STAR IDOLS.
Adalah panggung impian setiap finalis di ruangan ini. Tapi sayangnya, malam ini hanya akan ada 11 finalis yang bisa merasakan megahnya bernyanyi di atas panggung STAR IDOLS minggu depan. Satu finalis dipastikan pulang dan menghentikan perjuangannya.
Aku menatap 11 finalis yang duduk tak tenang di backstage. 12 penampilan sudah selesai disaksikan juri. Ada yang mendapat pujian, ada juga yang mendapatkan koreksi dan masukan. Ada yang kembali dengan wajah riang, ada juga yang menampakkan kemurungan.
Aku patut bersyukur, walau hari ini aku tidak mendapatkan standing ovation, setidaknya juri maupun penonton menikmati penampilanku. Satu hal positif yang kudapatkan adalah aku masih bisa memberikan penampilan yang baik, meski bukan yang terbaik. Ya, semua kembali tentang ekspektasi juri yang lagi-lagi terlalu tinggi kepadaku, hingga ketika ada sesuatu yang tidak bisa aku tampilkan dengan maksimal, itu menjadi satu hal yang 'mungkin' tidak bisa memuaskan mereka.
Hari ini memang tak sebaik minggu-minggu kemarin, saat aku membawakan lagu Amin Paling Serius dan Dunia Tipu-Tipu. Lagu Menangis Semalam yang baru saja kubawakan terasa tidak serapuh yang dibayangkan. "Kamu terlihat terlalu tegar untuk lagu yang harusnya terlalu ringkih," Kak Bunga, mengatakan itu padaku beberapa jam lalu.
Aku menahan nafas, menyadari satu hal. Aku terlalu fokus pada kualitas vocalku, hingga aku melupakan, bahwa sebuah pesan lagu juga memerlukan rasa, mimik wajah, dan body language agar ia-nya bisa tersampaikan ke penonton.
Kak Boy, pembawa acara STAR IDOLS memanggil 12 finalis untuk naik ke panggung. Detak di dadaku semakin terpacu. Terngiang kembali ucapan beberapa orang, teman dan saudara yang kompak berkata. "Kamu kaya artis gagal deh Sav. Selalu aja tereliminasi. Kapan jadi juaranya."
Ya Tuhan, bagaimana kalau?? Hush!
Aku menutup mata, menarik nafas dalam dan mengembuskannya. Berdiri pelan, berjalan ke panggung, menerobos jejeran crew dengan perasaan resah gelisah. Langkahku terhenti saat sebuah tangan menyentuh jemariku. "Semangat Sav. Kamu sudah melakukan yang terbaik," Darren menatapku dengan sorot mata menenangkan.
Aku mengangguk dengan senyum yang kupaksakan. Darren masih mengandengku menuju panggung, hingga sebuah tangan menerobos genggaman tangan kami.
"Sorry, tapi kakak crew bilang lo harus berdiri di samping gue, di jejeran paling ujung,"
Aku melotot kearah Nick. "Kakak crew nggak bilang apa-apa ama gue, jangan buat acara sendiri deh,"
"Kalau nggak percaya tanya sendiri sono!"
Darren tersenyum, lalu mengiyakan pernyataan Nick. Entah itu benar atau tidak. Tapi Darren memang selalu berhasil membuat semua hal terasa sederhana demi menghindari masalah dan perdebatan. Dan aku menyukai sifatnya satu itu.
Beberapa finalis mulai berjejer di panggung. Darren menyusul, lalu Nick, dan aku. Seperti yang dikatakan Nick, aku berdiri di sampingnya.
"Selamat datang kembali di TOP 12 STAR IDOLS. Semua finalis telah menampilkan usaha terbaiknya, namun masa depan mereka sepenuhnya ditentukan oleh kalian Indonesia. Indonesia, pastikan kalian sudah mengirimkan voting sebanyak-banyaknya, karena SAAT INI line Voting di tutup!" Suara backsound menggelegar seketika mengiringi hentakan suara kak Boy. Aku mencoba tersenyum.
Ayolah Sav, kembalilah ke Savina yang nothing to loose.
"Saya pastikan hari ini yang mendapatkan vote paling rendah harus meninggalkan panggung STAR IDOLS. Indonesia, ini saatnya, the result,"
Backsound yang menambah suasana semakin tegang dan dramatis kembali dimainkan. Sorai penonton menambah suasana semakin tak bersahabat. Kak Boy menjeda suaranya beberapa detik, untuk kemudian memanggil 3 finalis yaitu Bella, Alice dan Rama. Dalam waktu tak kurang dari 1 menit, ketiga Finalis itu dinyatakan lolos. Aku bisa melihat rona kelegaan di wajah Bella, Alice maupun Rama.
KAMU SEDANG MEMBACA
IDOLS IN LOVE
Ficción GeneralAku tidak tahu kehidupan yang dulu selalu aku aminkah disetiap sujudku, akan terasa begitu rumit saat ini. Perjuangan yang dulu selalu aku optimiskan pelan-pelan merangkak ke titik pesimis. Cacian, makian, tekanan yang dulu selalu aku entengkan, mul...