24. Akhir Dari Kisah 1987

184 20 7
                                    

Coba membacanya sambil dengerin lagu sedih. Biar lebih mantap 🎧

"Bahkan di detik-detik kematiannya, ia tetap kesakitan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bahkan di detik-detik kematiannya, ia tetap kesakitan."

......

⚠️Bab ini mengandung aksi brutal yang tak patut dicontoh! Harap bijak dalam membaca!

Suara hentakan sepatu terdengar secara serentak diruang tamu. Ia yang berdiri di paling depan mengedarkan pandangan keseluruhan arah. Ahmad dan diikuti beberapa orang dibelakangnya tampak sedikit khawatir kala mendapati rumah Sadewa yang kosong. Dimana preman-preman itu?

"Pak Ahmad, saya rasa preman-preman itu kabur." Ujar dokter Lim.

Mendengar itu, dengan tergesa-gesa Ahmad melangkah ke lantai dua. Ia harus mengecek keadaan Sadewa. Dokter Lim beserta para tenaga kesehatan lainnya juga berlari menyusul pria itu.

Begitu pintu kamar dibuka, pemandangan yang sungguh miris mereka lihat. Ahmad langsung melangkah dan melihat dengan dekat Sadewa yang terbujur kaku bak orang mati. Ahmad mengguncangkan tubuh Sadewa berharap lelaki itu masih bernyawa.

Ahmad kesal bukan main. Ia sama sekali tak menyangka Sadewa sebegini malangnya setelah ia menitipkannya kepada preman-preman itu.

Sudah lebih dari tiga hari, Sadewa sendirian didalam kamarnya. Terkapar tak berdaya, kelaparan bahkan kehausan. Seluruh tubuhnya sakit, namun entah kenapa ia masih bisa bertahan. Sadewa sangat tersiksa dalam kesunyian yang selama beberapa hari ini selalu menyelimutinya.

Tubuh Sadewa terlihat seperti tengkorak hidup, pucat dan tak bertenaga. Sadewa benar-benar mirip anjing telantar diluar sana, bahkan lebih buruk. Suhu tubuh Sadewa panas. Dirinya demam kendati setiap malam ia selalu kedinginan.

Kepala Sadewa di letakkan dipangkuan Ahmad. Pria itu menepuk-nepuk pipi Sadewa agar lelaki itu bangun. Mata letih itupun perlahan terbuka, karena sejak tadi ia memang sadar.

Remaja malang itu menatap nanar sosok didepannya. Sadewa tak bisa melihat dengan jelas siapa orang yang ada dihadapannya, pandangannya buram. Sadewa hanya berharap orang itu adalah orang baik.

"Tolong saya ... mereka kejam. Mereka mau membunuh saya."

"Tolong saya, saya kedinginan, saya Lapar, saya kehausan. Badan saya sakit." Mulutnya berkomat-kamit tak jelas.

"Kalau begini, sangat berisiko bagi dia. Bisa-bisa dia mati!" Ujar salah satu tenaga kesehatan yang tak tega melihat keadaan Sadewa.

Sadewa 1987 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang