan aku tercengang, bergidik mengerikan.

~~~~*

Beberapa hari setel kedatangan Zayan, kelas berjalan sebagaimana biasanya. Hanya saja menjadi sedikit ramai. Kupikir, mungkin kedatangan Zayan dan kawan-kawannya sangat berpengaruh buat sekolahan. Selain wajah yang tampan, IQ-nya juga bukan kaleng-kaleng.

Setelah dipikir-pikir, apa ini alasan Kiara suka dengan Zayan yang noteband nya adalah cowo dingin dan acuh. Aku pun juga baru mengetahui kalau sifatnya seperti itu, kupikir karna ia Tersenyum lebih awal dari yang lainnya saat berkenalan. Hingga menunjukan sifatnya yang ramah, ternyata tidak.

"makan bareng.?" Apa ini? Dia menawariku makanan? Atau mau traktir?' pikir ku bergelut. "mau ke kantin bareng?" tanyanya lagi. Oohhh, salahkan otakku yang lemot. la diam, kupikir ia menunggu jawaban ku.

"gak, aku makan sama Muara dan Adi." Jawabku. Seperti biasa, kami akan ke kantin bersama. Kalaupun jam kita terlambat salah satu dari kita akan membelikan makan siang lalu makan bersama dikelas.

"Siapa mereka?" entah hanya perasaan ku atau apa, wajah Zayan sedikit terlihat aneh.
"Teman kelas sebelah, mereka selalu makan bareng. Jangan kan kamu Zayan, gue aja selalu ditolak pas ngajak makan." Kiara nimbrung.

Entah datang darimana ia, yang jelas ucapan Kiara memang benar. Lagipula, aku bukan anak yang extrovet yang bisa bergaul dengan siapapun. Aku hanya mengangguk membenarkan perkataan Kiara, dan tak lama kemudian Muara dan adi memanggilku dari arah pintu.

"Kalian sudah akrab?" tanya Muara tiba-tiba. Aku terdiam, kalian? Siapa yang dimaksud? Mungkin karna terlihat di wajahku, Muara bertanya kedua kalinya, menegaskan.

"lo dan Zayan, atau and the gang. Lagian kalian kan sebangku, mana mungkin gak akrab." Sambungnya. Aku mengangguk-angguk, paham dengan maksudnya.

"Biasa aja, kalau tentang pelajaran, aku sering tanya ke dia, selebihnya gak soalnya, untuk apa?" balasku sekenanya.

Muara diam, tak membalas perkataan ku, lebih memilih baksonya.
"Zayan bukan orang yang mau ngajarin orang lain, pasti lo jengkel kan, tanya tapi gak di respond." Tebak Muara kemudian. Aku menggeleng, kali ini Muara salah.

"Zayan mau bantu jelasin kok, apalagi rumus kimia-fisika musuh bebuyutan nenek kakek moyang sama aku." Hening lagi.

Entah perasaan Dejavu yang mana tapi kelihatannya aku pernah mengalaminya, Wajah Muara seakan gak percaya. Adi hanya menatapku yang aku gak faham artinya. Sedangkan aku menganggukkan kepala ku mencoba meyakinkan Muara.

Hanya itu saja, dan kami melanjutkan makan kami masing-masing sebelum bel masuk untuk pelajaran selanjutnya.
.
.
~~~*

who is playing tricks? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang