Bab 55

168 5 0
                                    

Fitri terkejut saat melihat tubuh Fachri tiba-tiba terkulai lemas di atas sofa. Mulutnya yang sedari tadi sibuk mengunyah jajanan sampai hampir tersedak. Fitripun buru-buru minum, sebelum kemudian bergegas menghampiri Fachri.

'Ada apa dengannya? Apa dia punya penyakit bawaan atau semacamnya yang membuatnya pingsan dengan tiba-tiba?', tanya Fitri dalam hati.

Namun tentu saja Fitri tidak akan mendapatkan jawaban apapun dari siapapun.

Fitri mulai mendekat dan meraba kening Fachri yang ternyata terasa hangat.

Fitri merasa khawatir dan menimbang apa yang harus dilakukannya. Fitri sempat berfikir ingin memberi tahu keluarga Fachri, tapi kemudian mengurungkan niatnya. Fitri tak ingin membuat suasana bahagia pasca pernikahan mereka berubah menjadi kepanikan yang tidak perlu. Fitri akhirnya memilih untuk menunggu beberapa saat sambil membenahi posisi tidur Fachri. Fitri mengambil bantal dan meletakkan kaki Fachri agar letaknya lebih tinggi dari dada dan aliran darahnya lebih lancar. Fitri juga mengambil minyak kayu putih dan mengoleskannya di sekitar area hidung untuk merangsang kesadarannya. Setelah merasa cukup melakukan pertolongan yang diperlukan, Fitri memilih untuk menunggu beberapa saat. Mungkin jika dalam satu jam ke depan Fachri belum sadar juga, baru akan dibawanya kerumah sakit. Begitu pikirnya.

Namun baru saja Fitri akan melangkah, tiba-tiba ada sesuatu yang menahan tangannya. Fitri reflek menoleh dan mendapati Fachri tengah menatapnya dengan pandangan sayu.

"Jangan pergi...", Ucap Fachri dengan suara lemah.

"Mas sudah sadar? Aku tidak kemana-mana, biar kuambilkan air putih dulu..."

Fitri sangat bersyukur bahwa Fachri sudah sadar. Fitri lalu bergegas mengambil air minum dan diberikannya pada Fachri.

"Minum dulu Mas..."
Setelah meneguk setengah gelas air yang diberikan Fitri, Fachri lalu kembali bersandar di sofa.

"Ada apa sebenarnya Mas? Kenapa bisa tiba-tiba pingsan begini? Apa Mas punya penyakit bawaan? Apa perlu kita pergi ke rumah sakit?",
Tanpa sadar Fitri memberondong Fachri dengan berbagai pertanyaan karena khawatir.

"Tidak perlu! Jangan berlebihan, aku tidak apa-apa..."

"Tidak papa kok bisa sampai pingsan!"

"Sudah jangan banyak bicara, berikan saja jajanan yang ada di meja itu dan belikan aku obat sakit kepala..."

Fitri menurut, meraih semua jajanan yang tadi dibelinya saat keluar dan diletakkannya di depan Fachri. Tak butuh waktu lama, Fachri langsung menyantapnya dengan begitu lahap. Ada siomay, batagor, sampai odading dan yang lainnya. Belum habis yang satu, Fachri sudah berpindah mencicipi makanan yang lainnya.

'Oh, lapar rupanya...', cibir Fitri dalam hati.

"Kenapa melihatku seperti itu? Apa tidak pernah lihat orang makan? Pergi sana belikan aku obat sakit kepala!"
Fachri mengambil uang dari dompetnya dan memberikannya pada Fitri.

"Tidak perlu, aku selalu sedia paracetamol di dalam tasku, biar aku ambilkan sekalian aku buatkan teh hangat..."

Tanpa menunggu persetujan Fachri, Fitri langsung beranjak. Mengambil obat lalu menyeduh secangkir teh celup aroma vanilla dengan air dispenser dan menghidangkannya di depan Fachri.

"Silahkan diminum Mas..."
Fachri hanya mengangguk sambil sibuk mengunyah makanan.

"Terimakasih..", ucapnya setelah makanan di dalam mulut habis tertelan.

Fachri pun segera mengambil obat dan meminumnya.
"Aku minta maaf kalau karena mencariku Mas sampai lupa makan...", ucap Fitri kemudian.

Fachri sampai hampir tersedak mendengarnya.

"Jangan besar kepala! Aku memang sibuk sampai sering lupa makan, jadi ini bukan karenamu!", ucap Fachri dengan berapi-api.

Fitri hanya diam, memilih tidak menanggapi karena tak ingin memancing keributan.
Fachri menghabiskan tehnya, lalu melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda. Menghabiskan satu demi satu jajanan yang entah mengapa terasa lezat di lidahnya. Padahal itu hanyalah jajanan yang di beli Fitri dari pedagang yang lewat di pinggir jalan.

"Jangan melihatku makan saja, kamu mau makan apa? Biar aku pesankan layanan kamar saja ya? Maaf aku jadi menghabiskan jajananmu!"

"Terserah Mas saja....", jawab Fitri dengan pasrah.
Karena merasa bersalah telah menghabiskan jajanan milik istrinya, kali ini Fachri berinisiatif memesankan menu spesial andalan di hotel ini.

Sang Pelacur (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang