23. Tubuh Dewa Sakit

305 32 13
                                        

"Ibu, Langit berbohong, Langit tak sekuat itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ibu, Langit berbohong, Langit tak sekuat itu."

......

⚠️Part ini mengandung kekerasan! Harap bijak dalam membaca

Sepanjang malam, Jihan terus menyusuri jalanan tanpa tujuan. Sosoknya tak terlihat oleh mata, bahkan Jihan tak bisa menyentuh dirinya sendiri, seolah dirinya sekarang hanyalah bayangan saja.

Pikiran Jihan berkecamuk, Terlalu semerawut didalamnya. Apa yang terjadi pada dirinya? Jihan benar-benar bingung.

Hingga Jihan sadar, bisa-bisanya ia melupakan Sadewa. Entah dibawa kemana lelaki itu, namun Jihan tahu tempat itu adalah tempat yang sangat mengerikan, Sadewa pasti ketakutan disana.

Sekarang, ia memutuskan untuk mencari keberadaan Sadewa. Keadaan Jihan jauh dari kata baik, perempuan itu berantakan. Matanya sembab karena kebanyakan menangis, tubuhnya terasa lemas kendati pikirannya terus melayang pada Sadewa.

Seolah ada yang menuntunnya, Jihan tanpa sadar sudah didepan rumah Sadewa. Tanpa buang waktu, Jihan langsung melangkah memasuki rumah. Ia sangat berharap lelaki itu ada disini.

Bau minuman keras menyeruak di penciumannya. Terlihat juga beberapa preman yang tampak minum-minum diruang tamu. Jihan mengabaikannya, kakinya terus berjalan kelantai dua hendak ke kamar Sadewa. Setelah sampai dikamar, apa yang ia lihat didepannya sukses membuat hatinya tersayat.

"Sadewa ... Hiks."

Pandangan Jihan tertuju pada sosok yang duduk telentang dengan rantai yang melilit tubuhnya, serta kaki yang penuh luka itu dipasung. Tangisnya tak terbendung lagi kala melihat Sadewa yang tak berdaya.

"Sadewa ... kenapa bisa jadi begini?

"Aku gak bisa nyelamati kamu, Sadewa. Aku gak bisa meluk kamu kali ini ..." lirihnya sesak. Ingin rasanya Jihan memeluk tubuh itu, namun mustahil baginya. Jihan tak bisa menyentuh apapun, benar-benar tak bisa.

Tatapan Sadewa sayu itu terus memandangi lukisan wajah sang ibu. Dengan sendirinya airmata itu mengalir membasahi pipinya. Nafasnya terasa sesak sebab rantai yang melilit tubuhnya sangat ketat. Bibirnya pucat, perutnya terasa nyeri karena tak terisi makanan sedikitpun.

"Aku disini, Dewa. Hiks ... Lihat aku, aku ada didepanmu."

"Semesta kejam banget, ya?"

"Ibu ... maaf karena Langit lemah." Batin Lelaki itu sembari menangis terisak. Sadewa tidak sekuat yang semua orang kira. Ia hanya seorang remaja yang bermimpi akan kebahagiaan, kendati kenyataannya hanya luka yang ia dapatkan.

Sadewa lemah, hatinya mudah sakit. Apalagi saat mengetahui orang-orang yang ia anggap keluarga, ternyata datang hanya untuk sekedar meminta imbalan nyawa. Sadewa dijual, mereka dari dulu hanya mengincar organnya!

Sadewa 1987 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang