***
Harvey merebahkan tubuhnya di ranjang milik mendiang Rachel. Ia sedang rindu dengan kakaknya itu. Setiap kali ia berada di kamar ini, ia merasa nyaman dan tenang.
Tatanan kamar itu tidak pernah berubah dari semenjak kakaknya meninggalkannya tepat dibawah kakinya yang menggantung saat ini.
Kamar yang menyimpan luka namun juga obat rasa rindu yang teramat dalam pada sosok Rachel.
Harvey memejamkan matanya. Raganya sangat lelah saat ini. Mungkin terlelap untuk beberapa waktu dapat meringankan rasa lelahnya.
Sosok putih itu kembali datang. Sosok itu tersenyum pada pemuda yang terlelap di ranjang itu. Ia mendekati pemuda itu dan duduk tepat di samping pemuda itu terbaring.
'Kakak seneng kamu bangkit. Semuanya akan segera berakhir. Kamu akan segera menemukan kebahagiaan. Kakak sayang sama kamu.' Ucap lirih sosok putih itu seraya mengecup kening hangat milik Harvey. Pemuda itu sepertinya sedang demam saat ini.
Namun sosok putih itu tidak bisa berlama-lama di sana. Ia harus segera pergi. Namun sebelum pergi Rachel mengusap kepala adiknya dan samar-samar mulai lenyap.
Harvey terbangun dengan napas yang terengah-engah. Ia kembali memimpikan kakaknya. Rachel bilang ia telah bahagia di sana dan Harvey juga harus bahagia. Bayangan kakaknya yang berlari diantara bunga-bunga yang bermekaran dengan indahnya dan melihat tawa bahagia kakaknya di sana membuat hatinya berdenyut.
"Gue bakal bawa Mika balik, Kak. Dia pasti masih hidup kan? Kalo dia udah pergi pasti dia lagi sama Lo."
Sebuah buku diary tiba-tiba berada di kaki pemuda itu. Sebelumnya Harvey tak pernah melihatnya karena ia sangat sering berada di ruangan ini. Diambilnya buku itu. Nampak sangat kotor tertutupi debu.
Pertanyaan yang melintas dibenaknya adalah siapa pemilik buku ini. Harvey membersihkan debu tebal yang menempel pada diary itu.
Saat membaca halaman pertama, matanya memanas. Buku ini milik... Mika.
Ini bukan diary tapi novel tentang tokoh bernama Harvey dalam hidup gadis malang nan cantik Mikayla
Alay sih. Tapi bodo amat buku buku gue juga. Yang baca dan ketawain kebodohan gue jodohnya Bagong.
Kalimat khas yang sangat mencerminkan Mika. Harvey meneteskan air matanya seraya tersenyum geli. Gadis itu sangat lucu tanpa berusaha melucu. Tingkah tengil gadis itu sangat ia rindukan.
Harvey menyimpan buku itu dan membawanya ke kamar. Mungkin ia akan menghabiskan malam ini untuk membaca novel itu.
***
"Ngga? Lo udah dapet kabar tentang Mika?" Harvey dengan kacamata bertengger dihidungnya itu menoleh ke arah sumber suara. Tidak memberikan jawaban apapun dan kembali ke aktivitasnya.
"Aslan... dia juga yakin kalo Mika belum pergi."
"Kenapa lagi dia?"
"Dia ikut cari Mika, Ngga. Semoga cepet ketemu titik terang sama keberadaan Mika. Gue juga kangen sama bebeb gue. Biasanya dia sering bawa gue ke tempat yang mindblowing. Sekarang boro-boro, nggak ada yang pernah ajak gue refreshing lagi. Semua orang pada minggat ninggalin gue sendirian. Lo? Lo sibuk sama diri Lo sendiri sampe nggak liat disekitar Lo banyak orang juga sakit." Ucapan Justin begitu menyentil hatinya. Memang benar, Harvey selalu melakukan apapun yang ia inginkan dan terkesan egois pada sekitarnya.
"Gue takut..."
"...gue takut kalo harapan gue sia-sia, Tin." Justin menoleh pada Harvey yang menatap kosong depannya. Justin juga berpikiran sama. Bagaimana kalau semuanya ternyata sia-sia. Ia akan menjadi orang yang paling bersalah pada Harvey.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE : I'm Sorry
FanficFIKSI 100% "Gimana cara gue bisa bahagia kalo Lo nggak ada disamping gue Kak?" (Harvey Dewangga) "Lo harus janji Lo nggak akan pernah lakuin hal yang bisa ngerugiin diri Lo sendiri, ayo janji!" (Rachel Tan) "Udah suka sama gue belum?" (Mikayla) - - ...