Bab 106

166 8 0
                                    

Rasa canggung masih kental dirasakan keduanya. Jika sebelumnya mereka bisa menutupi rasa dengan bersikap sewajarnya, dengan deklarasi perasaan yang diungkapkan Fachri kemarin membuat semuanya menjadi berbeda.
Namun, sebagai nahkoda sekaligus imam keluarga, Fachri bertekad untuk bersikap lebih dewasa dengan mengayomi Fitri.

"Mulai sekarang aku akan berusaha menjadi suami yang baik dan menebus semua kesalahan yang kelakukan padamu...", ucap Fachri mengawali hari di pagi yang masih syahdu itu.

"Tidak ada kesalahan yang perlu ditebus Mas, justru aku yang merasa beruntung untuk hidup baru yang Tuhan anugrahkan dengan kehadiranmu..."

Yah, begitulah mereka merasa sama-sama bersyukur dengan kehadiran pasangan hidup yang dianugrahkan Tuhan.

Pagi itu Fachri memutuskan membawa Fitri jalan-jalan ke puncak.
Segala urusan pekerjaan warung telah dia bereskan dan dia titipkan pada pegawainya. Pun Fachri juga memastikan Fitri menyantap sarapan dan meminum semua vitaminnya. Bahkan Fachri tak lupa menyeduhkan susu ibu hamil untuk Fitri.

Fachri sudah menjelaskan hasil diskusinya dengan abah Yahya kemarin, agar Fitri pun tidak ragu dengan status pernikahan mereka.
Sekarang tugasnya adalah menjalankan peran sebagai suami dengan sebaik-baiknya.

"Bagaimana, apa tidak ada keluhan yang kamu rasakan? Kalau ada mual atau pusing tolong langsung beritahu aku..."

Fachri memang menunjukkan perhatian lebih semenjak dirinya sakit, namun perhatiannya kali ini terasa berkali-kali lipat lebih manis.

"Insya Allah aku akan baik-baik saja Mas, lagi pula aku juga ingin melihat puncak..."

Berlibur tak pernah ada dalam kamus hidup Fitri sebelumnya. Apalagi jika teringat keluarganya yang pergi untuk selamanya setelah acara liburan keluarga. Tapi sekarang Fitri mencoba berdamai dengan rasa traumanya demi suaminya. Terlebih dalam hatinya Fitri juga ingin merasakan romantisme bersama pasangan halalnya itu dalam suasana yang sejuk dan jauh dari hiruk pikuk kota.

"Baiklah, ayo kita berangkat..."
Fachri menarik koper dengan satu tangan sementara tangan satunya menggandeng Fitri. Beriringan mereka berjalan menuju mobil.

Fitri sudah merasa lebih rileks saat mobil melaju membelah belantara jalanan ibu kota. Mungkin karena padatnya kendaraan juga musik yang mengalun menemani perjalanan mereka, membuat rasa canggungnya berkurang. Fitri memilih membuka obrolan dengan topik sensitif yang menganggu pikirannya.

"Mas, lalu bagaimana dengan Manda, sepertinya dia masih sangat mengharapkanmu?", tanya Fitri langsung ke pokok persoalan.

Jujur saja, Fitri tentu senang mendengar pernyataan cinta dari pria yang telah halal untuknya. Selama ini cinta juga tumbuh di hatinya, hanya saja Fitri berusaha memungkiri karena sadar akan segala kekurangannya. Namun Fitri juga tak bisa melupakan kehadiran Manda, yang ditakutkannya akan terus menjadi bayang-bayang di benak Fachri.

"Jangan khawatirkan apapun, aku akan segera membereskan urusanku dengannya dan takkan kubiarkan dia menganggumu lagi. Percayalah, bagiku semuanya sudah berakhir sejak dia berkhianat. Dan sekarang hanya kamulah satu-satunya wanita di hatiku..."
Fachri menggenggam erat tangan Fitri, berusaha meyakinkan belahan jiwanya.

Begitu sampai di sebuah villa di puncak, Fachri langsung mengajak Fitri menikmati makan siang di sebuah resto yang berada di tengah perkebunan. Baru pukul sebelas siang saat mereka tiba dan masih terlalu awal untuk makan siang. Namun Fachri tak ingin Fitri sampai lapar. Setelah selesai menyantap makan siang, Fachri segera menyuruh Fitri beristirahat.

Begitu Fachri memanjakannya, sampai-sampai Fitri merasa hidupnya hanya untuk makan dan tidur saja.
"Mas, Ibu hamil bukan hanya butuh makan dan tidur saja, Ibu hamil juga butuh hiburan, sepertinya jalan-jalan di perkebunan cukup menyenangkan...", Fitri memberanikan diri mengungkapkan keinginannya.

"Tentu saja, karena itu aku mengajakmu berlibur kesini, tapi sekarang kamu harus tidur siang, setelah perjalanan tadi kamu belum beristirahat. Setelah bangun, nanti sore baru aku mengajakmu jalan-jalan..."
Fitri tahu benar sifat Fachri yang tak bisa dibantah. Namun di balik sifat arogannya itu Fachri hanya ingin melindunginya.

Akhirnya keduanya berbaring di tempat tidur setelah menunaikan shalat dhuhur berjamaah.

"Tidurlah yang nyenyak sayang, nanti malam aku ingin menghabiskan malam yang panjang bersamamu...",
bisik Fachri di telinga Fitri.
Seketika Fitri merasa bulu kuduknya meremamg.

Sang Pelacur (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang