Bab 77

154 4 0
                                    

Fitri berdiri dan membeku sambil menatap Fachri yang tengah duduk sambil memegang gelas di tangannya. Dalam sepersekian detik pandangan mereka bertemu. Fitri lalu mengalihkan pandangannya, menunduk dan perlahan air matanya kembali menetes. Fachri yang semula tersenyum melihat kedatangan Fitri menjadi heran.

"Ada apa? Kenapa menangis? Apa ada seseorang yang menyakitimu?"

Meski Fitri berusaha memalingkan wajahnya namun ternyata Fachri bisa melihatnya menangis dan itu membuat Fitri merasa malu.

"Masuklah dan duduklah, jangan berdiri didepan pintu..."

Fitri mengusap air matanya dan berusaha untuk tersenyum, lalu mendekat ke arah Fachri.

Ada perban di kepala Fachri, namun selebihnya Fachri terlihat baik-baik saja.

"Ada apa? Kenapa menangis? Apa terjadi sesuatu padamu?", Fachri bertanya dengan khawatir karena takut kalau masalahnya turut mengundang orang untuk mencelakakan Fitri.

"Tidak Mas, aku baik-baik saja, seharusnya aku yang bertanya bagaimana keadaan Mas, apa masih terasa sakit?"

"Tentu saja masih sakit, aku babak belur begini!", Jawab Fachri setengah bercanda.

"Lalu kenapa kamu menangis?"

"Aku hanya terharu melihat Mas sudah sadar, aku sangat takut saat melihat banyaknya darah ditubuhmu tadi malam Mas..."

"Jangan takut, kalau aku mati pasti aku akan meninggalkan banyak warisan untukmu!", Melihat Fitri yang benar-benar khawatir justru membuat Fachri ingin menggodanya.

"Kenapa Mas bicara seperti itu?", Fitri tidak suka mendengar ucapan Fachri yang seakan mengejeknya.

"Maaf...maaf, aku hanya bercanda, tolong jangan salah paham...Selama ini aku bukanlah suami yang baik, aku juga sering bersikap seenaknya padamu, kamu tidak seharusnya khawatir berlebihan seperti ini..."

"Aku pernah kehilangan keluargaku di masa lalu. Aku tahu Mas tidak pernah menganggapku, tapi bagiku Mas sudah seperti pengganti keluarga yang melindungiku dan mencukupi kebutuhanku. Maaf jika reaksiku terkesan berlebihan, tapi memang itulah yang kurasakan..."

Fitri memilih mengungkapkan apa yang dirasakannya dengan jujur, agar Fachri tidak salah paham dan menuduhnya bersandiwara.
Mendengar hal itu pun Fachri menjadi terharu.

"Terimakasih banyak, aku merasa sangat beruntung mendengarnya. Aku juga sudah tidak punya keluarga dekat, dan kekasihku pun dulu mengkhianatiku. Sejujurnya saat ini kamulah satu-satunya orang yang bisa kupercaya meski kita belum lama saling mengenal..."

Tanpa sadar mereka justru saling mengungkapkan isi hati masing-masing. Mereka mungkin hanyalah orang asing dan terlalu dini untuk bicara cinta. Namun setidaknya keduanya menyadari bahwa mereka saling membutuhkan.

"Jadi sebenarnya apa yang terjadi Mas? Kenapa kamu bisa pulang dalam keadaan babak belur begitu? Siapa yang melakukannya? Apa ini ada hubungannya dengan mantan kekasihmu seperti sebelumnya?",
Fitri benar-benar penasaran dengan kejadian yang menimpa suaminya hingga menyebabkannya harus mendapatkan perawatan.

"Ceritanya panjang, maaf kalau aku jadi merepotkanmu..."
Meski merasa segan, namun Fachri tak menolak untuk menceritakan kejadian yang menimpanya semalam. Lagi pula, hanya Fitrilah satu-satunya orang yang dia percaya dan Fitri berhak tahu agar bisa lebih berhati-hati.

Flashback...
Sebenarnya belakangan ini Fachri merasa hidupnya cukup tenang. Fachri bisa kembali fokus pada pekerjaan, karena Manda tak lagi datang dan menghubunginya seperti yang dilakukan gadis itu sebelumnya. Fachri berharap Manda sudah menyerah dan takkan datang mengganggunya lagi.
Namun ternyata bukan Manda yang datang dan ini lebih berbahaya.
Sore itu Fachri berencana untuk pulang ke rumah setelah menyelesaikan pekerjaannya.

Namun ada pesan dari atasannya untuk menggantikan meeting di luar dengan seorang klien.
Tanpa curiga Fachri bersedia menggantikan atasannya itu dan pergi ke tempat yang telah di tentukan
Perasaan Fachri mulai tak enak, kala mengetahui bahwa tempat meeting yang dimaksud adalah sebuah ruangan private di dalam sebuah club malam.

Fachri tahu, kalau dalam sebuah loby antar perusahaan, sudah bukan hal yang tabu lagi jika para petinggi kerap memakai jasa wanita untuk melancarkan urusan. Namun sebisa mungkin Fachri selalu menghindari hal semacam itu karena sangat bertentangan dengan idealismenya.
Namun malam itu Fachri terpaksa harus berkompromi dan melonggarkan idealismenya karena sudah terlanjur berjanji dan waktu yang sempit membuatnya tak bisa mundur lagi.
Fachri hanya bisa berdoa dan dalam hati berjanji tetap tidak akan menyentuh minuman ataupun wanita di dalam sana.

Fachri berjalan dengan tenang menuju ruangan yang di maksud. Namun baru saja membuka pintu, sebuah tamparan menyambutnya sebagai ucapan selamat datang.

Sang Pelacur (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang