9. Hal Yang Indah

176 49 220
                                    

••"Tak peduli seberapa banyak luka diwajahmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••"Tak peduli seberapa banyak luka diwajahmu. Bagiku, kamu tetap indah dan bersinar bagai purnama."— Jihan Almira.

.....

Karena kejadian tadi siang, Sadewa terpaksa ditahan di kantor polisi dan menunggu hasil penyelidikan. Pada saat di interogasi, Sadewa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan jujur.

Sadewa di jebak, ia sama sekali tidak mengenal pria tadi. Ia bukan pencuri. Susah rasanya menjelaskan semua kepada warga yang lebih dulu mengambil keputusan.

Lagipula kalau Sadewa menjelaskan semuanya, apa mereka akan paham? Jelas tidak. Bahasa isyarat sangat asing bagi mereka.

Tubuhnya terasa lemas akibat melewatkan makan siang. Sadewa sedikit frustasi, ia berharap kebenaran segera terkuak. Tak lama kemudian, salah seorang polisi wanita datang menghampirinya. Sebelum polwan itu berucap, Sadewa sudah lebih dulu bertanya, "Apa sudah ada hasil? Saya bukan pencuri."

Polisi wanita itu tersenyum hangat, "Kamu terbukti tidak bersalah, mereka hanya salah paham. Apakah kamu memiliki keluarga?" Tanya polisi wanita yang cukup mahir berbahasa isyarat.

Sadewa merasa senang sekaligus lega. Namun pertanyaan terakhir polwan tersebut membuatnya termenung sesaat. "Saya cuma punya Ayah."

"Kamu boleh pulang asalkan ada wali yang menjemputmu."

Sadewa terpaku. Akankah Ayahnya mau menjemputnya? Sadewa tidak yakin. "Apa Ayah saya sudah tau?"

"Sudah, kamu tenang saja. Bentar lagi dia datang." Isyarat polwan tersebut. "Kalau begitu ... Saya tinggal sebentar ya." Sadewa hanya mengangguk lalu duduk kembali di kursi.

Selama berjam-jam ia menunggu, tidak ada yang datang. Sadewa seketika gelisah. "Apa Ayah akan datang? Mungkin sebentar lagi." Batinnya berusaha meyakinkan diri, dan benar saja, tak berapa lama polwan tadi kembali.

"Sudah ada yang menjemputmu. Mari ikut saya."

Polwan tersebut membawa Sadewa kepada dua orang yang sejak tadi menunggu. Dua orang yang tak lain adalah bapak dan anak, begitu melihat Sadewa, mereka langsung merangkulnya.

Sadewa tersenyum kaku, meski tampak luar Sadewa baik-baik saja, namun sebenarnya ia sedang menutupi kesedihannya. Sadewa harus menerima kenyataan pahit. Kenyataan jika bukan ayahnya yang datang, melainkan tetangga yang seminggu yang lalu pindah di komplek perumahannya. Faisal benar-benar tak peduli lagi dengan putranya itu.

Bapak dan anak remaja itu sangat baik terhadapnya, terlebih lagi sang anak yang bersebaya dengan Sadewa, namanya Rony Aditya. "Terimakasih pak, kalau begitu saya pamit pergi dulu." Ujar Pak Ahmad seraya berjabat tangan dengan salah satu polisi.

Setelahnya, Pak Ahmad membawa kedua remaja itu keluar dari kantor polisi menuju mobil.

"Terimakasih atas waktu luang kalian untuk menjemput saya, terimakasih banyak." Pak Ahmad tersenyum, tangan kekarnya mengusap-usap kepala Sadewa dengan tulus. Pria itu tersenyum dan memberikan dua jempol untuk Sadewa. Pak Ahmad tidak terlalu mengerti bahasa isyarat, jadi ia memberikan jempol untuk menghargai lelaki itu.

Sadewa 1987 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang