13. Rasa Malu

212 67 364
                                    

Anggap aja ini foto Jihan sama Dewa, pake kamera lama, hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anggap aja ini foto Jihan sama Dewa, pake kamera lama, hehe

......

Hari ini, Sadewa sudah diizinkan untuk pulang setelah lamanya dirawat di rumah sakit. Sadewa dituntun untuk duduk di kursi oleh Rony. Kini mereka berdua sudah ada di luar rumah sakit, menunggu Pak Ahmad yang masih dalam perjalanan.

Sedangkan Jihan, perempuan itu terlihat menenteng tas yang berisikan kebutuhan Sadewa selama dirawat. "Capek han?" Tanya Rony disertai tawa kecil saat melihat Jihan yang terlihat kelelahan membawa tas yang cukup berat.

"Gak anjir!" Kesal Jihan. Bagaimana ia tidak kesal, sebagai lelaki sejati, harusnya Rony bisa membantunya. Bukan malah terlihat santai sambil menertawakannya seperti itu.

"Anjir?" Ujar Rony yang belum paham maksud dari kata 'anjir' yang keluar dari mulut Jihan. Maklumlah mereka hidup di era yang berbeda. Banyak kata-kata baru yang ia dapatkan selama berteman dengan perempuan itu.

"Lo gak perlu tau artinya apa."

"Bahasa lo unik ya ..."

Tak lama kemudian, Pak Ahmad datang dengan membawa sebuah tongkat yang akan membantu Sadewa untuk berjalan. Jihan menepuk pelan punggung Sadewa hingga lelaki itu tersadar. Sedari tadi Sadewa terus diam dengan pandangan kosong. Pikirannya kacau.

"Ayo kita pulang, Sadewa."

Tak ada balasan apapun, Sadewa hanya memandang kosong kebawah enggan menatap siapapun. Dirinya merasa malu. Dirinya selalu merepotkan mereka, Dirinya hanya beban.

"Dasar manusia cacat, orang-orang jadi repot gara-gara kamu Dewa!" Hardiknya sendiri.

Sadewa dituntun oleh mereka menuju mobil. Menjadi hal baru bagi lelaki itu saat harus berjalan menggunakan tongkat, memalukan sekali.

"Tuhan itu baik ya ..."

.....

Suara gesekan pensil di kertas putih terdengar amat berisik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara gesekan pensil di kertas putih terdengar amat berisik. Sadewa mulai mencurahkan amarahnya dikertas itu. Lukisan dirinya sendiri, terlihat amat berantakan dan menyedihkan.

Sadewa 1987 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang