Biar dapet vibes nya, putar lagu favorit kalian ya🎧🎧
.....
Angin sore menyejukkan permukaan leher jenjangnya. Rambut di kuncir ekor kuda dan dilengkapi oleh pita yang mempercantik penampilannya. Jihan Almira, perempuan istimewa yang dicintai dengan luar biasa oleh Sadewa.
Tangan lelaki itu tergerak merapikan rambut Jihan yang sudah grasak-grusuk karena angin. Sangat indah, Sadewa sampai tak berkedip menatap perempuan itu.
Mereka duduk di tikar dikelilingi oleh pemandangan yang menenangkan. Bentangan alam dipadukan dengan langit yang cerah. Sadewa tak habis-habisnya memotret keindahan itu dengan kamera pemberian Jihan.
"Awan disana bentuknya mirip kelinci, Jihan," Bibir lelaki itu melengkung indah. Surainya yang diterpa angin, matanya yang teduh dan gerakan lincah jemari Sadewa, menjadi hal yang lebih mempesona dibandingkan pemandangan itu.
"Jihan, aku dapat melihat Ibu di langit itu." Kepalanya mendongak keatas, Sadewa melambaikan tangan untuk langit, ia melihat wajah ibunya disana. Tercetak senyuman tipis diwajah Jihan, perempuan itu ikut mendongak, menatap langit dengan senduh.
Jihan ikut merasakan apa yang dirasakan Sadewa. Perempuan itu melambaikan tangan seolah menyapa ibu Sadewa yang tak ia lihat.
Kedua netra Sadewa beralih kearah Jihan. Ia mengambil kameranya lalu memotret Jihan yang sepertinya sedang melamun. Sadewa meletakkan foto itu di buku diary miliknya, yang sengaja ia bawa karena takut dibaca oleh Rony.
"Sadewa, mari kita foto." Ajak Jihan.
"Foto berdua? Ayo Jihan."
Jihan mengambil ahli kameranya hendak mengambil Selfi. Begitu suara cekrek terdengar, Jihan lanjut mengambil foto kedua. Tak lupa juga Jihan mengeluarkan ponselnya, ia akan menggunakan ponsel itu untuk menggantikan kamera, karena sepanjang waktu mereka sudah berfoto menggunakan kamera conan tersebut.
Perhatian Sadewa terus tertuju pada ponsel yang Jihan genggam. Ia tak tahu benda apa itu, bahkan tak pernah melihatnya. Jihan yang menyadari itu, spontan menepuk jidatnya. Pantas saja Sadewa bingung, ponselkan seharusnya tidak ada di masa ini.
Bagaimana Jihan menjelaskannya pada Sadewa? Tidak mungkinkan ia mengatakan kalau benda ini diproduksi tiga puluh tiga tahun yang akan datang. Jelas Sadewa takkan percaya.
"Itu apa Jihan?"
Jihan mulai menggerakkan jari-jari nya, pelafalan isyarat digerakkan secara perlahan, hal itu sengaja biar Sadewa mengerti ucapannya. "Ini namanya ponsel, cuma aku yang punya ini sekarang. Ini benda canggih, Dewa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadewa 1987
Teen FictionSUDAH END , PART LENGKAP Ibarat Bulan dan Matahari. Sampai dunia hancur pun, Tuhan tidak akan ngizinin mereka untuk bersatu. Karena pada dasarnya, mereka hanya berdiri sesuai masanya. Siang dan malam. Mereka berbeda, berbeda segalanya Sama seperti k...