Bab 80

157 4 0
                                    

Akhirnya Fachri memilih membelakangi Fitri dan terus merapal doa-doa untuk mengusir segala fantasi liarnya. Tidak lama kemudian Fachri pun bisa tertidur dengan pulas, mungkin juga karena pengaruh obat yang akhirmya bekerja.

Tiga hari mereka menghabiskan waktu bersama di rumah sakit. Fachri melihat Fitri sebagai sosok yang berbeda. Fitri yang selalu bersikap lembut, tidak banyak bicara, dan selalu siap menolongnya. Fitri yang selalu menurut dan tidak pernah bicara keras meskipun kadang dirinya bersikap seenaknya. Jika tidak ingat bagaimana awal mereka bertemu, pastilah Fachri tidak akan percaya bahwa Fitri pernah menjalani profesi sebagai pelacur.

Setelah tiga hari dirawat akhirnya Fachri diizinkan pulang ke rumah. Dan begitu sampai dirumah, Fitri langsung pergi ke warungnya dan sibuk membersihkan warungnya yang lama tutup. Setelah itu Fitripun memulai kembali kegiatan produksi, sebab besok warungnya akan buka kembali dan persediaan siomay dalam bentuk frozen sudah menipis. Fitri segera mengabari para pegawainya untuk membantu juga memberi tahu bahwa besok warung akan kembali di buka.
Meskipun sudah pulang Fachri masih dalam masa pemulihan dan belum berangkat bekerja. Jadilah seharian itu Fachri hanya berguling-guling di tempat tidur sambil sesekali menonton Film. Terbiasa menyibukkan diri dengan pekerjaan, membuat Fachri merasa cepat bosan jika harus berada di rumah seharian. Terlebih, Fachri merasa ada sesuatu yang hilang sejak pulang ke rumah. Fachri merasa kehilangan dan ditinggalkan, sebab Fitri tak lagi sepenuhnya ada untuknya.

Fachri sebenarnya merasa kesal, ingin rasanya menyuruh Fitri kembali ke rumah dan menemaninya saja. Tapi setelah berfikir ulang, Fachri merasa dirinya kekanak-kanakan dan malu pada tingkahnya sendiri. Karena merasa bosan berada di rumah sendirian, akhirnya Fachri memutuskan untuk menyusul Fitri di warung yang hanya berada di depan rumah.

Dari jendela, Fachri mengintip Fitri yang tengah sibuk membuat adonan dengan memakai masker, penutup rambut, dan sarung tangan.
Penampilan Fitri yang seperti itu membuat Fachri tertawa dan tertarik untuk merekamnya. Tanpa terasa sudah lebih dari lima belas menit Fachri berada di sana hanya untuk memperhatikan Fitri bekerja. Sampai kemudian salah satu pegawai Fitri keluar dan terkejut melihat Fachri yang tengah berdiri sambil mengangkat jendela. Mengira hal yang dilakukan Fachri mencurigakan, pegawai itupun reflek berteriak.

"Tolong...tolong...ada pencuri!!!"

Teriakan Mbak Marni, pegawai Fitri itu pun cukup keras sampai terdengar oleh satpam dan satpam pun datang dengan tergopoh-gopoh.

Fitri dan satu pegawai lainnya jiga ikut keluar untuk melihat apa yang terjadi.

"Ada apa Mbak Marni?", Tanya Fitri yang terlihat terkejut dengan kehebohan yang dibuat pegawainya itu.

"Ini Bu, ada orang mencurigakan, dari tadi berdiri di dekat jendela, sepertinya dia mau mencuri..."

Fitri dan Pak Satpam yang mengenali Fachri pun merasa heran. Sementara Fachri hanya garuk-garuk kepala dengan salah tingkah. Mbak Marni memang tidak mengenal Fachri karena bukan orang kampung ini.

"Mbak Marni, dia bukan maling melainkan pemilik rumah ini dan juga suami saya..."

Mbak Marni terkejut mendengar informasi itu dan segera meminta maaf. Sementara Pak Satpam segera pergi sambil menahan tawa.

"Sudah sana, kalian kembali ke dalam, kemas adonan dan simpan di frezer..", perintah Fitri pada dua pegawainya.

"Mas kenapa ada disini? harusnya Mas beristirahat di rumah...", Tanya Fitri setelah semua orang pergi.

"Aku sudah sembuh, aku merasa bosan dan kesepian..."

"Kalau begitu Mas masuk saja dan duduk di dalam..."

Fachri menurut. Di dalam, Fitri menghidangkan sepiring siomay yang baru matang lengkap dengan saus kacangnya.

Fachri pun makan dengan lahap dan mengakui bahwa itu adalah siomay paling lezat yang pernah dimakannya. Pantas saja kalau usaha Fitri berkembang dengan cepat.

"Ini enak sekali, mungkin dengan lebih banyak promosi warungmu bisa semakin ramai dan harganya pun bisa lebih mahal..."

"Aku belum memikirkannya Mas, begini saja aku sudah sangat bersyukur dan lumayan kewalahan mengurusnya. Sebenarnya aku hanya beruntung, anak Bu Bidan yang seorang selebgram pernah makan disini dan mempromosikan daganganku, makannya warung ini bisa lebih ramai meskipun lokasinya hanya di depan rumah..."

Fachri dan Fitripun semakin asyik berbincang membahas tentang pengembangan usaha, yang entah kapan bisa direalisasikan.

Sayangnya di tengah keasyikan itu tiba-tiba sekelompok orang datang, mendobrak pintu, lalu memporak porandakan semua yang ada di warung kecil itu.

Sang Pelacur (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang