Azu Pov
Aku tengah duduk di bangku taman memandangi mentari yang akan tenggelam. Warna jingganya memenuhi mataku. Gadis di sebelahku terus berceloteh tanpa henti. Sesekali aku tertawa mendengar celotehannya.
"Mataharinya, indah ya..." gumamnya. "Iya" jawabku.
"Nee, zu-chan, saat kita berulang tahun yang ke-14 kita akan merayakannya disini"
"Kenapa hanya ulang tahun yang ke-14?"
"Karena, tanggal lahirku 14 Agustus sama sepertimu. Dan akan sangat bagus jika umur kita sama dengan tanggal lahir kita.
"Baiklah."
"Janji?"
"Janji"
Kedua jari kelingking kami mengaitkan satu sama lain. Senyuman di wajah menggambarkan suasana hati yang begitu damai ini.
"Yuki..." panggilku.
"Nani?"
"Aku menemukan nama yang cocok untukmu"
"Apa?"
"Chinatsu Yuki"
Dia tersenyum. Yuki sangat menyukai nama itu. Nama yang kuberikan untuknya.
Sejak saat itu, kami selalu bermain bersama. Semuanya terasa begitu sempurna. Sampai tiba hari dimana semuanya akan kacau.
Kala itu, aku baru saja bangun dari tidurku di pagi hari yang cerah. Hari ini merupakan hari ulang tahunku bersama Yuki. Kami akan menepati janji itu. Rencananya, sore ini kami akan pergi ke taman itu. Taman rahasia.
Tapi, terjadi suatu hal yang tidak terduga. Ayah tiba-tiba saja memanggilku. Aku yang tidak mengetahui maksudnya segera datang menemuinya.
Di dalam ruangan Ayah, di sebuah meja panjang telah duduk para pemimpin dari berbagai wilayah. Aku segera duduk tepat di sebelah Ayah. Semuanya menatapku dengan tatapan penuh harap.
"Ayah, apa yang terjadi?"
"Ada yang ingin kami bicarakan denganmu"
"Apa?"
"Kami membutuhkan bantuanmu"
"Bantuan? Bantuan apa?"
"Tugasmu hanyalah mudah. Kau hanya perlu membunuh itu saja"
Ayahku mengucapkan kata 'membunuh' dengan begitu tenangnya.
"Aku? Membunuh? Membunuh siapa?"
"Kau jangan takut. Lawanmu adalah orang yang sangat kau kenal"
"Siapa?"
Ayah terdiam. Beliau seperi tidak mampu melanjutkan perkataannya.
"Siapa Ayah?"
Ayah masih menundukkan kepalanya. Enggan melanjutkan perkataannya.
"Yuki"
Aku terkejut dengan perkataan Ayah. Aku? Membunuh Yuki. Itu hal yang sangat tidak masuk akal. Kenapa harus Yuki?
"Tidak. Tidak mungkin! Aku tidak akan membunuh Yuki!! Kenapa harus Yuki?!!"
"Karena dia akan menghancurkan dunia ini. Bukan hanya dunia ini, tapi kedua dunia"
"Yuki tidak akan melakukan hal seperti itu!"
"Yuki memiliki dua buah jiwa dalam tubuhnya. Hampir seperi sisi gelap dan sisi terang. Sisi gelapnya akan bangkit dan saat itu terjadi tak akan ada seorang pun yang bisa menyadarkannya"
"Lalu kenapa harus aku?"
"Kaulah orang terdekatnya. Yuki harus dibunuh oleh orang terdekatnya"
"A-aku tidak mengerti. Bukankah Yuki itu hamon? Sama sepertiku?"
"Tidak. Yuki sebenarnya merupakan monster. Jiwa monster terganas bersemayam di dalam tubuhnya. Jangan sampai kau tertipu dengan jiwanya yang sekarang. Kau harus membunuhnya"
Aku terdiam tidak mampu berkata-kata lagi. Semuanya terasa seperti hanya mimpi. Jika saja ini mimpi, aku ingin segera bangun dari mimpi buruk ini.
Yuki. Gadis yang selama ini menjadi sahabatku kini harus kubunuh. Akasaka Yuki.
Selang beberapa menit aku terdiam, aku menatap Ayahku lalu berlari keluar dari ruangan itu.
Aku tidak bisa mempercayai Ayahku sendiri. Hari masih siang. Sebentar lagi, aku akan pergi menemui Yuki untuk menepati janji kita. Ku putuskan untuk berjalan mengelilingi kota seraya menghabiskan waktu.
Akhirnya, pertemuan yang kutunggu tiba. Dengan langkah tegap, aku berjalan menuju taman. Kulihat seorang gadis kecil memakai gaun berwarna biru dengan rambut putih yang panjang.
Yuki.
Aku berjalan mendekat. Gadis itu nampaknya sedang tertunduk melihat sesuatu yang tergeletak di tanah.
"Yuki, apa yang kau lakukan?"
Gadis itu tidak bergeming. Aku berjalan semakin dekat. Ku tepuk bahunya pelan. Dia tetap tidak menghiraukanku.
Kuputuskan untuk melihat apa yang dilihatnya. Seluruh badanku menegang.
Tangan. Tangannya penuh dengan darah. Di sebelah kakinya, tergeletak sebilah pisau. Di depannya terbaring seorang mayat.
Aku melihat mayat itu berusaha mengenalinya. Akhirnya aku sadar, siapa orang yang dibunub olehnya.
"AYAH!!!" aku berteriak dengan kerasnya.
Yuki menatapku dengan tatapan ketakutan.
"A-azu aku tidak membunuhnya. Aku tidak membunuh..."
"URUSAI!!!"
"Tapi Azu kau harus mempercayaiku. Aku tidak mungkin melakukan hal itu. Ayahmi tiba-tiba saja datang dan menyerangku. A-a-aku benar-benar bingung"
Aku mengambil pisau yang tergeletak di sebelahnya.
"Lalu ini apa? Kenapa benda seperti ini ada padamu. Dan tanganmu juga berdarah. Sudah terlihat jelas kan?"
"Ta-tapi Azu. Aku tidak mungkin..."
"Pergi! Pergi dari hadapanku sekarang juga!"
Seseorang melihat kejadian itu dan melaporkannya pada dewan. Yuki di usir karena membunuh Ayahku. Tapi aku pun diusir karena aku menolak untuk membunuh Yuki. Mereka semua menyalahkanku. Aku dan Yuki tidak boleh terlihat lagi di dunia ini.
Akhirnya, aku menyebrangi batas. Hukuman ini tidak begitu buruk. Aku memang sangat ingin pergi dari tempat itu. Pergi menjauh dari tempat yang telah ternodai itu.
Wujudku berubah begitu sampai di dunia ini. Aku memutuskan untuk membuang jauh-jauh nama Kekuichi Azuno. Aku tidak ingin mendengar nama itu lagi. Sehingga, aku mengubah namaku.
Mizushima Kazuki.
Di dunia ini aku bertemu dengan Yuki. Dia telah banyak berubah. Sifatnya sangat berbeda dengan yang dulu. Pernah sewaktu-waktu aku mendapati dirinya tertidur di rumah pondoknya.
"Yuki..." panggilku. Tapi dia tetap tidak bergeming.
"Azu-chan, tolong tepati janjimu... Kau harus membawaku kembali kesana"
Aku menundukkan kepalaku ketika mendengarnya mengatakan hal yang tidak mungkin terjadi itu. Janji itu, taman itu, semuanya tidak mungkin. Umur kita bahkan sudah lebih dari 14 tahun. Mungkin memang janji itu di takdirkan untuk tidak pernah bisa di tepati. Begitu banyak hal buruk yang menghalangi janji itu.
'Mitasa renakatta yakusoku' (janji yang tidak pernah di tepati)
Gomen... Chapter ini mungkin lebih sedikit dari yang biasanya. Soalnya idenya baru segini. Nanti chapter selanjutnya dibuat panjang deh.. Readers jangan marah ya..
Jangan lupa voment-nya kutunggu :)
~o~ Yama-Shii ~o~
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Girl
FantasyJika semua di dunia ini beku apa yang akan kau lakukan? Jika hati dan sifatmu seperti salju, begitu rapuh dan dingin, dapatkah kau menerimanya?