Suara EKG yang menampilkan detak jantung yang normal menjadi satu-satunya suara yang menemani Rony. Pria itu masih setia disamping putrinya yang sudah berbulan-bulan terbaring dirumah sakit.
Baru semalam kondisi Jihan drob, bahkan detak jantungnya tidak terdeteksi. Tapi untungnya, Tuhan masih baik dan mengembalikan detak yang berharga itu untuk putrinya.
Mungkin sepertinya pria itu belum menyadari, bahwa mata yang selama ini tertutup, perlahan terbuka. Jemari kurus milik Jihan bergerak sontak membuat Rony yang menggenggam tangannya tersentak kaget.
Kedua mata sayu yang memandangnya itu menjadi hal yang pertama kali Rony lihat. Pria itu bahagia lalu memeluk putrinya penuh kerinduan.
"Papa rindu kamu, Jihan."
"Pa-papa."
Jihan merasa lemas di sekujur tubuhnya. Maka dari itu, ia tak sanggup untuk sekedar membalas pelukan papanya. Hingga beberapa detik kemudian Jihan tersadar akan sesuatu.
"Sadewa!"
Perempuan itu menangis hebat, ia menatap nanar kearah sang papa. Ia menjauh kala papanya hendak menyentuhnya. Tubuhnya bergetar, ia memukul-mukul kepalanya seperti orang tak waras.
"REMBULANKU JANGAN DISIKSA! JANGAN DISIKSAAA, ARGGGGHHH!"
Tentu Rony panik. Ia berusaha mendekat dan menyadarkan putrinya. Rony bingung, ia tak mengerti akan sikap Jihan.
"Jihan kamu kenapa? Jihan sadar nak!" Semua lontaran yang keluar dari bibir papanya tak ia hiraukan, Jihan lebih sibuk mencerna semuanya.
Tragedi malam itu terus berputar di kepalanya. Hal itu membuat dirinya menjerit tak terima. Perempuan itu terus-terusan memanggil nama laki-laki yang sudah lama tiada.
"SAYA MOHON BERHENTI! JANGAN SIKSA SADEWA LAGI ... Aargghhh! "
"Sadewaaaa ..."
Hatinya sakit bak ditusuk oleh seribu belati. Kesedihan yang amat mendalam, serta rasa bersalah yang amat membunuh. Jihan kehilangan akal sehatnya, Bahkan ia melempar semua barang didekatnya dengan emosi yang tak tertahankan.
Ia tak ikhlas akan kepergian Sadewa. Lelaki itu baik, tapi kenapa saat-saat kematiannya bahkan terasa mengerikan? Jihan merasa bersalah, lelaki itu meregang nyawa karena keluarganya.
Detak jantung Rony semakin berdetak cepat kala menyadari putrinya itu hendak turun dari tempat tidur dan mencabut selang infus. Pria lantas mendekat dan menahan tubuh anaknya yang hendak pergi.
"Jihan!" Teriak Kirana diikuti oleh suster suster yang mengekorinya dari belakang. "Pergi! Jangan tahan saya ... Saya mau menemui Sadewa! saya mau nemui Sadewaaa!" Jihan menangis hebat dan memukuli siapapun yang mendekatinya.
"Jihan sadar! Ini gue Kirana!"
Para suster itu kompak menahan pergerakan Jihan. Mereka berusaha mencari cela agar bisa menyuntikkan obat penenang untuk Jihan. Akhirnya obat itu berhasil disuntikkan, Jihan terlihat lebih tenang lalu kembali dibaringkan di tempat tidur.
Mereka keluar dari ruangan dengan wajah penuh tanya, terutama Rony. Ia sempat terhenyak kala putrinya memanggil nama Sadewa. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Jihan mengenal nama itu? Nama yang sedikitpun tak berani Rony ucapkan.
"Sadewa ... Apa yang kamu lakukan terhadap putriku? Kenapa ia berteriak memanggil namamu? Kenapa ia histeris seolah melakukan dosa yang amat besar?"
......
Hari demi hari, Jihan selalu berusaha untuk mengikhlaskan lelaki itu. Ia juga mencoba mengerti posisi papanya yang pada saat itu tak tahu apa-apa. Keadaannya mulai membaik meskipun rasa sedih itu masih menyelimuti dirinya.
Rony juga sudah tahu perihal apa yang terjadi sama putrinya selama koma. Meskipun tak masuk akal, namun pada akhirnya Rony percaya dengan semuanya. Ini juga berkat Kirana yang membawa bukti berupa diary Sadewa dan isi chatting dirinya dengan Jihan selama perempuan itu tak sadarkan diri.
Kini, Jihan bertekad untuk membawa Sadewa ketempat peristirahatan yang lebih layak. Kendati sudah bertahun-tahun jasad itu terkubur, Jihan tetap ngotot ingin memindahkannya
Meskipun tidak mudah, Rony tetap menuruti permintaan anaknya. Ia membayar banyak orang untuk turun dan menggali lubang yang sudah tumbuh banyak semak.
Kedua netra milik Jihan terus menyorot sendu tanah yang sedang digali. Entah apa yang ia pikirkan, namun Jihan terlihat tersenyum kecil ditengah wajahnya yang sembab.
"Hai Dewa ... Apa kabar? Selama ini pasti kamu tidak tenang 'kan? Maaf aku baru datang sekarang ..."
"Semesta memang terlambat Dewa, ia terlambat memberi keadilan untuk kamu."
Terlihat dengan jelas, bagaimana beberapa orang memasukkan tulang-belulang Sadewa kedalam wadah khusus untuk dipindahkan ke makam yang lebih layak.
Rasanya sangat sesak, pertahanan Jihan runtuh. Sebelumnya ia sudah berjanji untuk tidak menangis lagi. Namun semuanya ingkar saat melihat bagaimana Sadewa yang selalu tersenyum manis jika melihatnya, kini tinggal tulang belulang yang tersisa.
Begitupun dengan Rony, pria paruh baya itu bahkan mengalihkan pandangannya. Bukan karena enggan, melainkan ia tak sanggup jikalau melihat Sadewa. Semua rasa bersalah yang sebenarnya bukan karena dirinya, harus ditanggung bahkan sampai detik ini.
Rony benar-benar merinding. Ia mengusap dadanya dan merasakan bagaimana jantung didalamnya berdetak kencang. Jantung ini milik Sadewa, dan Rony lah yang mencurinya.
Selama ini, Sadewa lah yang memberinya kehidupan kedua setelah dokter memvonisnya dengan umur pendek. Jika saja Rony tahu, ia takkan pernah menerima Jantung itu. Ia tak peduli jika dirinya akan meninggal, sebab Rony tak ingin hidup atas kematian orang lain, apalagi Sadewa adalah sahabat yang sudah ia anggap saudara sendiri.
"Aku tahu ... Betapa marahnya kamu. Bahkan kata maaf tak bisa menyelesaikan perbuatan ayahku." Batin Rony sembari memandang langit yang tampak mendung.
"Tapi, seluruh hidupku semenjak tragedi itu, hanyalah sebuah kehampaan. Kamu tau Dewa, betapa menyiksanya hidup dengan rasa bersalah?"
"Hidup di atas kematian dirimu, bak ruang penyiksaan yang melumpuhkan semua akal sehatku."
Bulir airmata turun dibalik kacamatanya. Rony Aditya, remaja yang dulu sering merecoki Sadewa dengan tugas-tugas sekolahnya, kini terasa hampa dengan topeng berlapis yang menutup kesedihannya.
Pria kuat untuk keluarga kecilnya. Ayah hebat bagi Jihan Almira, serta suami hebat bagi Ayudia Gintari. Dikenal sebagai seorang ayah yang amat usil dan terlihat menjengkelkan, siapa sangka selama itu Rony berusaha menahan kesedihannya terhadap orang-orang disekitarnya.
Setiap detak jantungnya, setiap nafas yang ia hirup selama ini. Itu semua terjadi berkat Sadewa. Andai waktu bisa memutar kembali, Rony ingin mengubah seluruh alur Tuhan waktu itu. Ia mungkin berencana untuk tak ingin bertemu Sadewa, bahkan mengenal Sadewa sekalipun.
Namun, itu hanya andai belaka. Lagipula, tiada manusia yang bisa melawan takdir Tuhan. Mau bagaimana pun nantinya, takdir Sadewa adalah tragedi.
.....
Kalau ada kata yang berulang ulang mohon dimaklumi soalnya authornya sekarat kosakata 😔💅
Menurut kalian bagaimana part ini?
Hehe ntar lagi ending🤣
Agak sedih sih tapi mau gimanapun cerita ini harus diselesaikan ...
Sampai jumpa dipart terakhir 💐😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadewa 1987
Fiksi RemajaSUDAH END , PART LENGKAP Ibarat Bulan dan Matahari. Sampai dunia hancur pun, Tuhan tidak akan ngizinin mereka untuk bersatu. Karena pada dasarnya, mereka hanya berdiri sesuai masanya. Siang dan malam. Mereka berbeda, berbeda segalanya Sama seperti k...