25. Tubuh Yang Tertanam

154 21 5
                                    

Rekomen nih, coba bacanya sambil dengerin lagu Virgoun - saat kau telah mengerti 🎧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rekomen nih, coba bacanya sambil dengerin lagu Virgoun - saat kau telah mengerti 🎧

.....

Terkadang ia berpikir, apakah ia salah memilih keputusan ini? Anak itu sudah mati, anak yang membuat istrinya pergi sudah tewas secara mengerikan.

Padahal, dahulu mereka sangat bahagia. Keluarga kecil yang harmonis. Anak lelaki dengan citra polosnya bagai mutiara paling berharga yang pernah ia junjung tinggi. Lantas, semudah membalikkan telapak tangan, mutiara berharga itu seolah terlihat bagai kotoran hina baginya.

Apa yang salah?

Kenapa rasanya sakit sekali?

Mau bagaimanapun, jasad yang terkoyak itu adalah putra kandungnya.

Flashback on

''Sadewa langit baskara ... Bagaimana sayang? Namanya indah kan?"

Wanita cantik itu tersenyum manis kearah suaminya, "Namanya indah, sama seperti anak kita." Ucap lembut wanita blasteran jepang-belanda itu.

"Ayo buat janji disini, Mas. Untuk Sadewa, dan disaksikan oleh Tuhan."

"Janji apa?"

"Janji untuk selalu berusaha menjadi orang tua yang baik. Jika suatu hari diantara kita pergi duluan. Sadewa harus lebih bahagia. Sadewa gak boleh sakit, kita saling berjanji ya, Mas?"

"Iya, Nara."

Fumiko Nara, wanita berhati malaikat yang ia jumpai kala ber-rantau diluar negeri. Faisal mencintai Nara begitupun Nara yang mencintai Faisal. Nara yang fasih berbahasa Indonesia memudahkan mereka untuk berkomunikasi. Hingga Saat Faisal menikahinya, lalu lahirlah malaikat kecil pelengkap keluarga mereka.

Hingga berselang waktu, Sadewa tumbuh menjadi anak pintar yang selalu tertawa dengan hal-hal kecil. Tak hentinya kedua insan itu menyayanginya. Anak adalah hadiah berharga pemberian Tuhan yang tak ternilai dengan apapun.

Pernah sewaktu-waktu, Sadewa kecil menangis hebat sambil menahan kepergian ayahnya yang hendak pergi melaut. Faisal adalah nakhoda, saking seringnya ia pergi, sampai-sampai Sadewa hapal kapan dirinya akan mulai bekerja.

"Ayah, kenapa ayah selalu pergi? Padahal Dewa mau main sama ayah ..." Ujar Sadewa kecil menahan lengan Faisal.

Faisal tersenyum, ia berjongkok menyamakan posisinya dengan sang anak. "Anak Ayah jangan nangis dong. Katanya mau jadi polisi. Polisi itu gak boleh nangis."

"Ayah tahu darimana Dewa mau jadi polisi?" Tanya Sadewa lebih lanjut.

Faisal tertawa kecil sembari mengusap-usap rambut Sadewa, "Tuh, Ibu yang kasih tahu." Jawabnya sembari melirik sang istri yang berada dibelakang Sadewa.

Sadewa 1987 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang